BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada
peritoneum ( lapisan membran serosa rongga abdomen ) dan organ didalamnya. (
Muttaqin, Arif. 2010 ).
Peritonitis adalah peradangan yang
biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum).
Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ-organ dalam
seperti perut dan dinding perut sebelah dalam. Peradangan
disebabkan oleh bakteri atau infeksi jamur membran ini.
Peritoneum adalah kantung dua lapis
semipermeabel yang berisi kira-kira 1500 ml cairan yang menutupi organ yang
berada dalam rongga abdomen karena bagian ini dipersarafi dengan baik oleh
saraf somatic, stimulasi peritoneum parietal yang membatasi rongga abdomen dan
pelvis menyebabkan nyeri tajam dan terlokalisasi. Peritonitis sering disebabkan
oleh infeksi peradangan lingkungan sekitar melalui perforasi usus seperti
rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan
lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia
yang iritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari
perforasi kantung empedu atau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan
peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau
rupturnya kista ovari.
B. Etiologi dan
Patogenesis
Penyebab
terjadinya Peritonitis adalah invansi kuman bakteri ke rongga peritoneum. Kuman
yang paling sering menyebabkan infeksi , meliputi gram negative : E. coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%, Pseudomonas
species, Proteus species, gram negative lainnya (20%) dan bakteri gram
positif seperti Streptococcus pneumonia
(15%), jenis Streptococcus lainnya (15%)
dan golongan Staphylococcus (3%). Mikroorgnaisme
anaerob kurang dari 5% (Cholongitas, 2005).
C. Patofisiologi
Periotonitis menyebabkan penurunan
aktivitas, fibrinolitik intra-abdomen (peningkatan aktivitas inhibitor
aktivator plasminogen) dan fibrin karantina dengan pembentukan adhesi
berikutnya. Produksi eksudat fibrinosa merupakan reaksi penting pertahanan
tubuh, tetapi sejumlah besar bakteri dapat dikarantina dalam matriks fibrin.
Matriks fibrin tersebut memproteksi bakteri dan mekanisme pembersihan oleh
tubuh (van Goor, 1998).
Efek utama (penahanan vs infeksi
persisten) dari fibrin mungkin berhubungan dengan tingkat kontaminasi bakteri
peritoneal. Pada studi bakteri campursan, hewan peritonitis mengalami efek
sistemik defrinogenisasi dan kontaminasi peritoneal berat menyebabkan
peritonitis berat dengan kematian dini (<48 jam) karena sangat sepsis
(Peralta, 2006).
Reaksi awal peritoneum terhadap
invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah
(abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu
dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita
fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi
cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan
tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel.
Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon
hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan
banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi
cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi
awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi
hipovolemia.
D. Manifestasi Kliniks
Gejala peritonitis tergantung pada
jenis dan penyebaran infeksinya. Gejala secara umum adalah muntah, hipertermi,
nyeri, terbentuk abses
E. Pengkajian
Pengkajian peritonitis terdiri atas
pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik, dan evaluasi diagnostic. Pada
anamnesis keluhan utama yang lazim
didapatkan adalah nyeri abdomen. Keluhan nyeri dapat bersifat akut, awalnya
rasa sakit sering kali membosankan dan kurang terlokalisasi ( Peritoneum
Viseral ) kemudian berkembang menjadi mantap, berat, dan nyeri lebih
terlokalisasi ( Peritoneum Parietal ). Jika tidak terdapat preses infeksi, rasa
sakit menjadi berkurang .
Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang,
didapat keluhan lainnya yang menyertai nyeri, seperti peningkatan suhu tubuh,
mual, dan muntah. Pada kondisi lebih berat akan didapatkan penurunan kesadaran
akibat syok sirkulasi dari septicemia.
Riwayat penyakit dahulu penting untuk dikaji
dalam menentukan penyakit dasar yang menyebabkan kondisi peritonitis. Pemeriksaan
fisik yang didapat kan sesuai dengan manifestasi kliniks yang muncul pada survey umum pasien terlihat
lemah dan kesakitan , TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan gangguan
hemodinamik. Bila telah terjadi peritonitis bacterial, suhu badan pasien akan
naik kurang lebih 38,5oC dan
terjadi takikardia, hipotensi, pasian tampak letargi, serta syok, takikardia
disebabkan oleh pelepasan mediator
inflamasi, sedangkan hipovolemia intravaskuler disebabkan oleh anoreksia dan
muntah, demam, serta kerugian ruang ketiga kerongga peritoneum. Dengan
dehidrasi yang progesif,
pasien mungkin menjadi hipotensi,dan menunjukkan adanya urine output
serta peritonitis yang berat.
