BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OBSTRUKSI USUS HALUS DAN OBSTRUKSI USUS BESAR
A
Konsep Dasar
1. Anatomi
Fisiologi
a. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah
bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke
hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi
usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar
(M sirkuler), lapisan otot memanjang (M Longitidinal), dan lapisan serosa
(Sebelah Luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Fungsi usus halus
1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3) Karbohirat diserap dalam bentuk monosakarida didalam usus halus.
b. Usus dua belas jari (Duodenum)
Panjangnya ± 25 cm, berbentuk
sepatu kuda melengkung kekiri. Pada bagian kanan duodenum terdapat selaput
lendir yang nambulir disebut papila vateri.Usus dua belas jari atau duodenum
adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan
bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di
ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar
pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran
yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin
duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum
melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan.
c. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum
(terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di
antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian
usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus
(vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan
dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara
hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel
goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa
Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti
“kosong”.
d.Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah
bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki
panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan
dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau
sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
e. Usus Besar (Kolon)
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6
cm. Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
1) Kolon asendens (kanan).Terletak di abdomen sebelah kanan, membujur
ke atas dari ileum sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm.
2) Kolon transversum.Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon
desenden dengan panjang ± 28 cm.
3) Kolon desendens (kiri).Terletak dirongga abdomen disebelah kiri
membujur dari anus ke bawah dengan panjangnya ± 25 cm.
4) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).Terletak dalam
rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah
berhubungan dengan rektum.
Banyaknya bakteri yang terdapat
di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan
zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir
dan air, dan terjadilah diare.
f. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa
Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang
terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.
Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian
besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif
memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing (Syaifuddin. 2006).
Gambar : sistem pencernaan
2. Pengertian
a. Obstruksi
usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal
(Nettina, 2001).
b. Obstruksi
merupakan suatu pasase yang terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves,
2001).
c. Obstruksi
usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus
dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998).
d. obtruksi usus halus adalah suatu kondisi penyumbatan patologis akibat
adanya kelainan mekanik pada usus halus.
e. obstruksi usus besar adalah suatu kondisi penyumbatan patologis akibat
adanya kelainan mekanik atau non mekanik pada usus besar.
f. Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan (Dermawan,
dkk. 2010. Hal. 72).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, obstruksi usus adalah gangguan
pada aliran normal atau suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan,
flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional yang segera memerlukan
pertolongan atau tindakan.
3. Klasifikasi
Terdapat 2
jenis obstruksi :
a. Obstruksi
paralitik (ileus paralitik atau paralitic ileus)
Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat mendorong isi usus ke bawah
(gangguan peristaltik). Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh
toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus.
Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut
hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
b. Obstruksi
mekanik atau mekanikal obstruksi
Obstruksi atau sumbatan yang terjadi di intraluminal atau intramural akibat
tekanan pada dinding usus. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi
mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup
(paling sedikit 2 obstruksi).Karena lengkung
tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat,
mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi).
Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata yang disebabkan obstruksi mekanik
yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak mengganggu suplai darah,
menyebabkan gangren dinding usus (Dermawan, dkk. 2010. Hal. 72-73).
4. Etiologi
a. Mekanis
1) Adhesi atau perlengketan pascabedah. Adhesi bisa terjadi setelah
pembedahan abdominal sebagai respon peradangan intra abdominal. Jaringan parut
bisa melilit pada sebuah segmen dari usus, dan membuat segmen itu kusut atau
menekan segmen itu sehingga bisa terjadi segmen tersebut mengalami supply darah
yang kurang.
2) Tumor atau polip. Tumor yang ada pada dinding usus meluas ke
lumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
3) Hernia.
Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami strangulasi dari
kompresi sehingga bagian tersebut tidak menerima supply darah yang cukup.
Bagian tersebut akan menjadi edematosus kemudian timbul necrosis.
