BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Racun
adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung,
suntikan dan absorpsi melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup
dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius
fungsi hati atau lebih organ atau jaringan.(Mc Graw-Hill Nursing Dictionary)
Keracunan adalah masuknya zat
racun kedalam tubuh baik melalui saluran pencernaan, saluran nafas, atau
melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis.
Organofosfat
adalah insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida lainnya dan
sering menyebabkan keracunan pada manusia.Bila tertelan, meskipun hanya dalam
jumlah sedikit, dapat menyebabkan kematian pada manusia.Organofosfat menghambat
aksi pseudokholinesterase
dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada
sinapsisnya.Enzim tersebut secara normal menghidrolisis acetylcholine menjadi
asetat dan kholin.Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah acetylcholine
meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system
saraf pusat dan perifer.Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan
yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
Walaupun
memiliki sifat toksisitas yang tinggi, tetapi penggunaan organofosfat untuk
pengobatan pada manusia tetap dilakukan berbagai studi untuk mengambil efek
terapeutik dari organofosfat (Lindell, 2003).Pada sekitar tahun 1930 sintesis
penghambat kolineterase pertama kali dipakai untuk penyakit gangguan otonom
pada otot rangka pada pengobatan Parkinsonisme. Studi kemudian dilanjutkan pada
takrin yang merupakan penghambat kolineterase pertama pada pengobatan penyakit
Alzheimerdan dilepaskan pada pengobatan klinik pada tahun 1993 (Dyro, 2006)
B. ETIOLOGI
Sumber Racun
Sumber racun bermacam-macam
seperti polusi limbah industi yang mengandung logam berat, bahan makanan yang
terkontaminasi oleh kuman salmonella, sthapilococcus clostridium botulinum,
jamur beracun. Begitu pula berbagai macam obat jika diberikan melampaui dosis
normal tidak menyembuhkan penyakitnya melainkan memberikan efek samping yang
merupakan racun bagi tubuh.
Pada dasarnya semua bahan dapat
menyebabkan keracunan tergantung seberapa banyak bahan tersebut masuk kedalam
tubuh. Bahan-bahan yang dapat menyebabkan keracunaan adalah :
1. Obat-obatan : Salisilat,
asetaminofen, digitalis, aminofilin
2. Gas toksin : Karbon monoksida,
gas toksin iritan
3. Zat kimia industri : Metil
alkohol, asam sianida, kaustik, hidrokarbon
4. Zat kimia pertanian :
Insektisida
5. Makanan : Singkong, Jengkol, Bongkrek
6. Bisa ular atau serangga
Keracunan Insektisida
Keracunan organofosfat, salah
satu unsur insektisida (racun serangga), lebih sering dijumpai karena memang
banyak dipakai. Organofosfat sering dicampur dengan bahan pelarut minyak tanah.
Dengan demikian, pada keracunan ini harus diperhatikan tanda-tanda dan
penatalaksanaan keracunan minyak tanah selain akibat organofosfat itu sendiri.
* GEJALA KLINIS
Terjadi proses sekresi atau
keluarnya air mata secara berlebih, urinasi, diare, gejala kerusakan lambung,
miosis (pengecilan ukuran manik mata), dan bronkokonstriksi (penyempitan
bronkus) dengan sekresi berlebihan. Disamping itu, anak tampak sesak dan banyak
mengeluarkan lendir serta mulutnya berbusa. Bisa juga terjadi bradikardia atau
perlambatan denyut jantung, hingga kurang dari 60 kali per menit. Gejala
lainnya adalah hiperglikemia (konsentrasi gula darah yang tinggi), kejang,
penurunan kesadaran sampai koma.
* PERTOLONGAN PERTAMA
a.Setiap pasien
yang datang karena keracunan, maka yang harusdilakukan adalah :
1. Anamnese;
cari penyebab dan berapa banyak yang ditelan.
2. Nilai
kesadarannya, observasi tanda-tanda vital.
3. Bebaskan
jalan nafas, beri oksigen 3 –4 lt/menit.
b. Pasang infus
Dex 5 % /RD/RL
c. Berikan
injeksi SA 2 mg IV setiap 15 menit, dan diulangsampai ada gejala atropinisasi :
1) Muka merah
2) Mulut kering
3) Tahikardi
4) Midriasis
d. Isap lendir
yang berlebihan dengan suction.
e. Cegah dan
perlambat terjadinya absorbsi dengan melakukan :
1) Beri minum
susu yang banyak.
