ASKEP TRAUMA TUMPUL DAN TAJAM


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PADA TRAUMA TUMPUL DAN TEMBUS  ABDOMEN
A.    Definisi
Trauma adalah pengalaman yang mempengaruhi dan menguasai diri seseorang dengan kecemasan, biasanya pengalaman tersebut tidak menyenangkan sehingga orang bersangkutan tidak ingin pengalaman yang serupa terulang lagi.
Trauma adalah Luka/ syok/kekagetan yang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi secara tiba, di luar kendali, menekan, sangat menyakitkan, membahayakan kehidupan,  mengancam jiwa. (Yayasan Pulih, 2011)
Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen yang meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal. Mekanisme trauma Langsung Pasien terkena langsung oleh benda atau perantara benda yang mengakibatkan cedera misalnya tertabrak mobil dan terjatuh dari ketingian Tidak langsung Pengendara mobil terbentur dengan dash borard mobil ketika kedua mobil tabrakan.
B.     Etiologi
Trauma tumpul : organ yang terkena limpa, hati, pankreas, dan ginjal. disebabkan oleh kecelakaan tabrakan mobil, terjatuh dari sepeda motor. Trauma tumpul yaitu Trauma di daerah abdomen yang tidak menyebabkan perlukaan kulit / jaringan tetapi kemungkinan perdarahan akibat trauma bisa terjadi. Organ berisiko cedera :  Hepar 40 - 55 % , Limpa 35 – 45 %.
Trauma tembus :  organ yang terkena hati, usus halus dan besar. disebabkan oleh baku tembak dan luka tusukan (Brunner & Suddarth, 2002).  Trauma tembus (Tusuk dan tembak) Penyebab benda tajam atau benda tumpul dengan kekuatan penuh hingga melukai rongga abdomen. Perdarahan hebat  ruftur arteri/vena , Cedera organ di rongga abdomen. Organ berisiko cedera : Luka Tusuk : Hepar (40%), Usus halus (30%), Diafragma (20%), Colon (14%). Luka tembak : Usus halus (50%), Colon (40%), Liver (30%), Ruptur vaskuler abdominal (25%).
C.    Manifestasi Klinis
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1.      Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2.      Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
3.      Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
4.      Mual dan muntah
5.      Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi

D.    Komplikasi
Segera : hemoragi syok.
Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001)

E.     Patofisiologi
Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan viskositas rendah  (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul viskositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel, seperti organ padat ( hepar, lien, ginjal ) dari pada organ-organ berongga. (Sorensen, 1987)
Cedera akselerasi (kompresi) merupakan suatu kondisi trauma tumpul langsung ke area abdomen atau bagian pinggang. Kondisi ini memberukan manifestasi kerusakan vaskular dengan respons terbentuknya formasi hematomdidalam visera.
Cedera deselerasi adalah suatu kondisi dimana suatu peregangan yang berlebihan memberikan manifestasi terhadap cedera intraabdominal. Kekuatan peregangan secara longitudinal memberikan manifestasi ruptur (robek) pada struktur dipersimpangan antara segmen intraabdomen.
Kondisi cedera akselerasi dan deselerasi memberikan berbagai masalah pada pasien sesuai organ intraabdominal yang mengalami gangguan. Hal ini memberikan implikasi pada asuhan keperawatan. Masalah keperawatan yang muncul berhubungan dengan kondisi kedaruratan klinis, respons sistemik, da dampak intervensi medis.


F.     Rounded Rectangle: Trauma
(kecelakaan)Pathway



 

Rounded Rectangle: Trauma jaringan integumen Rounded Rectangle: Penetrasi & Non-Penetrasi                                                                       


 















Rounded Rectangle: Refluks usus output cairan berlebih                         
                       







Rounded Rectangle: Kematian

 







                                                           
                   
  (Sumber : Mansjoer,2001)