4) Volvulus. Merupakan usus yang terpuntir sedikitnya sampai dengan
180 derajat sehingga menyebabkan obstruksi usus dan iskemia, yang pada akhirnya
bisa menyebabkan gangrene dan perforasi jika tidak segera ditangani karena
terjadi gangguan supply darah yang kurang .
5) Intususepsi. Intussusepsi adalah invaginasi atau masuknya sebagian
dari usus ke dalam lumen usus yang berikutnya. Intussusepsi sering terjadi
antara ileum bagian distal dan cecum, dimana bagian terminal dari ileum masuk
kedalam lumen cecum.
b. Fungsional
(non mekanik)
1) Ileus
paralitik.
Tidak ada gerakan peristaltis
bisa diakibatkan :
a) Pembedahan
abdominal dimana organ-organ intra abdominal mengalami trauma sewaktu
pembedahan
b) Elektrolit tidak seimbang truma hypokalemia
2) Lesi medula
spinalis. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya kerusakan saraf pada sakral 4,
misal pada penderita spina bifida.
3) Enteritis regional
4) Ketidakseimbangan
elektrolit
5. Patofisiologi
Patofiologi usus halus yaitu Kondisi
obstruksi mekanik pada usus halus akan meningkatkan di latasi usus proksimal
serta akan memberikan manifestasi akumulasi sekresi dan udara pada saluran
gastrointestinal. Di latasi usus ini merangsang aktivitas sel-sel sekretorit
untuk menghasilkan lebih banyakakumulasi cairan. Kondisi ini akan meningkatkan
peristaltik baik di atas dan di bawah lesi obstuksi. (khan,2009)
Respon muntah merupakan kondisi awal
terjadi jika tingkat obstruksi pada bagian proksimal, kondisi meningkatkan
distensi usus halus menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal. Hal ini dapat
menyebabkan kompresi mukosa limfatik menjadi limfedema pada dinding usus.ketika
tekanan hidrostatik intralumen tinggi , maka akan meningkatkan tekanan hidrostatik
kapiler dan akan menghasilkan
peningkatan ruang ketiga, air, elektrolit, dan protein masuk ke dalam lumen
intestinal. Kehilangan cauran dan kondisi dehidrasi yang bterjadi kemudian bisa
bertambah berat dan berkonstribusi terhadap resiko morbiditas dan kematian.
(shieds 1965) .
Patofisiologi usus besar yaitu
obstruksi mekanis dan pseudo-obstruksi dari usus besar menyebabkan pelebaran
usus di bagian proksimal dari lesi obstruksi. Hal ini menyebabkan edema mukosa
dan gangguan aliran darah vena dan arteri ke usus. Edema dan iskemia usus
meningkatkan permebilitas mukosa usus, yang dapat mengakibatkan translokasi
bakteri, sepsis ,dehidrasi, dan gangguan elekrolit. Iskemia yang berlanjut pada
nekrosis dinding usus akan meningkatkan resiko perforasi dan peristonitis.