2) Bila susu
belum tersedia, berikan air putih sebanyakbanyaknya.
3) Rangsang
supaya muntah, dengan cara; merangsangpharynx dan belakang lidah dengan
tongspatel.
4) Bila
kesadaran pasien menurun, maka cepat lakukanpemasangan NGT (Naso Gastric Tube).
f. Lakukan
lavage/bilas lambung dengan susu cair, kalau tidak ada atau belum tersedia
berikan air hangat 38 derajat Celciussebanyak 300 cc.Miringkan pasien ke
sebelah kiri agak setengah telungkup,pertahankan posisi ini selama prosedur
berlangsung.
g. Mulut dihisap
dengan suction catheter, mencegah terjadinyaaspirasi pada saat pasien muntah.
h.Lavage lambung
ini dilakukan terus sampai bersih, yangterbukti dari susu tidak mengandung
minyak lagi atau airsudah jernih.Prosedur ini tidak boleh ditunda-tunda, harus
segera dilaksanakan.Kalau susu/air hangat belum tersedia, lakukan dengan air
biasadulu. Dan pada akhir prosedur, lambung harus kosong dan NGTsementara
jangan dilepas dulu. Pada waktu melakukan bilaslambung, secara simultan dapat
diberikan mucolitik, mylanta sirup,atau injeksi Tagamet/Ulsikur 1 amp IV yang
diencerkan dandiberikan secara perlahan-lahan.Selain itu cegah pasien agar
tidak bertambah kedinginan, tetapi jangan diberi kompres panas, cukup
diberi selimut saja. Setelahkegawatan pasien telah diatasi, maka dianjurkan
padapasien/keluarga untuk dirawat
C.
Patofisiologi
Insektisida
bekerja dengan menghambat dan menginaktifasikan enzim asetilkolin
nesterase.Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan
oleh susunan syaraf pusat, ganglion autonom, ujung-ujung syaraf parasimpatis
dan ujung-ujung syaraf motorik.Hambatan asetilkolin nesterase menyebabkan
tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.
|
|
||||||||||
|
|||
D.
Manifestasi
Klinis.
E.
Gejala keracunan dapat dibagi
dalam dua golongan yaitu :
1.
Gejala muskarinik .
Hypersekresi kelanjar keringat, air mata, air liur, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Dapat juga ditemukan gejala nause, nyeri perut, diare, muntah, inkontinensia alvi dan urin, bronkokontriksi, miosis, bradikardi, dan hypotensi. Pada keracunan paration tidak selalu ditemukan miosis dan hypotensi.
Hypersekresi kelanjar keringat, air mata, air liur, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Dapat juga ditemukan gejala nause, nyeri perut, diare, muntah, inkontinensia alvi dan urin, bronkokontriksi, miosis, bradikardi, dan hypotensi. Pada keracunan paration tidak selalu ditemukan miosis dan hypotensi.
2.
Gejala nikotinik.
Twiching dan fasikulasi otot lurik dan kelemahan otot. Ditemukan pula gejala sentral seperti ketakutan, gelisah, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi, tremor dan kejang.
Twiching dan fasikulasi otot lurik dan kelemahan otot. Ditemukan pula gejala sentral seperti ketakutan, gelisah, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi, tremor dan kejang.
F. Komplikasi
Komplikasi keracunan selalu dihubungkan
dengan neurotoksisitas lama dan Organophosphorus – Induceddeleyed Neuropathy (
OPIDN ). Sindrom ini berkembang dalam 8 – 35 hari sesudah pajanan terhadap
organofosfat.
Kelemahan
progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kelemahan pada jari dan
kaki berupa food drop.
Kehilangan
sensori sedikit terjadi serta refleks tendon dihambat.
G. Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan laboratorium dengan
pemeriksaan lengkap ( urin, gula darah, cairan lambung, analisa gas darah,
darah lengkap, osmolalitas serum, elektrolit, urea N, kreatinin, glukosa,
transaminase hati ), EKG, Foto toraks/ abdomen, Skrining toksikologi untuk
kelebihan dosis obat, Tes toksikologi kuantitatif.