Pada pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan
:
Inspeksi : Pasien
terlihat kesakitan dan lemah. Distensi abdomen didapatkan pada hampir semua
pasien dengan peritonitis menunjukkan peningkatan ketakutan dinding perut.
Pasien dengan peritonitis berat sering mnghindari semua gerakan dan menjaga
pinggul tertekuk untuk mengurangi ketegangan pada dinding perut. Perut sering mengembang
disertai tidak adanya bising usus. Temuan ini mencerminkan ileus umum.
Terkadang , pemeriksaan perut juga mengungkapkan peradangan massa.
Auskultasi : Penurunan
atau hilangnya bising usus merupakan salah satu tanda ileus obstruktif.
Palpasi : Nyeri
tekan abdomen ( tenderness )
peningkatan suhu tubuh, adanya darah atau cairan dalam rongga peritoneum akan
memberikan tanda-tanda rangsangan peritoneum. Rangsangan peritoneum menimbulkan
nyeri tekan dan defans muscular. Pekak hati dapat menghilangkan akibat udara
bebas dibawah diafragma. Pemeriksaan rectal dapat memunculkan nyeri abdomen ,
colok dubur kearah kanan mungkin mengidikasikan apendisitis, dan apabila bagian
anterior penuh dapat mengindikasikan sebuah abses. Pada pasien wanita ,
pemeriksaan bimanual vagina dilakukan untuk mendeteksi penyakit radang panggul
( misalnya endomeritis, salpingo-ooforitis, abses tuba-ovarium ). Akan tatapi
temuan sering sulit di interprestasikan dalam peritonitis berat
Perkusi : Nyeri
ketuk dan bunyi timpani terjadi akibat adanya flatulen.
Ketika
mengevaluasi pasien dengan dugaan peritonitis harus melakuakan pemeriksaan
fisik secara lengkap adalah penting. Penyebaran proses infeksiketoraks dengan
iritasi diafragma ( misalnya : empiema ), proses penyebaran ekstraperitonetal (
misalnya : pielonefritis, sisititis, retensi urine akut ), dan proses
penyebaran kedinding abdomen ( misalnya : infeksi, rektus hematom ) dapat
meniru tanda-tanda tertentu dan gejala peritonitis.
Pengkajian pemeriksaan diagnostic
terdiri atas pemeriksaan laboratorium,pemeriksaan radiografik, dan USG.
Pengkajian Penatalaksanaan
Medis
Secara umum tujuan
dari penatalaksanaan medis meliputi hal-hal sebagai berikut ( Bandy, 2008 )
1.
Untuk mengontrol sumber infeksi
2.
Untuk menghilangkan bakteri dan
toksin
3.
Untuk menjaga fungsi system
organ
4.
Untuk mengontrol proses
peradangan
Intervensi yang dilaksanakan meliputi
hal-hal sebagai berikut ( Peralta,2006 )
1.
Terapi antibiotik sistemik
2.
Perawatan intensif dengan
pemantauan hemodinamik, paru-paru, dan ginjal
3.
Nutrisi dan metabolik suport
4.
Terapi modulasi respons
peradangan
Diagnosa keperawatan
1.
Aktual/resiko tinggi syok
hipovolemik b.d penurunan volume darah , sekunder dari syok sepsis.
2.
Pemenuhan informasi b.d. adanya
evaliasi diagnostik, rencana pembedahan, dan rencana perawatan rumah.
3.
Resiko injuri b.d.
pascaprosedur bedah laparatomi.
4.
Nyeri b.d. intestinal, respon
pembedahan
5.
Aktual/resiko ketidakefektifan
bersihan jalan nafas b.d kemampuan batuk menurun, nyeri pascabedah.
6.
Aktual/resiko tingggi
keridakseimbangan nutrisi kerang dari kebutuhan tubuh b.d. kurangnya asupan
makanan yang adekuat.
7.
Resiko ketidakseimbangan cairan
tubuh b.d. keluarnya cairan tubuh dari
muntah.
8.
Resiko tinggi infeksi b.d.
adanya port de entere luka
pascabedah.
9.
Kecemasan b.d prognosis penyakit,
misinterprestasi informasi, rencana pembedahan.
Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan disusun sesuai dengan
tingkat toleransi individu. Pada pasien peritonitis, intervensi pada nasalah
keperawatn actual/resiko tinggi syok hipovolemik
Dapat disesuaikan
dengan masalah yang sama pada asuhan keperawatan pasien gastroenteritis. Untuk
maslah keperawatan actual/resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat
disesuaikan pada intervensi pasien dengan pascabedah gastrektomi . untuk
Intervensi masalah nyeri, nutrisi, kecemasan, dan pemenuhan infornasi dapat
disesuaikan dengan intervensi masalah nyeri pada pasien divertikulasi.
Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektroit b.d. keluarnya
cairan dari muntah yang berlebihan
|
|
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam tidak
terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria evaluasi :
-
Pasien tidak mengeluh pusing,
membran mukosa lembab, turgor kulit normal, TTV dalam batas normal, CRT >3
detik, urine >600ml/hari.
-
Laboratorium : nilai
elektrolit normal, normal hematoroit dan protein serum meningkat,
BUN/kreatinin menurun.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Monitoring status
cairan ( turgor kulit, membran mukosa, urine output )
|
Jumlah dan tipe cairan
pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurun volume cairan
mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada produksi
urine, apabila <600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok
hipovolemki.
|
Kaji sember kehilangan
cairan.
|
Kehilanagan cairan dari
muntah dapat disertai dengan keluarnya natrium via oral yang juga akan
meningkatkan risiko gangguan elektrolit.
|
Auskultasi TD.
|
Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemik yang memberikan
manifestasi sudah terlibatnya system kardiovaskular untuk melakukan
kompensasi mempertahankan tekanan darah.
|
Kaji warna kulit, suhu,
siagnosis, nadi perifer, dan diaphoresis secara teratur.
|
Mengetahui pengaruh
adanya peningkatan tahanan perifer.
|
Kolaborasi :
-
Pertahanan pemberian cairan
secara intravena.
-
Evaluasi kadar elektrolit
|
Jalur yang paten
penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan
intake dan output cairan.
Sebagai deteksi awal
menghindari gangguan elektrolit sekunder dari pasien peritonitis.
|
Resiko injuri b.d. pascaprosedur laparatomi
|
|
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam pascaintervensi reseksi kolon pasien tidak mengalami injuri.
Kriteria evaluasi :
-
TTV dalam
batas normal
-
Kondisi
kepatenan selang dada optimal.
-
Tidak
terjadi infeksi pada insisi.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji faktor-faktor
meningkatkan resiko injuri
|
Pascabedah akan terdapat
drain pada tubuh pasien. Keterampilan keperawatan kritis diperlukan agar
pengkajian vital dapat sistemais dilakukan.
|
Monitor adanya
pascabedah.
|
Perawat memonitor adanya
komplikasi pascabedah dan abdomen dipantau terhadap tanda kembalinya
peristaltik dan kaji karekteristik feses.
|
Bantu ambulasi dini.
|
Pasien yang menjadi
laparatomi dilakukan ambulasi dini pada awal pascabedah. Intervensi ambulasi
dilakukan secara bertahap, mulai memberikan posisi setengah duduk, miring, kanan-kiri yang bertujuan untuk mempercepat pemulihan saluran intestinal
pascabedah.
|
Pertahankan status
hemodinamik yang optimal
|
Pasien akan mendapat
cairan intervena sebagai pemeliharaan status hemodinami. Selama 48 jam, pasien akan terpasang monitoring untuk memudahkan kontrol terhadap status
hemodinamik.
|
Monitor kondisi selang
nasogastrik.
|
Secara umum pasien
pascalaparatomi akan terpasang selang nasogastrik. Perawat berusaha untuk tidak mengubah posisi,
mengangkat, atau memanipulasi. Setiap
penggantian sif, perawat melakukan
irigasi selang untuk memudahkan pengeluaran komponen yang menggangu
gastrointestinal.
|
Resiko injuri b.d. pascaprosedur laparatomi
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Bantu menyangga sekitar
luka pasien pada saat latihan batuk efekitif atau ajarkan menggunakan bantal
apabila pasien akan batuk.
|
Menurunkan tarikan pada
kulit akibat peningkatan dari
intraabdomen sekunder dari batuk,di mana cara ini akan menurunkan stimulasi nyeri dan pasien mendapat
dukungan, serta kepercayaan diri untuk melakukan pernapasan diafgrama karena
pada kondisi klinik sebagian besar pasien pasabedah takut melakukan latihan
pernapasan diafgrama dan batuk efektif.
|
Dokumentasikan hasil
evaluasi selang drain,selang nasogastrik,kondisi luka, dan laporkan pada ahli
bedah apabila didapatkan ada perubahan.
|
Selang
nasogastrik secara fisiologis akan mengalirkan sisa pembedahan ke tempat
penampungan. Apabila terdapat
pembekuan akan memacetkan aliran dan mengganggu proses penyembuhan
.Perdarahan pascabedah terjadi apabila ada rangsang intraabdomen yang tinggi.