6. Patoflow
Patoflow Obstruksi Usus Halus
Lesi dinding usus
|
Obstruksi usus halus
|
Respons
psikologis pasien atau orang misinterpretasi perawatan dan pengobatan
|
Obstruksi
mekanis intestinal
|
Ketidakmampuan
absorpsi air
|
Gangguan
gastrointernal
|
Respon local
terhadap iskemia
|
Kecemasan
pasien atau orang tua pemenuhan informasi
|
Penurunan
intake cairan
|
Penurunan
volume cairan
|
Pascaoperasi
|
Intervensi
pembedahan
|
Konstipasi
|
Kongesti, edema
dinding usus
|
Nyeri
|
Distensi
abdomen
|
Resiko ketidak seimbangan
cairan
|
Kerusakan
jaringan pascabedah
|
Mual, muntah,
kembung anoreksia
|
Intake
nutrisi tidak adekuat kehilangan cairan dan elektrolit
|
Port de entree
luka pascabedah
|
Resiko
infeksi
|
Nyeri
|
Resiko
injuri
|
Iskemia
nekrosis dinding
|
Perforasi
peritonitis
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Resiko ketidakseimbangan cairan
|
Gangguan
Pola tidur
|
Hambatan
mobilitas fisik
|
Intoleransi
aktivitas
|
Ketidakefektifan
pola napas
|
Resiko
tinggi syok hipovolemik
|
Resiko
kekurangan volume cairan
|
Dehidrasi
|
Hipertermi
|
Patflow Obstruksi Usus Besar
Multifaktoral
obstruksi usus besar neoplasma atau kelainan anatomi seperti volvulus,hernia, inkarserata,struktur atau obstipasi
|
Obstruksi
usus besar non-mekanik
|
Respon local
terhadap iskemia
|
Penurunan
volume cairan
|
Port de
entrée luka pascabedah
|
Kerusakan
jaringan pascabedah
|
Penurunan
intake cairan
|
Respon
psikologis pasien atau orang tua misinterpretasi perawatan dan pengobaatan
|
Pascaopreasi
|
Resiko
Ketidak seimbangan cairan
|
Ketidakmampuan
absorpsi air
|
Konstipasi
|
Intervensi
pembedahan
|
Kecemasan
pemenuhan informasi
|
Obstruksi
mekanis infestinal
|
Obstruksi
usus besar mekanik
|
Obstruksi usus besar
|
Pseudo-obstruksi
|
Gangguan
gastrointestinal
|
Nyeri
|
Kongesti, edema
dinding usus
|
Distensi
abdomen
|
Mual,
muntah, kembung,anoreksia
|
Intake
nutrisi tidak adekuat kehilangan cairan dan elektrolit
|
Resiko
tinggi syokhipovolemik
|
Resiko
infeksi
|
Nyeri
|
Ketida
kseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan .Resiko ketidakseimbangan cairan
|
Perforasi
peritonitis
|
Resiko
injuri
|
Resiko
kekurangan volume cairan
|
Dehidrasi
|
Hipertermi
|
Gangguan
Pola tidur
|
Hambatan
mobilitas fisik
|
Intoleransi
aktivitas
|
Ketidakefektifan
pola napas
|
7. Manifestasi
Klinik
a. Obstruksi
usus halus
1) Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen sekitar umbilicus atau
bagian epigasterium yang cenderung bertambah sejalan dengan beratnya obstruksi
dan bersifat intermiten (hilang timbul). Jika obstruksi terletak di bagian
tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejunum dan ileum bagian proksimal)
maka nyeri bersifat konsten atau menetap.
2) Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal
dan tidak terdapat flatus.
3) Umumnya gejala obstruksi berupa konstipasi yang berakhir pada
distensi abdomen, tetapi pada klien obstruksi partial bisa mengalami diare.
4) Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi
sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong ke arah mulut.
5) Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat
terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi,
semakin jelas adanya distensi abdomen.
6) Jika
obstruksi usus terjadi terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok
hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan manifestasi
klinis takikardi dan hipotensi, suhu tubuh biasanya normal, tapi kadang –
kadang dapat meningkat. Demam menunjukkan obstruksi strangulata.
7) Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan
peristaltic meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut,
peristaltic akan melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah pada
pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intususepsi.
b. Obstruksi
usus besar
1) Nyeri perut
yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus
tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
2) Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada
klien dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala
satu – satunya selama beberapa hari.
3) Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar
menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
4) Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah
(Suratun
& Lusianah, 2010, hlm 339)
8. Komplikasi
a. Nekrosis usus
b. Perforasi usus
dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
c. Peritonitis karena absorbsi
toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang
hebat pada intra abdomen
d. Sepsis infeksi akibat dari
peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
e. Syok dehidrasi terjadi
akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma
f. Abses sindrom usus
pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
g. Pneumonia aspirasi
dari proses muntah
h. Gangguan elektrolit.
Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen. Muntah mengakibatkan
kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan
klorida dan kalium dalam darah (Dermawan, dkk. 2010. Hal. 77).