H.
Penatalaksanaan
Medis
1.
Penatalaksanaan kegawatan
Setiap keracunan dapat mengancam nyawa.Walaupun
tidak dijumpai kegawatansetiap kasus keracunan harus diberlakukan seperti
keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda vital seperti
jalan nafas/pernafasan, sirkulasi da penurunan kesadaran harus dilakukan secara
tepat dan seksama sehingga tindakan resusitasi yang meliputi ABC (
airway,breathing,circulatory) tidak terlambat dimulai.
2.
Penilaian klinis
Penatalaksanaan keracunan harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil penapisan toksikologi. Walaupun dalam sebagian kasus diagnosa etiologi sulit ditegakkan dengan penilaian dan pemeriksaan klinis yang cermat dapat ditemukan beberapa kelompok yang memberi arah ke diagnosa etiologi. Oleh karena itu pada kasus keracunan bukan hasil laboratorium yang harus diperhatikan tetapi standar pemeriksaan kasus di tiap rumah sakit juga perlu dibuat untuk memudahkan penanganan yang tepat guna. Beberapa keadaan klinis yang perlu mendapat perhatian karena dapat mengancam nyawa ialah koma, henti jantung, henti nafas dan syok. Upaya yang paling penting adalah ananmesis atau aloanamnesis yang rinci.
Penatalaksanaan keracunan harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil penapisan toksikologi. Walaupun dalam sebagian kasus diagnosa etiologi sulit ditegakkan dengan penilaian dan pemeriksaan klinis yang cermat dapat ditemukan beberapa kelompok yang memberi arah ke diagnosa etiologi. Oleh karena itu pada kasus keracunan bukan hasil laboratorium yang harus diperhatikan tetapi standar pemeriksaan kasus di tiap rumah sakit juga perlu dibuat untuk memudahkan penanganan yang tepat guna. Beberapa keadaan klinis yang perlu mendapat perhatian karena dapat mengancam nyawa ialah koma, henti jantung, henti nafas dan syok. Upaya yang paling penting adalah ananmesis atau aloanamnesis yang rinci.
Dekontaminasi
a)
Bila pelarut organofosfat
terminum ialah minyak tanah, tindakan untuk memuntahkan atau cuci lambung
sebaiknya dihindari untuk mencegah timbulnya pneumonia aspirasi. Bila pelarut
golongan organofosfat adalah air seperti halnya digunakan dipertanian tindakan
cuci lambung atau membuat pasien muntah dapat dibenarkan.
b)
Dilakukan pernapasan buatan bila
terjadi depresi pernapasan dan bebaskan jalan napas dari sumbatan.
c)
Bila racun mengenai kulit atau
mukosa mata bersihkan dengan air.
d)
Atropin dapat diberikan dengan
dosis 0,015 - 0,05 mg /kg bb secara intravena dan dapat diulangi setiap 5 – 10
menit sampai timbul gejala antropinisasi seperti muka merah, mulut kering,
takikardi dan midriasis. Kemudian diberikan dosis rumat untuk mempertahankan
atropinisasi ringan selama 24 jam. Protopan dapat diberikan pada anak dengan
dosis 0,25 g secara intravena sangat perlahan-lahan atau melalui ‘ivfd’.
e)
Pengobatan Supportif
BAB III
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian.
Pengkajian pada fase akut, meliputi pengkajian
adanya riwayat kontak dengan organofosfat, kaji berapa lama kontak tersebut,
kaji masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindrom toksis yang
ditimbulkan dan kapan terjadinya. Pada pemeriksaan fisik akut singkatan SLUDGE
adalah manifestasi penting pada pasien dengan intoksikasi organofosfat. SLUDGE (salivasi, lakrimasi, urinasi, defekasi, gangguan gastrointestinal,
dan emesis) merupakan manifestasi dari muskarinik (Eddleston, 2008).
