BAB
II
PEMBAHASAN
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Refluks gastroesofagus merupakan kembalinya isi lambung ke esophagus
atau lebih proksimal. Isi lambung tersebut dapat berupa asam lambung, udara
maupun makanan (Resto, 2000). Refluks gastroesofagus merupakan aliran balik isi
lambung atau duodenum ke dalam esophagus.
Esofagus adalah saluran yang menghubungkan mulut ke lambung. Otot
berbentuk cincin di bagian bawah esophagus (spinkter esophagus bawah) membuka
dan menutup agar makanan masuk ke dalam lambung. Spinkter ini membuka agar
udara dapat keluar setelah makanan masuk. Ketika spinkter membuka, isi lambung
masuk ke dalam esophagus, dan dapat keluar dari rongga mulut, menyebabkan
regurgitasi (aliran balik), meludah dan muntah.
B. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD
meliputi :
1.
Bersihan
asam dari lumen esofagus menurun. Disebabkan karena kemampuan esofagus untuk
membersihkan asam tersebut menurun, sedangkan asam semakin meningkat.
2.
Gangguan fungsi (relaksasi sementara
LES (Lower Esophageal Sphincter))
atau mekanikal (penurunan tekanan LES) menyebabkan peningkatan refluks
gastroesofagus.
3.
Komponen makanan (misalnya : kafein,
alcohol), obat-obatan dapat menurunkan tekanan LES
4.
Kegemukan, merupakan factor penting
yang mengontribusi refluks gastroesofagus yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intraabdomen.
5.
Usia, meskipun refluks
gastroesofagus dapat terjadi pada semua usia, tetapi pada usia lanjut kondisi
refluks gastroesofagus meningkat seiring dengan penurunan tekanan LES.
C. Patofisiologi
Episode refluks bervariasi
tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan hubungannya dengan makan.
Pada proses terjadinya refluks, sfingter esophagus bawah dalam keadaan
relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intraabdominal sehingga
terbentuk rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung mengalir atau
terdorong kuat ke dalam esofagus. Jika isi lambung mencapai esofagus bagian
proksimal dan sfingter esofagus atas berkontraksi, maka isi lambung tersebut
tetap berada di esofagus dan peristaltik akan mengembalikannya ke dalam
lambung. Jika sfingter esofagus atas relaksasi sebagai respon terhadap distensi
esofagus maka isi lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau nasofaring. Secara
ringkas dapat dilihat pada skema di bawah ini
mulut
|
laring
|
Ditelan kembali
|
muntah
|
Lumen trakeobronkial
|
Hidung
|
SEA terbuka
Peristaltik mengembalikannya ke lambung
|
Lumen esofagus
|
Tekanan
SEB
inadekuat
Isi lambung
D. Manifestasi klinis
Gejala
yang timbul kadang-kadang sukar dibedakan dengan kelainan fungsional lain dari
traktus gastrointestinal, antara lain:
1.
Rasa
panas di dada (heart burn). Heartburn adalah gejala khas yang paling umum dari GERD.
Hal ini dirasakan sebagai sensasi retrosternal pembakaran atau ketidaknyamanan
yang biasanya terjadi setelah makan atau ketika berbaring terlentang atau
membungkuk. Timbulnya keluhanini akibat ransangan kemoreseptor
(bagian yang berfungsi untuk menangkap rangsangan kimia yang larut pada air)
pada mukosa.
2.
Sendawa,
dikarenakan isi lambung yang keluar itu berupa udara.
3.
Mual,
dikarenakan lambung yang terlalu terisi penuh, sehingga gerak peristaltic lambung
tidak dapat bekerja secara maksimal.
4.
Muntah,
dikarenakan tekanan SEB (Spinkter Esofagus Bawah) mengalami penurunan. Sehingga
makanan yang tadinya berada di lambung keluar melalui mulut.
5.
Disfagia
yaitu gangguan menelan bisa disebabkan oleh paresis saraf pasialis atau
saraf hipoglosus dimana makanan sukar dipindah-pindahkan.
6.
Odinofagia yaitu
kondisi nyeri akut saat menelan,
disebabkan karena radang esofagus
atau esofagitis.
E. Pemeriksaan
Penunjang
1.
Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan
pemeriksaan pertama yang dipilih oleh evaluasi pasien dengan dugaan PRGE
(Penyakit Refluks Gastro Esofagus). Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu
disertai kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam
keadaan ini merupakan biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan,
striktur, dan berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).
2.
Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan
seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan.
Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE menunjukkan refluks barium secara
spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada keadaan yang lebih berat, gambar
radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, tukak, atau
penyempitan lumen.
3.
Tes Provokatif
a. Tes Perfusi Asam (Bernstein) untuk
mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus terhadap asam. Pemeriksaan ini dengan
menggunakan HCl
0,1 % yang dialirkan ke esofagus. Tes Bernstein yang negatif tidak memiliki
arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan nyeri asal esofagus. Kepekaan tes
perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus menurut kepustakaan berkisar antara
80-90%.
b. Tes Edrofonium
Tes farmakologis ini menggunakan
obat endrofonium yang disuntikan intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan
untuk menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman
gerak peristaltik esofagus secara manometrik untuk memastikan nyeri dada asal
esofagus.
4.
Pengukuran
pH dan tekanan esofagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian
bawah dapat memastikan ada tidaknya RGE (Refluks Gastro Esofagus), pH dibawah 4
pada jarak 5 cm diatas SEB (Spinkter Esofagus Bawah) dianggap diagnostik untuk
RGE. Cara lain untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah
menggunakan alat yang mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra
esofagus dan tekanan manometrik esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi
tanda serangan dada yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara
serangan dan pH esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa ini tes tersebut
dianggap sebagai gold standar untuk memastikan adanya
PRGE.
5.
Tes
PPI (proton pump inhibitor)
Golongan obat ini menyupresi
produksi asam lambung dengan menghambat molekul di kelenjar lambung yang bertanggung
jawab menyekresi asam lambung, biasa disebut pompa asam lambung (Lowe, 2004)
6.
Tes
Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio
isotop untuk penilaian pengosongan esofagus dan sifatnya non invasif
(Djajapranata, 2001).
7.
Pemeriksaaan
Esofagogram
Pemeriksaan ini dapat menemukan
kelainan berupa penebalan lipatan mukosa esofagus, erosi, dan striktur
(penyempitan).
F.
Penatalaksanaan
Pengobatan penderita PRGE terdiri dari :
1.
Tahap I
Bertujuan
untuk mengurangi refluks, menetralisasi bahan refluks, memperbaiki barrier anti
refluks dan mempercepat proses pembersihan esophagus dengan cara :
a. Posisi
kepala atau ranjang ditinggikan (6-8 inci)
b. Diet
dengan menghindari makanan tertentu seperti makanan berlemak, berbumbu, asam,
coklat, alkohol, dll.
c. Menurunkan
berat badan bagi penderita yang gemuk
d. Jangan
makan terlalu kenyang
e. Jangan
segera tidur setelah makan dan menghindari makan malam terlambat
f. Jangan
merokok dan hindari
obat-obat yang dapat menurunkan SEB (Spinkter Esofagus Bawah) seperti kafein,
aspirin, teofilin, dll.
2.
Tahap II
Menggunakan
obat-obatan, seperti :
a. Obat
prokinetik yang bersifat mempercepat peristaltik dan meninggikan tekanan SEB,
misalnya Metoklopramid : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan sebelum tidur
dan Betanekol : 0,1 mg/kgBB 2x sehari sebelum makan dan sebelum tidur.
b. Obat
anti-sekretorik untuk mengurangi keasaman lambung dan menurunkan jumlah sekresi
asam lambung, umumnya menggunakan antagonis reseptor H2 seperti Ranitidin : 2
mg/kgBB 2x/hari, Famotidin : 20 mg 2x/hari atau 40 mg sebelum tidur (dewasa),
dan jenis penghambat pompa ion hidrogen seperti Omeprazole: 20 mg 1-2x/hari
untuk dewasa dan 0,7 mg/kgBB/hari untuk anak.
c. Obat
pelindung mukosa seperti Sukralfat: 0,5-1 g/dosis 2x sehari, diberikan sebagai
campuran dalam 5-15 ml air.
d. Antasida
Dosis 0,5-1 mg/kgBB 1-2 jam setelah
makan atau sebelum tidur, untuk menurun-kan refluks asam lambung ke esofagus.
3.