G.    Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan abdomen harus sistematis, meliputi pemeriksaan inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Inspeksi                       : abdomen diperiksa adanya kondisi lecet (abrasi) atau ekimosis. Tanda memar akibat sabuk pengaman, yakni luka memar atau abrasi perut bagian bawah sangat berhubungan dengan kondisi patologis intraperitoneal.
Auskultasi                  : auskultasi adanya bunyi usus bagian toraks dapat menunjukkan adanya cedera pada otot diafragma.
Palpasi                         : pemeriksaan palpasi dapat mengungkapkan adanya keluhan tenderness (nyeri tekan) baik secara lokalis atau seluruh abdomen, kekakuan abdomial, atau rebound tenderness yang menunjukkan cedera peritoneal.
Perkusi                        : dilakukan untuk mendapatkan adanya nyeri ketuk pada organ yang mengalami cedera.
                                Pemeriksaan rektal harus dilakukan untuk mencari bukti cedera penetrasi akibat patah tulang panggul dan feses di evaluasi adanya darah kotor pada feses. Pengkajian dengan memasang NGT (dilakukan apabila tidak ada kontraindikasi, misalnya: fraktur dasar tengkorak) dilakukan untuk meniai dekompresi lambung dan untuk menilai pengeluaran darah  pada NGT.
                                Pemeriksaan fungsi perkemihan dilakukan terutama adanya tanda dan riwayat trauma panggul yang bisa mencederai uretra dan kandung kemih. Palpasi kekencangan kandung kemih dan kemampuan dalam melakukan miksi dilakukan untuk mengkaji adanya ruptur uretra.
                                Pada pengkajian psikososial, pasien dan keluarga biasanya mengalami kecemasan dan pasien memerlukan pemenuhan informasi yang berhubungan dengan kondisi klinis dan rencana pembedahan darurat. Pengkajian diagnostik yang diperlukan selama kondisi preoperatif di gawat darurat, meliputi pemeriksaan darah (hemoglobin, leukosit, laju endap darah, watu perdarahan, dan waktu pembekuan darah, serta hemetokrit), serum elektrolit, pemeriksaan USG, foto polos (abdomen dan toraks), dan CT scan.
Test Laboratorium
Secara rutin, diperiksa hematokrit, hitung jenis leukosit, dan urinalisis, sedangkan test lainnya dilakukan bila diperlukan. Nilai-nilai amilase urine, dan serum dapat membantu untuk menentukan adanya perlukaan pankreas atau perforasi usus.
Foto Sinar X
a.         Film polos abdomen dapat menunjukkan adanya udara bebas intraperitoneal, obliterasi bayangan psoas, dan penemuan-penemuan lainnya yang pada umunya tak khas. Fraktur prosesus transversalis  menunjukan adanya trauma hebat, dan harus mengingatkan kita pada kemungkinan adanya perlukaan viseral yang hebat.
b.         Film dada dapat menunjukkan adanya fraktur iga, hematotorak, pnemotorak, atau lainnya yang berhubungan dengan perlukaan thorak
c.         Penderita dengan tauma tumpul sering memerlukan foto thorak sinar X tengkorak, pelvis, dan anggota gerak lainnya.
d.        Studi kontras pada saluran kemih diperlukan bila terdapat hematuria.
e.         Foto sinar X dengan kontras pada saluran pencernaan atas dan bawah, diperlukan pada kasus tertentu.
f.          C.T Scan abdomen sangat membantu pada beberapa kasus, tetapi  ini belum banyak dilakukan.
g.         Angiografi dapat memecahkan teka-teki tantang perlukaan pada limpa, hati, dan pakreas. Pada kenyataanya, angiografi abdominal jarang dilakukan.
Test Khusus
Lavase peritoneal berguna untuk mengetahui adanya perdarahan intraabdomen pada suatu trauma tumpul, bila dengan pemeriksaan fisik dan radilogik, diagnosa masih diragukan. Test ini tak boleh dilakukan pada penderita yang tak kooperatif, melawan dan yang memerlukan operasi abdomen segera. Kandung kemih harus dikosongkan terlebih dahulu. Posisi panderita terlentang, kulit bagian bawah disiapkan dengan jodium tingtur dan infiltrasi anestesi lokal di garis tengah, diantara umbilikus dan pubis. Kemudian dibuat insisi kecil, kateter dialisa peritoneal dimasukkan ke dalam rongga peritoneal. Ini dapat dibantu/dipermudah oleh otot-otot abdomen penderta sendiri, dengan jalan meikan kepala penderita. Kateter ini harus dipegang dengan kedua tangan, untuk mencegah tercebur secara acak ke dalam rongga abdomen.
Tehnik yang lebih aman adalah dengan  membuat insisi sepanjang 1 cm pada fasia, dan kateter di masukkan ke dalam rongga peritoneal dengan pengamatan secara langsung. Pisau ditarik dan  kateter dimasukkan secara hati-hati ke pelvis ke arah rongga sakrum. Adanya aliran darah secara spontan pada kateter menandakan adanya perdarahan secara positif. Tetapi ini jarang terjadi. Masukan 1000 cc larutan garam fisiologis ke dalam rongga peritoneal (jangan larutan dextrose), biarkan cairan ini turun sesuai dengan gaya grvitasi. Adanya perdarahan intraabdominal ditandai dengan warna merah seperti anggur atau  adanya hematokrit 1% atau lebih pada cairan tersebut (cairan itu keluar kembali). Bila cairan tetap, bening atau hanya sedikit berubah merah tandanya negatif.
H.    Penatalaksanaan Kedaruratan
1.      Trauma Tumpul Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di pasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin. Pada trauma tumpul, bila terdapat kerusakan intra peritoneum harus dilakukan laparotomi, sedangkan bila tidak, pasien diobservasi selama 24-48 jam.
Tindakan laparotomi dilakukan untuk mengetahui organ yang mengalami kerusakan. Bila terdapat perdarahan, tindakan yang dilakukan adalah penghentian perdarahan. Sedangkan pada organ berongga, penanganan kerusakan berkisar dari penutupan sederhana sampai reseksi sebagian.
2.    Trauma Tembus Abdomen
            Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang untuk mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan kateter di pasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin.
            Peningkatan nyeri di daerah abdomen membutuhkan eksplorasi bedah. Luka tembus dapat mengakibatkan renjatan berat bila mengenai pembuluh darah besar atau hepar. Penetrasi ke limpa, pancreas, atau ginjal biasanya tidak mengakibatkan perdarahan massif kecuali bila ada pembuluh darah besar yang terkena. Perdarahan tersebut harus diatasi segera, sedangkan pasien yang tidak tertolong dengan resusitasi cairan harus menjalani pembedahan segera.
            Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada baian bawah atau abdomen berbeda-beda. Namun semua ahli bedah sepakat semua pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani eksplorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil.
            Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoneum maka tindakan laparatomi diperlukan. Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intera peritoneal, dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi.
I.       Pengkajian
a.       Airway
     Ada atau tidaknya sumbatan jalan napas (secret, lidah jatuh ke belakang, bronkospasme), kepatenan jalan napas.
b.      Breathing
            Bunyi napas (vesikuler), frekuensi pernapasan, pola napas, penggunaan otot bantu napas.
c.       Circulation
            Denyut nadi, frekuensi, kekuatan, irama, tekanan darah, kapilari refill <3 detik.
d.      Disability
            Ketidakmampuan, GCS(E=4, V=5, M=6 ), reaksi pupil, reflek cahaya
e.       Exposure
            Sensasi nyeri, cegah pasien hipotermi, lihat ada tidaknya jejas, CT skan abdomen, Lavase Peritoneal Diagnostik (LPD).
           