Pengkajian pada fase akut dengan toksisitas
menegah sampai berat didapatkan adanya
kesukaran dalam bernafas, bunyi nafas tambahan wheezing, berkeringat banyak,
serta peningkatan produksi saliva dan air mata. Pada gastroitestinal didapatkan
adanya mual,muntah, keram abdomen, diare, gerakan invulumter pada proses
defekasi ,
Pengkajian laboroturium pada fase akut
meliputi : glukosa, BUN, kadar elektrolit, SGOT/PT, serta protrombin dengan
tujuan untuk mengevaluasi pengaruh intoksitasi
dengan fungsi system organ pemeriksaan enzim kolnestrerase pada plasma
dan sel darah merah dinilai ntuk diliat inhibisi kolinestrase . pemeriksaan
radiologi foto rontgen dilakukan untuk menilai adnya anspirasi peneumonia akibat muntah atau material lainnya.
Pemerikasaan EKG untuk memonitor kondisi visloiogis jantung dari adanya kondisi
iregularitas jantung.
Pengkajian penatalaksanaan medis
Resusitasi : apabila pasien datang dengan kondisi gagal kardiorespirasi,
maka prinsip awal melakukan resusitasi.
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernafasan dan nadi.
Untuk mencegah deplesi cairan, maka infuse dekstrose 5% diberikan. Pemeriksaan
EKG dan laborotorium juga dilaksanakan (srinivas,2005)
Pembedahan : pembedahan seperti trakeotomi dan aksestensi ventilator
umum dilakukan pada kasus toksisistas berat (eddleston, 2008).
Obat-obatan
a) Antiontum (antidotes) agen ini melakukan reaktivitasi kolinestrasi yang
menghambat akibat organofosfat , diantara ya: pralidoxime chloride
b) Antikolinergik agen ini digunakan untuk menurunkan manifestasi klinik
yang timbul dari intoksitasiorganofosfat misalnya : atropine
Penilaian awal ABCD dan
penanganan
A.Airway
Yang di nilai :
- Look : Ada gerak napas(ada,pernafasan 28x/menit),
- Listen : ada suara tambahan, pada kasus ini terdengar suara snoring (jatuh pangkal lidah)
- Feel : Ada atau tidaknya ekshalasi
Suara tambahan yang terdengar dapat berupa :
• Gurgling : sumbatan oleh cairan
• Stridor : sumbatan pada plika vokalis
• Snoring : sumbatan akibat jatuhnya pangkal lidah ke belakang
Penanganan Airway
Pada kasus ini untuk airway tidak bermasalah, hanya saja kita mesti harus memastikan juga bahwa memastikan tidak ada sumbatan jalan nafas dengan melakukan chin lift ataupun jaw trust. Karna pasien mengeluarkan busa dari mulutnya kalau bisa dilakukan pembersihan terlebih dahulu terhadap busa – busa yang mengumpul di mulut pasien. Jika airway telah terlaksa kita lanjutkan pada pemeriksaan breathing.
B. Breathing
Penilaian :
look : ada adanya terlihat penggunaan otot-otot bantu pernapasan
listen : Suara nafas pada kedua paru-paru
Feel : merasakan udara keluar dari mulut dan hidung
Penanganan Breathing
Jika terjadi takipneu setelah kita bebaskan jalan napas, mungkin terdapat masalah pada pernapasannya, saat terlihat retraksi otot-otot pernapasan tapi kedua gerak dada simetris, penanganan yang dapat kita berikan adalah pemberian terapi oksigen .