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya
ditemukan hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal.
Peningkatan serum amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya
iskemik atau strangulasi. Hematokrit yang meningkat dapat terjadi pada
dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas
darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolic bila muntah berat, dan
metabolic asidosis bila ada tanda – tanda syok, dehidrasi dan kitosis.
b. Pemeriksaan foto polos abdomen
Dapat memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai dengan batas
antara air dan udara atau gas (air fluid lever) yang membentuk bagaikan tangga,
terutama pada obstruksi bagian distal. Jika terjadi strangulasi dan nekrosis,
maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang regular dan adanya gas
dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thorax tegak menunjukkan adanya
perforasi usus.
c. Pemeriksaan CT scan
Dikerjakan secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya
strangulasi. CT scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan
pada dinding usus (obstruksi komplet, abses, keganasan), kelainan mesenterikus,
dan peritoneum. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari
obstruksi.
d. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema
Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan obstruksi
usus halus. Pengujian enema barium terutama sekali bermanfaat jika suatu
obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
e. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran penyebab dari obstruksi.
f. Pemeriksaan MRI
Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenteric kronis.
g. Pemeriksaan angiografi
Angiografi mesenteric superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya
herniasi internal, intususepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi
(Suratun & Lusianah, 2010, hlm 340 – 341)
10. Penatalaksanaan
a. Konservatif
1) Penderita dipuasakan.
2) Dekompresi dengan nasogastric tube yang panjang dari proksimal usus ke
area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien
berbaring miring ke kanan.
3) Koreksi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit :
a)Terapi Na+, K+, komponen darah
b) Ringer laktat untuk mengoreksi
kekurangan cairan interstisial
c) Dekstrosa dan air untuk
memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
4) Dipasang kateter urin
untuk menghitung balance cairan.
5) Lavement jika ileus
obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
6) Hiperalimentasi untuk mengoreksi
defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau infeksi.
7) Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
8) Ostomi barrel-ganda
jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
b. Medications
Antibiotics broad-spectrum untuk
bacterial anaerobe dan aerobe. Analgesic apabila nyeri. (Medlinux.com).
c. Surgery
Bila telah diputuskan untuk
tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu di perhatikan :
a)
Berapa lama
obstruksinya sudah berlangsung.
b)
Bagaimana
keadaan atau fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
c)
Apakah ada
risiko strangulasi.
Indikasi
intervensi bedah
a)
Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah
strangulasi, volvulus, dan jenis obstruksi kolon.
b)
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan
dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
c)
Operasi diawali
dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan
hasil eksplorasi melalui laparotomi.
Kewaspadaan akan resiko
strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong dengan cara
operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam pertama,
sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4
macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
1) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini
merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan,
misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi
atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang
"melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian
proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahan kankontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon,invaginasi strangulata, dan sebagainya.
5) Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
B. KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian Pada Obstruksi Usus Halus Dan usus besar
Pengkajian
obstruksi usus halus terdiri atas pengkajian anamnesis pemeriksaan fisik dan
evaluasi diagnostic. Pada anamnesis ,keluhan utama yang didapatkan sesuai
dengan kondisi klinik area obstruksi. Apabila terjadi obstruksi pada bagian
proksimal ,maka keluhan muntah menjadi keluhan utama , sedangkan apabila
obstruksi pada bagian distal maka keluhan utama yang lazim adalah nyeri kilok
abdomen . keluhan nyeri pada obstruksi usus dapat lebih komprehensif dengan
pengkajian pendekatan PQRST.
Tabel
pwngkajian nyeri obstruksi usus halus dengan pendekatan PQRST
|
||
Variable
|
Deskripsi
dan Pertanyaan
|
Hasil
Pengkajain
|
Provoking
incident
|
Pengkajian untuk
mengidentifikasi factor yang menjadi predisposisi nyeri .
v
Bagaimana
peristiwa sehingga terjadi nyeri ?
v
Factor apa
saja yang bisa menurunkan nyeri ?
|
Respons nyeri sering
berhubungan dengan adanya distensi abdominal atau setelah muntah – muntah .