Tahap III
Pembedahan
anti refluks pada kasus-kasus tertentu dengan indikasi antara lain mal-nutrisi
berat, PRGE persisten, dll. Operasi yang tersering dilakukan yaitu
fundo-plikasi Nissen, Hill dan Belsey.
yaitu dibuat semacam katup buatan pada pertemuan gastro-esofagus dengan menutup
atau merajut fundus gaster di sekitar bagian bawah esofagus.
G.
Komplikasi
Komplikasi
PRGE antara lain:
1. Esofagus
Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik. Barrett esophagus disebabkan oleh
gastro-esofagus penyakit refluks yang memungkinkan isi perut untuk merusak
sel-sel yang melapisi esophagus bagian bawah
2. Perdarahan saluran cerna akibat iritasi mukosa (selaput lendir).
3. Striktur
esophagus. Striktur esofagus
merupakan penyempitan lumen esofagus yang dapat menyebabkan keluhan disfagia.
Berdasarkan etiologinya, striktur esofagus dibedakan menjadi striktur esofagus
benigna dan maligna. Striktur esofagus benigna disebabkan oleh GERD, zat
korosif, web, radiasi, post anastomosis esofagus, sedangkan striktur esofagus
maligna disebabkan oleh keganasan baik dari dalam maupun dari luar esofagus
4. Aspirasi yaitu masuknya cairan atau isi lambung ke dalam
saluran nafas yang menyebabkan sesak nafas.
5. Esofagitis yaitu radang esophagus. Hal ini disebabkan
karena isi lambung yang keluar adalah asam lambung. Dimana asam ini akan
merusak mukosa esophagus dan memberikan gejala klinis.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Keluhan
utama
a.
Keluhan
pirosis (nyeri dengan sensasi terbakar pada esophagus)
b.
Dispepsia
atau indigesti (makanan tidak terurai menjadi serpihan kecil atau molekul
sehingga sulit digerakkan ke sepanjang saluran pencernaan.
c.
Disfagia
(gangguan menelan). Tentukan berapa lama keluhan muncul dan apakah disertai
dengan penurunan berat badan.
d.
Odinofagia
(nyeri saat menelan)
e.
Regugirtasi
(aliran balik). Keluhan material esophagus masuk ke dalam jalan napas.
2.
Pengkajian
psikologis
Sering
didapatkan kecemasan akan kondisi yang dialami. Perawat juga mengkaji factor
yang dapat menurunkan atau menambah keluhan. Kaji mengenai pengetahuan pasien
bagaimana cara pasien untuk menurunkan keluhan, apakah dengan mengobati sendiri
atau meminta pertolongan kesehatan.
3.
Tanda-tanda
vital
Meliputi
pemeriksaan :
a. Tekanan darah : sebaiknya diperiksa dalam
posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis.
b.
Respiratory rate
4.
Pola
Fungsi Keperawatan
a.
Aktivitas
dan istiraha
Data Subyektif:
Klien
mengatakan agak sulit beraktivitas karena nyeri di daerah epigastrium, seperti
terbakar.
Data obyektif :
Tidak
terjadi perubahan tingkat kesadaran.
Tidak
terjadi perubahan tonus otot.
b.
Eliminasi
Data Subyektif:
Klien
mengatakan tidak mengalami gangguan eliminasi.
Data obyektif:
Bising
usus menurun (<12x/menit)
c.
Makan/
minum
Data Subyektif:
Klien
mengatakan mengalami mual muntah.
Klien
mengatakan tidak nafsu makan.
Klien
mengatakan susah menelan.
Klien
mengatakan ada rasa pahit di lidah.
Data Obyektif:
Klien
tampak tidak memakan makanan yang disediakan.
d.
Sensori
neural
Data Subyektif:
Klien
mengatakan ada rasa pahit di lidah.
Data obyektif:
Status
mental baik.
e.
Nyeri
/ kenyamanan
Data Subyektif:
Klien
mengatakan mengalami nyeri pada daerah dada.
P
: nyeri terjadi akibat adanya peradangan pada esofagus (esofagitis).
Q
: klien mengatakan nyeri terasa seperti terbakar
R
: klien mengatakan nyeri terjadi pada daerah dada.
S
: klien mengatakan skala nyeri 8 (1-10).