Indikasi terapi oksigen jangka pendek:
• Hipoksemia akut (PaO2< 60 mmHg: SaO2 < 90%) • Henti jantung dan henti napas • Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg) • Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat <18 mmol/L) C. Circulation Penilaian sirkulasi Tanda klinis syok : • Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah • Capillary refill time > 2 detik
• Nafas cepat
• Nadi cepat > 100
• Tekanan darah sistole < 90-100 • Kesadaran : gelisah s/d koma Penangan sirkulasi D. Disability Penilaian Disability Pemeriksaan neurologis singkat: • AVPU Penilaian sederhana ini dapat digunakan secara cepat A = Alert/Awake : sadar penuh V = Verbal stimulation :ada reaksi terhadap perintah P = Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri U = Unresponsive : tidak bereaksi • GCS (Glasgow coma scale) => GCS pada kasus 11
SECONDARY SURVEY
Anamnesis :
A : Alergi
M: Medikasi (obat-obat yang biasa digunakan)
P : Past Ilness (Penyakit Penyerta, Pregnancy)
L : last meal
E : Event/ Environment
Pemeriksaan Fisik : Head to Toe
Kepala
Vertebra servikalis dan leher
Toraks
Abdomen
Perineum/rektum/penis
Musculo-skeletal
Neurologis
Pemeriksaan penunjang
radiologi
Pemeriksaan Lba : darah, urine
Analisa gas darah
A.Airway
Yang di nilai :
- Look : Ada gerak napas(ada,pernafasan 28x/menit),
- Listen : ada suara tambahan, pada kasus ini terdengar suara snoring (jatuh pangkal lidah)
- Feel : Ada atau tidaknya ekshalasi
Suara tambahan yang terdengar dapat berupa :
• Gurgling : sumbatan oleh cairan
• Stridor : sumbatan pada plika vokalis
• Snoring : sumbatan akibat jatuhnya pangkal lidah ke belakang
Penanganan Airway
Pada kasus ini untuk airway tidak bermasalah, hanya saja kita mesti harus memastikan juga bahwa memastikan tidak ada sumbatan jalan nafas dengan melakukan chin lift ataupun jaw trust. Karna pasien mengeluarkan busa dari mulutnya kalau bisa dilakukan pembersihan terlebih dahulu terhadap busa – busa yang mengumpul di mulut pasien. Jika airway telah terlaksa kita lanjutkan pada pemeriksaan breathing.
B. Breathing
Penilaian :
look : ada adanya terlihat penggunaan otot-otot bantu pernapasan
listen : Suara nafas pada kedua paru-paru
Feel : merasakan udara keluar dari mulut dan hidung
Penanganan Breathing
Jika terjadi takipneu setelah kita bebaskan jalan napas, mungkin terdapat masalah pada pernapasannya, saat terlihat retraksi otot-otot pernapasan tapi kedua gerak dada simetris, penanganan yang dapat kita berikan adalah pemberian terapi oksigen .
Indikasi terapi oksigen jangka pendek:
• Hipoksemia akut (PaO2< 60 mmHg: SaO2 < 90%) • Henti jantung dan henti napas • Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg) • Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat <18 mmol/L) C. Circulation Penilaian sirkulasi Tanda klinis syok : • Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah • Capillary refill time > 2 detik
• Nafas cepat
• Nadi cepat > 100
• Tekanan darah sistole < 90-100 • Kesadaran : gelisah s/d koma Penangan sirkulasi D. Disability Penilaian Disability Pemeriksaan neurologis singkat: • AVPU Penilaian sederhana ini dapat digunakan secara cepat A = Alert/Awake : sadar penuh V = Verbal stimulation :ada reaksi terhadap perintah P = Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri U = Unresponsive : tidak bereaksi • GCS (Glasgow coma scale) => GCS pada kasus 11
SECONDARY SURVEY
Anamnesis :
A : Alergi
M: Medikasi (obat-obat yang biasa digunakan)
P : Past Ilness (Penyakit Penyerta, Pregnancy)
L : last meal
E : Event/ Environment
Pemeriksaan Fisik : Head to Toe
Kepala
Vertebra servikalis dan leher
Toraks
Abdomen
Perineum/rektum/penis
Musculo-skeletal
Neurologis
Pemeriksaan penunjang
radiologi
Pemeriksaan Lba : darah, urine
Analisa gas darah
2. Diagnosis Keperawatan
a.
Pola Nafas tidak efektif b.d.efek stimulasi nikotonink-muskarinink pada
system saraf pusat.
b.
Ketidakseimbangan cairan b.d.peningkatan hilangnya cairan tubuh.
c.
Resiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. tidak adekuatnya intake
nutrisi,ketidakinginan untuk makan.
3. Rencana asuhan keperawatan
No.
|
Waktu/tgl
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
|
Interensi (NIC)
|
Rasional
|
1
|
|
Pola Nafas tidak efektif b.d.efek stimulasi
nikotonink-muskarinink pada system saraf pusat.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan pola napas efektif dengan Kriteria Hasil:
-
Ekspensi dada simetris (5)
-
Napas pendek tidaka ada (5)
-
Tidak ada penggunaan otot bantu (5)
|
A. Pengkajian
1.