Nyeri kolik tidak bisa
menurun dengan istirahat.
|
Quality of
pain
|
Pengkajian untuk menilai
bagaimana rasa nyeri dirasakan secara subjektif. Ingat , kebanyakan deskripsi
sifat dari nyeri sulit ditafsirkan .
v
Seperti
apa rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien ?
v
Bagaimana
sifat nyeri yang digambarkan pasien ?
|
Keluhan nyeri kram pada
abdomen ,atau perasaan nyeri seperti perut dipulas – pulas . Perubahan dalam
karakter nyeri dapat menunjukkan perkembangan komplik yang lebih serius
(misalnya rasa sakit yang terus – menerus )
|
Regiaon
radiaton relief
|
Pengkajiaan untuk
mengidentifikasi letak nyeri secara tepat,adanya radiasi dan penyebaran
nyeri.
v
Dimana (
dan tunjukan dengan satu jari ) rasa paling nyeri hebat mulai dirasakan?
v
Apakah
rasa nyeri menyebar pada area sekitar nyeri?
|
Seringkali , pasien
melaporkan petunjuk kerkiraan lokasi dan sifat dari obstruksi . Pasien
biasanya hanya menunjuk pada bagian abdomen area rasa nyerinya.
Pada penyebaran nyeri
dilaporkan dari pusat abdomen yang meradiasi seluruh abdominal
|
Severity
(scale) of pain
|
Pengkajian untuk mentukan
seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien,bisa berdasarkan skala nyeri
/gradasi dan pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya. Berat ringannya suatau keluhan nyeri bersifat subjektif.
v Seberapa berat keluhan nyeri yang dirasakan
v Dengan menggunakan rentang 0 – 4 biarkan pasien akan menilai seberapa
jauh rasa nyeri yang dirasakan .
Keterangan :
0 : tidak ada nyeri
1: myeri ringan
2: nyeri sedang
3:nyeri berat
4: nyeri berat sekali/tidak tertahankan
|
Skala nyeri pada pasien
ulkus peptikum bervariasi pada rentang 3-4 ( nyeri berat sampai nyeri tak
tertahankan)
Perbedaan skala nyeri ini
dipengaruhi oleh berbagai factor meliputi : tingkat kerusakan mukosa akibat
respons obstruksi usus halus dan bagaimana pola pasien dalam menurunkan
respons nyeri.
|
Time
|
Pengkajian
untuk mendeteksi berapa lama nyeri berlangsung ,kapan ,apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
v
Kapan
nyeri muncul ( onset )?
v
Tanyakan
apakah gejala timbul mendadak ,perlahan – lahan atau seketika itu juga?
v
Tanyakan
apakah gejala – gejala timbul secara terus – menerus atau hilang timbul (
intermiten )
|
Keluhan nyeri terjadi pada
beberapa pasien bervariasi
Onset nyeri bersifat
mendadak dan kemudian nyei secara terus – menerus tidak berkurang.
|
Keluhan lainnya yang dilaporkan adalah gangguan
gastrointestinal seperti mual,muntah ,diare (pada fase awal obstruksi ) dan
konstipasi disertai keluhan tidak bisa flatus.
Riwayat penyakit yang perlu dikaji tentang adanya
riwayat pembedahan abdominal,trauma abdomen,infeksi abdominal khususnya
peritonitis,riwayat tumor dan keganasan terutama pada ovarium dan kolon.
Pengkajian psikososial akan didapatkan
peningkatan kecemasan ,serta perlunya pemenuhan informasi intervensi
keperawatan dan pengobatan.pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan
manifestasi klinik.