Perawat memonitor beberapa pasien yang
mempunyai risiko ini seperti pada pasien obesitas dan ada mempunyai masalah
pernapasan yang cenderung untuk batuk,di mana kondisi ini akan meningkatkan tekanan
intraabdomen.
|
Kolaborasi
untuk pemberian antibiotik pascabedah.
|
Antibiotik
menurunkan resiko infeksi yang akan menimbulkan reaksi inflamasi lokal dan
dapat memperlama proses penyembuhan pascafunduplikasi lambung.
|
Resiko infeksi b.d. adanya Port de entree dari
luka pembedahan
|
|
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan
pada intergritas jaringan lunak.
Kriteria evaluasi :
-
Jahitan dilepas pada hari
ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka
pembedahan.
-
Leukosit dalam batas normal,
TTV dalam batas normal.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji jenis pembedahan,
hari pembedahan, dan apakah adanya order khusus dari tim dokter bedah dalam
melakukan perawatan luka.
|
Mengidentifikasikan
kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan
|
Resiko tinggi infeksi
b.d. adanya port de entrée dari
luka pembedahan.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Buat kondisi dalam keadaan bersih dan kering.
|
Kondisi bersih dan kering akan menghindari kontaminasi komensal
dan akan menyebabkan respons inflamasi lokal dari akan memperlama penyembuhan
luka.
|
Lakukan perawatan luka :
·
Lakukan perawatan luka steril
pada hari kedua pascabedah dan diulang setiap hari sekali pada luka abdomen.
·
Lakukan perawatan luka pada
drain.
·
Buka balutan secara perlahan.
·
Bersihkan luka dan drainase
dengan cairan antiseptik jenis iodine providum dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.
·
Bersihkan bekas sisa iodine
providum dengan alkohol 70% atau normal salin dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar.
·
Tutup luka dengan kasa steril
dan tutup dengan plester adhesif yang menyeluruh menutupi kasa.
|
Perawatan luka sebaiknya tidak seriap hari untuk menurunkan kontak
tindakan dengan luka dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman
keluka bedah.
Drain pascabedah merupakan material yang dapat menjadi jalan masuk
kuman. Perawat melakukan perawatan luka setiap hari atau disesuaikan
Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman
sekitar luka dengan mengoptimalkan kelebihan dari iodine providum sebagai
antiseptik dari dengan arah dari dalam keluar dapat mencegah kontaminasi
kuman ke jaringan luka.
Antiseptik iodine providum mempunyai kelemahan dalam menurunkan
proses epitelisesi jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan luka, maka harus
dibersihkan dengan alkohol atau normal salin.
Penutupan secara menyuluruh dapat menghindari kontaminasi dari
benda atau udara yang bersentuhan dengan luka bedah.
|
Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entrée dari luka pembedahan.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Angkat drainase
pascabedah sesuai pesanan medis.
|
Pelepasan sesuai
indikasi bertujuan untuk menurunkan resiko
|
Kolaborasi penggunaan
antibiotik
|
Antibiotik injeksi
diberikan selama tiga hari pascabedah tiga hari pascabedah yang kemudian
dilanjutkan dengan antibiotik oral sampai jahitan dilepas. Peran perawat
mengkaji adanya reaksi dan riwayat alergi antibiotik, serta memberikan
antibiotik sesuai pesanandokter.
|
Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah
sebagai berikut.
1.
Tidak terjadinya syok
hipovelamik.
2.
Informasi kesehatan terpenuhi.
3.
Tidak mengalami injuri
pascaprosedur bedah laparatomi
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane
serosa rongga abdomen dan meliputi visera. Peritonitis adalah inflamasi
peritoneum, lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera
merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis.
Peritonitis adalah peradangan
peritoneum, selaput tipis yang melapisi dinding abdomen dan meliputi
organ-organ dalam. Peradangan disebabkan oleh bakteri atau infeksi jamur
membran ini. Patofisologi peritonitis adalah reaksi
awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi
usus.
Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :
Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara
intravena.
- Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas.
- Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.
- Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.
- Saran
Sebagai calon pearawat diharapkan kita dapat memahami penyakit peritonitis ini, dan
mampu mengatasi masalah peritonitis di masyarakat dengan melakukan berbagai
cara untuk mencegah peritonitis dan diharapkan mahasiswa/i dapat memberikan
asuhan keperawatan khususnya pada klien yang mengalami peritonitis yang sesuai
dengan apa yang dipelajari.
0 komentar:
Posting Komentar