Monitor TTV setiap 15 menit untuk beberapa
jam.
B. Pendidikan
2.
Ajarkan batuk efektif, teknik pernapasan
dalam.
C. Kolaboratif
3.
Lakukan kolaborasi dengan psikiater klinis
D. Aktivitas mandiri
4.
Tinggikan kepala tempat tidur
|
1. Monitor TTV setiap 15 menit untuk beberapa jam dan
laporkan perubahannya segera kepada dokter. Catat tanda-tanda seperti muntah,
mual dan nyeri abdomen. Observasi feses dan urine serta pertahankan cairan,
intravena sesuai pesanan.
2. Memudahkan ekspansi paru dan mobilisasi sekresi untuk
mengurangi resiko atelektasis/pneumonia.
3. Jika keracunan sebagai suatu usaha untuk membunuh diri,
maka lakukan safety precaution, konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri
klinis. Pertimbangkan juga masalah kelainan kepribadian.
4. Menurunkan kemungkinan aspirasi,diafragma bagian bawah
meningkatkan inflasi paruh.
|
2
|
|
Ketidakseimbangan cairan b.d.peningkatan hilangnya
cairan tubuh.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam,di harapkan keseimbangan cairan adekuat dengan KH:
1. TTV stabil (5)
2. Turgor kulit normal (5)
3. Membran mukosa lembab
|
A.Pengkajian
1.Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan
B.Pendidikan
2. Anjurkan pasien untuk menginformasikan
perawat bila haus.
C.Kolaborasi
3.Kolaborasi dengan tim medis untuk
memberikan cairan parenteral.
D.Aktivitas Mandiri
4.Beriakan kembali pemasukan oral secara
berangsur-angsur
|
1.Dokumentasi yang akurat dapat membantu
dalam mengidentifikasi pengeluaran dan penggantian cairan
3.Cairan parenteral dibutuhkan untuk
mendukung volume cairan/mencegah hipotensi.
4.Pemasukan peroral bergantung pada
pengembalian gungsi gastrointestinal
|
3
|
|
Resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. tidak adekuatnya
intake nutrisi,ketidakinginan untuk makan.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
nutrisi terpenuhi dengan Kriteria Hasil:
1.
Pasien dapat mempertahankan status nutsisi
yang adekuat (5)
|
A. Pengkajian
1.
Kaji status nutrisi pasien, turgor kulit,
BB, dan derajat penurunan BB, integritas mukosa oral, kemampuan menelan,
riwayat mual muntah dan diare
B. Pendidikan
2.
Anjurkan pasien untuk berpartisipasi dalam program
kegiatan/latihan
C. Kolaboratif
3.
Kolaborasi dengan ahli
diet untuk menetapkan komposisi dan
jenis diet yang tepat.
D. Aktivitas mandiri
4. berikan makan
dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
|
1. Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk
menetapkan pilihan intervensi yang tepat.
2. Dapat meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
3. Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan
status hipermetabolik pasien
4. Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa
adanya distraksi/gangguan dari luar
|
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Racun
adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung,
suntikan dan absorbsi melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup
dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius
fungsi hati atau lebih organ atau jaringan. (Mc Graw-Hill Nursing
Dictionary)
Pada dasarnya semua bahan dapat
menyebabkan keracunan tergantung seberapa banyak bahan tersebut masuk kedalam
tubuh. Bahan-bahan yang dapat menyebabkan keracunaan adalah
1) Obat-obatan
: Salisilat, asetaminofen, digitalis, aminofilin
2) Gas
toksin : Karbon monoksida, gas toksin iritan
3) Zat
kimia industri : Metil alkohol, asam sianida, kaustik, hidrokarbon
4) Zat
kimia pertanian : Insektisida
5) Makanan
: Singkong, Jengkol, Bongkrek
6) Bisa
ular atau serangga
SARAN
Untuk mencegah diri dari keracunan organofosfat ini sebaiknya di
sarankan untuk melakukan Tindakan perawatan spesifik bertujuan :
Pencegahan terjadinya keracunan
Memperthankan saluran pernafasan yang bersih
Daftar
Pustaka
Muttaqin,A.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien Sistem
Gastrointestinal Jakarta: Salemba Medika.
0 komentar:
Posting Komentar