Pada pemeriksaan fisik focus akan didapatkan hal
– hal berikut :
Inspeksi : tanda khas didapatkan adanya
distensi abdominal
Auskultasi : pada fase awal didapatkan peningkatan bising usus sebagai usaha untuk mengatasi
obstruksi dan bila tidak didapatkan bising usus dicurigai adanya kondisi
perforasi.
Perkusi : bunyi timfani akibat abdominal
mengalami kembung
Palpasi : teraba masa pada abdominal ,lebih
sering didapatkan pada kuadaran kanan bawah.
Pengkajian diagnostic yang dapat
membantu,meliputi pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya gangguan
elektrolit atau metabolic ,foto polos abdomen dengan dua posisi,yaitu posisi
tegak dan posisi baringuntuk mendeteksi obstruksi intestinal pola gas
usus,serta USG untuk mendeteksi kelainan intraabdominal. Pemeriksaan dengan
kontras tidak dilakuakn apabila konsisi klinis sudah mengarah pada peritonitis
( Hryhorczuck, 2009 ).
Pengkajian Penatalaksanaan Medis
1. Intervensi ageresif pada fase awal terdiri atas
resusitasi cairan , dekompresi usus, administrasi analgesia dan antimuntah
sesuai klinis,antibiotic,dan konsultasi bedah awal.
2. Intervensi bedah dengan laparoskopi atau
laparotomi terbuka untuk mengurangi waktu rawat di rumah sakit ,kecepatan
pemulihan dan mengurangi morbiditas.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d distensi abdomen ,iritasi intestinal
,respons pembedahan
2. Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d keluar
cairan tubuh dari muntah ,ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal.
3. Aktual
/ resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
intake makanan yang kurang adekuat
4. Resiko tinggi infeksi b.d adanya port dee entrée
luka pascabedah laparoskopi atau laparotomi
5. Konstipasi b.d penyempitan kolon ,sekunder
abstruksi mekanik
6. Resiko gangguan tumbuh kembang b.d perubahan
kondisi psikososial anak selama dirawat sekunder dari kondisi sakit
7. Kekurangan volume cairan b.d resiko syok hipovolemik
8. Kecemasam b.d prognosis penyakit misinterpretasi
informasi rencana pembedahan
9. Resiko injuri b.d pascaprosedur bedah
,iskemia,nekrosi dinding intestinal sekunder dari konsisi obstruksi usus halus
10. Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi
diagnostic ,rencana pembedahan dan rencana perawatan rumah
3.
RENCANA KEPERAWATAN
NO
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
|
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC)
|
INTERVENSI (NIC)
|
1
|
Nyeri
b.d distensi abdomen ,iritasi intestinal ,respons pembedahan
|
Setelah
di lakukan tindakan keperawatan selama
1
x 24 jam nyeri berkurang / hilang atau teradaptasi dengan Kriteria
evaluasi :
-
Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi
-
Penurunan intensital kolik abdominal
-
Skala nyeri 0-1(0-4)
-
Dapat mengidentifikasi aktivitas yang dapat meningkatkan atau
menurunkan nyeri.
-
Pasien tidak gelisah atau pada anak tidak rewel
|
-
Kaji respons nyeri dengan pendekatan PQRST.
-
Lakukan manajeman nyeri keperawatan :
v Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.
v Atur posis fisiologis.
v Beri oksigen nasal.
v Lakukan pemasangan selang nasogastrik .
v Lakukan teknik distraksi pada saat nyeri.
v Hadirkan orang terdekat.
v Dorong ambulasi dini.
v Anjurkan menggunakan metode relaksasi nafas
dalam pada saat nyeri.
v Manajemen lingkungan nyaman,batasi pengunjung
dan istirahatkan pasien.
v Lakukan manajemen sentuhan
-
Tindakan pengetahuan tentang : sebab – sebabnyeri dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung
-
Kolaborasi dengan timmedis
dengan pemberian analgetik.
|
2
|
Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d
keluar cairan tubuh dari muntah ,ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal.