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah :
1.      Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
2.      Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
3.      Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kand`ung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
4.      Makanan dan cairan
Data Subyektif :Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
5.      Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
6.      Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
7.      Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak.

J.      Diagnosa Keperawatan

1.      Syok hipovolemik b/d hemorrhage
2.      Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
3.      Kerusakan integritas jaringan b/d cedera tusuk
4.      Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh.

K.    Intervensi
1.      Syok hipovolemik b/d hemorrhage
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama kurang dari 10 menit diharapkan syok hipovolemik dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a.       Tidak ada sianosis
b.      Perfusi jaringan kembali normal
c.       Kebutuhan metabolisme terpenuhi
Intervensi
Mandiri
a.       Pertahankan jalan napas
b.      Posisikan kaki lebih tinggi

Kolaborasi
a.       Pasang dua jalur infus intravena. Berikan ringer laktat (RL) 2-3 liter selama 20-30 menit
b.      Pantau data-data hasil pemeriksaan laboratorium

2.      Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
Tujuan : Nyeri teratasi
Intervensi :
a.       Kaji karakteristik nyeri
R/ mengetahui tingkat nyeri klien.
b.      Beri posisi semi fowler.
R/ mengurngi kontraksi abdomen.
c.       Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi.
 R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian
d.      Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
 R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
e.       Managemant lingkungan yang nyaman
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.

Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi
Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
Pantau peningkatan suhu tubuh.
Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
4.      Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Intervensi
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
a.       Kaji tanda-tanda infeksi
R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.
b.      Kaji keadaan luka
R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi.
c.       Kaji tanda-tanda vital
 R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi.
d.      Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
e.       Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar
L.     Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut:

1.      Tidak terjadi syok hipovolemik
2.      Nyeri berkurang atau teradaptasi
3.      Integritas jaringan dapat kembali normal
4.      Infeksi luka operasi tidak terjadi.
BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Dalalam penulisan makalah ini, dilihat dari beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa trauma abdomen dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti yang tertera di bagian etiologi makalah ini. Trauma abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak menyebabkan kerusakan pada organ-organ padat maupun organ-organ berongga abdomen dibandingkan dengan trauma abdomen yang disebabkan oleh benda tajam.

B.     Saran
Dalam pebuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pebuatan makalah masi terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Utnuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pmbaca mahasiswa khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.

1 komentar:

Posting Komentar