T
: klien mengatakan nyerinya terjadi pada saat menelan makanan. Nyeri pada dada menetap.
Data
Obyektif:
Klien
tampak meringis kesakitan.
Klien
tampak memegang bagian yang nyeri.
Tekanan
darah klien meningkat
Klien
tampak gelisah
f.
Respirasi
Data
Subyektif :
Klien
mengatakan bahwa ia mengalami sesak napas.
Klien
mengatakan mengalami batuk
Data
obyektif:
Terlihat
ada sesak napas.
Terdapat
penggunaan otot bantu napas.
Frekuensi tidak berada pada batas
normal yaitu pada bayi >30 4 x/mnt
dan pada anak-anak > 20-26
x/menit.
Klien terlihat batuk.
g.
Keamanan
Data
Subyektif :
Klien mengatakan merasa cemas
Data
obyektif:
Klien tampak gelisah
h.
Interaksi
sosial
Data
Subyektif:
Klien mengatakan suaranya serak
Klien mengatakan agak susah
berbicara dengan orang lain karena
suaranya tidak jelas terdengar.
Data
obyektif:
Suara klien terdengar serak
Suara klien tidak terdengar jelas.
i.
Pemeriksaan
Fisik
1. Keadaan umum : Keadaan umum ini
dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien,
kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos
mentis, apathis, somnolent, sopor, koma dan delirium.
2. Pemeriksaan tanda vital : Meliputi
nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah, pernafasan (frekuensi, irama,
kedalaman, pola pernafasan) dan suhu tubuh.
3. Pemeriksaan kulit, rambut dan
kelenjar getah bening. Kulit : Warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterus,
pucat, eritema dan lain-lain), turgor, kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema.
Rambut : Dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik
lain. Kelenjar getah bening : Dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda
radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior, inguinal, oksipital dan
retroaurikuler.
4. Pemeriksaan kepala dan leher Kepala
: Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran kepala, rambut dan kulit kepala,
ubun-ubun (fontanel), wajahnya asimetris atau ada/tidaknya pembengkakan, mata
dilihat dari visus, palpebrae, alis bulu mata, konjungtiva, sklera, pupil,
lensa, pada bagian telinga dapat dinilai pada daun telinga, liang telinga,
membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran, hidung dan mulut ada tidaknya
trismus (kesukaran membuka mulut), bibir, gusi, ada tidaknya tanda radang,
lidah, salivasi. Leher : Kaku kuduk, ada tidaknya massa di leher, dengan
ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan
5. Pemeriksaan dada : Yang diperiksa
pada pemeriksaan dada adalah organ paru dan jantung. Secara umum ditanyakan
bentuk dadanya, keadaan paru yang meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan
nafas, ada/tidaknya fremitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas pada
saat perkusi didapatkan bunyi perkusinya, bagaimana(hipersonor atau timpani),
apabila udara di paru atau pleura bertambah, redup atau pekak, apabila terjadi
konsolidasi jarngan paru, dan lain-lain serta pada saat auskultasi paru dapat
ditentukan suara nafas normal atau tambahan seperti ronchi, basah dan kering,
krepitasi, bunyi gesekan dan lain-lai pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri
bawah, kemudian pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut
apeks/iktus kordis dan aktivitas ventrikel, getaran bising (thriil), bunyi
jantung, atau bising jantung dan lain-lain
6. Pemeriksaan abdomen : data yang
dikumpulkan adalah data pemeriksaan tentang ukuran atau bentuk perut, dinding
perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan
serta dilakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal, kandung kencing yang
ditentukan ada tidaknya dan pembesaran pada organ tersebut, kemudian
pemeriksaan pada daerah anus, rektum serta genetalianya.
7. Pemeriksaan anggota gerak dan
neurologis : diperiksa adanya rentang gerak, keseimbangan dan gaya berjalan,
genggaman tangan, otot kaki, dan lain-lain.
B.
Diagnosa
Diagnosa yang mungkin muncul adalah :
1.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
2.
Gangguan
menelan berhubungan dengan penyakit refluks gastroesofagus
3.
Nyeri
berhubungan dengan iritasi mukosa esofagus.
C.
Intervensi
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan dan criteria hasil
(NOC)
|
Intervensi
(NIC)
|
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan mual dan muntah
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam, klien dapat menunjukkan status nutrisi : asupan makanan dan cairan yang
ditandai dengan :
-
Memiliki
keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.