|
Setelah
di lakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit denganKriteria evaluasi :
-
Pasien tidak mengeluh pusing TTV dalam batas normal,kesadaran optimal
-
Membrane mukosa lembab,tugor kulit normal ,CRT < 3 detik
Laboratorium : nilai elektrolit normal ,analisis gas darah normal.
|
-
Intervensi pemenuhan cairan :
v Identifikasi factor penyebab ,awitan ( onset
),spesifikasi usia dan adanya riwayat penyakit lain .
v Kolaborasi skor dehidrasi.
v Hindari intake cairan melalui oral.
v Lakukan pemasangan IVFD.
v Dokumentasi dengan akurat tentang asupan dan
haluaran cairan.
v Bantu pasien apabila muntah.
-
Intervensi pada penurunan kadar elektrolit
v Evaluasi kadar elektrolit serum.
v Dokumentasikan perubahan klinik dan laporkan
dengan tim medis.
-
Monitor khusus ketidakseimbangan elektrolit pada lansia.
-
Kolaborasi dengan tim medis terapi farmakologis.
-
Antiemetic ( anti muntah ).
|
3
|
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang kurang adekuat
|
Setelah di lakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam di harapkan pasien dapat menunjukkan
status gizi asupan makanan dan cairan yang di tandai dengan :
-
Menyatakan keinginan untuk
mengikuti diet.( teratur).
-
Toleransi terhadap diet
yang di anjurkan.
-
Mempertahankan masa tubuh
dan berat badan dalam batas normal.
|
-
Ketahui makanan kesukaan
pasien.
-
Tentukan kemampuan pasien
untuk memenuhi kebtuhan nutrisi.
-
Pantau kandungan nutrisi dan
kalori pada catatan asupan.
-
Timbang pasienpada
interval yang tepat.
-
Berikan informasi yang
tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
|
4
|
Resiko tinggi infeksi b.d adanya port dee
entrée(mikro organisme) luka pascabedah laparoskopi atau
laparotomi.
|
Setelah di lakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam di harapkan tidak
terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada intergritas jaringan lunak dengan
kriteria evaluasi :
-
Jahitan dilepas pada hari ke-12
tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka pembedahan.
-
Leukosit dalam batas normal, TTV
dalam batas normal.
|
-
Kaji jenis pembedahan, hari
pembedahan, dan apakah adanya order khusus dari tim dokter bedah dalam
melakukan perawatan luka.
-
Lakukan perawatan luka :
·
Lakukan perawatan luka steril
pada hari kedua pascabedah dan diulang setiap hari sekali pada luka abdomen.
·
Lakukan perawatan luka pada
drain.
|
5
|
Konstipasi b.d penyempitan kolon ,sekunder abstruksi mekanik
|
Setelah di lakukan
tindakan keperawtan selama 2x24 jam di harapkan pasien dapat BAB secara
normal dengan kriteria evaluasi ;
-
Pola eliminasi dalam
rentang yang di harapkan ; feses lembut dan berbentuk.
-
Mengeluarkan feses tanpa
bantuan.
-
Mengonsumsi cairan dan
serat dngan adekuat.
|
-
Konsultasikan pada ahli
gizi untuk menigkatkan serat dan cairan dalam diet.
-
Instruksikan pasien dalam
bantuan eliminasi defekasi yang akan meningkatkan pola defekasi yang optimal
di rumah.
-
Ajarkan kepada pasien
tentang efek diet pada eliminasi.
|
6
|
Resiko gangguan
tumbuh kembang b.d perubahan kondisi psikososial anak selama dirawat sekunder
dari kondisi sakit
|
Setelah di lakukan
tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam di harapkan orang tua memahami tentang
kondisi tumbuh kembang anak dengan kriteria evaluasi :
-
Pasien dapat menunujkkan
metode dan cara menghindari gangguan tumbuh kembang anak.
-
Secara subjektif orang tua
menyatakan motivasi kuat untuk ikut serta dalam pemenuhan kebutahan tumbuh
kembang anak.
|
-
Kaji tingkat pengetahuan
orang tua tentang kondisi tumbuh kembang normal.
-
Buat janji atau waktu yang
tepat untuk pemenuhan kesehatan tumbuh kembang anak.
-
Ajarkan kepada orang tua
tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai usia
anak.
-
Berikan penjelasan faktor
yang menyebabkan lambatnya perkembangan anak.
-
Lakukan pemberian
makanan/minuman sesuai program terapi diet pemulihan.
|
7
|
Kekurangan volume cairan b.d resiko syok hipovolemik
|
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam di harapkan
keseimbangan air dalam ruang intrasel dan ekstrasel tubuh dengan kriteria
evaluasi :
-
Menampilkan hidrasi yang
baik (membran mukosa lembab, dan mampu berkeriangat)
-
Memiliki asupan cairan
oral dan intravena yang adekuat
|
-
Pantau warna, jumlah, dan
frekuensi kehilangan cairan
-
Anjurkan pasien untuk
menginformasikan perawat bila haus
-
Tentukan jumlah cairan
yang masuk dalam waktu 24 jam, hitung asupan yang diinginkan sepanjang siang,
sore dan malam hari.
|
4.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah tindakan keperawatan
adalah sebagai berikut :
1. Nyeri terkontrol atau teradaptasi
2. Kondisi cairan tubuh optimal
3. Pasien tidak mengalami injuri pascaprosedur bedah
,pascareduksi enema barium dan terjadi penurunan risiko perforasi atau
peritonitis
4. Tidak terjadi syok hipovolemik selama asuhan
keperawatan
5. Asupan nutrisi optimal
6. Tidak mengalami infeksi luka pascabedah
7. Kondisi konstipasi dapat menurun
8. Pemenuhan informasi optimal
9. Orang tua memahami dan memotivasi untuk ikut
serta dalam mencegah gangguan tumbuh kembang anak
10. Tingkat kecemasan pasien atau orang tua menurun.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Obstruksi
usus adalah gangguan pada aliran normal atau suatu blok saluran usus yang
menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau
fungsional yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Obstruksi usus
merupakan penyunbatan disaluran usus dank arena adanya kelaina anatomi pada
usus. Etiologi dari obstruksi ada dua yaitu secara mekanis dan nonmekanis. Tanda dan
gejala obstruksi usus halus gejala awal
biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung
bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul.
Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus. Sedangkan untuk obstruksi usus
besar nyeri perut yang bersifat kolik
dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya
jauh lebih rendah. Klasifikasi terbagi menjadi dua yaitu Obstruksi paralitik
(ileus paralitik atau paralitic ileus) dan Obstruksi mekanik atau mekanikal
obstruksi. Komplikasi obstruksi usus Perforasi usus dikarenakan obstruksi
yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen, Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan
volume plasma.
DAFTAR
PUSTAKA
Closky,
Bulaceck G. 2000. Nursing intervention classification (NIC). Mosby:
Philadelphia
Dermawan, dkk. 2010. Keperawatan medika bedah sistem pencernaan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Inayah, Iin. 2004. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pencernaan. Jakarta: Salemba Medika.
Johnson. 2000. Nursing outcome classification (NOC).
Mosby: Philadelphia
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman praktik keperawatan. Alih bahasa
Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta : EGC.
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner
& Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk.
Ed. 8. Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin et al. 1998. Patient care standards : nursing process, diagnosis, and outcome. Alih bahasa
Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson. 1994. Pathophysiology : clinical concepts of
disease processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Reeves, Charlene J et al. 2001. Medical-surgical nursing. Alih
Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin,Arif, Kumala ,Sari. 2011.Gangguan gastrointestinal Aplikasi Asuhan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba
Medika
Syaifuddin. 2006. Anatomi
fisiologi untuk mahasiswa keperawatan . Jakarta : EGC.
http://rikalolytaners.blogspot.com/2011/05/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html
0 komentar:
Posting Komentar