-
Memiliki
asupan cairan oral dan/atau intravena yang adekuat.
|
Pengkajian
1.
Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
2.
Timbang berat badan dan pantau kemajuannya
3.
Pertahankan keakuratan catatan asuhan dan haluaran
Pendidikan untuk pasien/keluarga
4.
Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus
Aktivitas Lain
5.
Bersihkan mulut secara teratur
6.
Tentukan jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam, hitung asupan yang
diinginkan sepanjang siang, sore, dan malam hari
7.
Tingkatkan asupan oral (misalnya, berikan cairan oral yang disukai
pasien, letakkan pada tempat yang mudah dijangkau, berikan sedotan, dan
berikan air segar), sesuai dengan keinginan.
8.
Berikan cairan, sesuai dengan kebutuhan.
|
Gangguan menelan
berhubungan dengan penyakit refluks gastroesofagus
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, klien dapat
menunjukkan perawatan diri : makan yang ditandai dengan :
-
Mengidentifikasi factor emosi/psikologis
yang memengaruhi menelan
-
Makan tanpa tersedak atau aspirasi
-
Tidak ada kerusakan otot tenggorok
atau fasial, menelan, menggerakkan lidah, atau reflex muntah
|
Pengkajian
1.
Pantau gerakan lidah klien saat makan
2.
Pantau adanya penutupan bibir saat makan, minum, dan menelan
3.
Kaji mulut dari adanya makanan setelah makan
Pendidikan untuk pasien/keluarga
4.
Ajarkan pasien untuk menggapai makanan di bibir atau di pipi dengan
menggunakan lidah
5.
Ajarkan pasien/pemberi perawatan tentang tindakan kegawatan terhadap
tersedak
Aktivitas kolaboratif
6.
Konsultasikan dengan ahli gizi tentang makanan yang mudah ditelan
7.
Kolaborasikan dengan ahli terapi wicara untuk mengajarkan keluarga
pasien tentang program latihan menelan
Aktivitas Lain
8.
Berikan perawatan mulut, jika diperlukan
9.
Bantu pasien untuk memposisikan kepala fleksi ke depan untuk
menyiapkan menelan.
|
Nyeri berhubungan dengan iritasi
mukosa esofagus.
P : nyeri terjadi disebabkan
karena terlambat makan.
Q : klien mengatakan nyeri terasa
seperti terbakar.
R : klien mengatakan nyeri terjadi
pada daerah dada.
S : klien mengatakan skala nyeri 8
(1-10).
T : klien mengatakan nyerinya
terjadi pada saat menelan makanan.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam, klien dapat menunjukkan nyeri efek merusak yang ditandai dengan :
-
Gangguan
kerja, kepuasan hidup atau kemampuan untuk mengendalikan.
-
Penurunan
konsentrasi
-
Terganggunya
tidur
-
Penurunan
nafsu makan atau kesulitan menelan
-
Mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah
nyeri
|
Pengkajian
1.
Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian.
2.
Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang konsisten dengan
usia dan tingkat perkembangan pasien
Pendidikan untuk pasien dan keluarga
3.
Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
pengurang nyeri tidak dapat dicapai
4.
Informasikan pada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri dan tawarkan saran koping
Aktivitas lain
5.
Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktifitas daripada nyeri/
ketidaknyamanan dengan melakukan pengalihan melalui televisi, radio, tape dan
kunjungan.
|
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Refluks
gastroesofagus adalah peristiwa masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang
terjadi secara intermiten pada setiap orang, terutama setelah makan. Berbagai
derajat Refluks Gastroesofagus (RGE), atau aliran balik isi lambung atau
duodenum ke dalam esophagus, adalah normal baik pada orang dewasa dan anak –
anak. Refluks berlebihan dapat terjadi karena sfingter esophagus bawah tidak
kompeten, stenosis pilorik, atau gangguan motilitas. Kekambuhan refluks tampak
meningkat sesuai pertambahan usus.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif
dan Kumala Sari. 2011. Gangguan
Gastrointestinal. Jakarta : Salemba Medika
http://arininacita.blogspot.com/2012/05/askep-gerd.html
0 komentar:
Posting Komentar