BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin)
disebut sebagai antigen. Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian
protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke
dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila
antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh disebut antibodi. Zat
anti terhadap racun kuman disebut antioksidan. Jadi pada dasarnya
reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk antibodi/antitoksin terhadap antigen,
tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum mempunyai “pengalaman” untuk mengatasinya.
Dengan cara reaksi antigen-antibody, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya
dapat menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal
(imun) terhadap penyakit tersebut.
Dari uraian ini, yang terpenting ialah bahwa dengan
imunisasi, anak anda terhindar dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan
pengobatan. Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini tubuh anak memberikan
reaksi perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun,
bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar
dari ancaman luar. Akan tetapi, setelah beberapa bulan/tahun, jumlah zat anti
dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuh pun menurun. Agar tubuh
tetap kebal diperlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak terseut
harus mendapat suntikan/imunisasi ulangan.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep Imunisasi dan Vaksinasi ?
2. Bagaimana Konsep SERA ?
3. Apakah yang dimaksud dengan Antitoksin ?
4. Apakah yang dimaksud dengan Antihistaminika ?
C.
Tujuan
1.
Memahami konsep
Imunisasi dan Vaksinasi.
2.
Memahami
Pengertian dari antitoksin.
3.
Memahami
Pengertian dari antihistaminika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. IMUNISASI DAN VAKSIN
1. IMUNISASI
Imunisasi adalah pemberian vaksin
untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Ada 2
jenis imunisasi, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Berikut ini akan
diuraikan perbedaan kedua jenis imunisasi tersebut.
Perbedaan yang penting antara jenis imunisasi aktif dan imunisasi pasif
ialah:
·
Untuk memperoleh kekebalan yang cukup,
jumlah zat anti dalam tubuh harus meningkat; pada imunisasi aktif diperlukan
waktu yang agak lebih lama untuk membuat zat anti itu dibandingkan dengan
imunisasi pasif.
·
Kekebalan yang terdapat pada imunisasi
aktif bertahan lama (bertahun-tahun), sedangkan pada imunisasi pasif hanya
berlangsung untuk 1 – 2 bulan.
·
Imunisasi aktif: tubuh anak sendiri
membuat zat anti yang akan bertahan selama bertahun-tahun.
·
Imunisasi pasif: tubuh anak tidak
membuat sendiri zat anti. Si anak mendapatnya dari luar tubuh dengan cara
penyuntikan bahan/serum yang telah mengandung zat anti.
·
Kekebalan yang diperoleh dengan
imunisasi pasif tidak berlangsung lama.
a.
Pelaksanaan Imunisasi
Dalam kebijakan melaksanakan imunisasi perlu
dipertimbangkan dua hal: (1) manfaat imunisasi beserta komplikasi atau efek
samping yang mungkin timbul, (2) akibat buruk dan bahaya penyakit tersebut.
b.
Jenis Imunisasi
Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan)
tentang Program Pengembangan Imunisasi (PPI), maka anak anda
diharuskan mendapat perlindungan terhadap 6 jenis penyakit utama, yaitu:
penyakit TBC (dengan pemberian vaksin BCG), difteria, tetanus, batuk rejan,
poliomielitis dan campak. Imunisasi lain yang dianjurkan di Indonesia pada saat
ini ialah terhadap penyakit kolera, tifus, paratifus A-B-C, rabies dan mungkin
terhadap hepatitis B.
Masih terdapat pertentangan terhadap pemberian
imunisasi anjuran ini, baik karena cara pemberiannya yang tidak praktis, mutu
vaksin yang belum memadai, maupun karena manfaatnya yang diragukan. Sekelumit
penjelasan akan diuraikan berikut ini. Manfaat imunisasi tifus dan paratifus
A-B-C cukup besar. Tetapi imunisasinya ringan dan tidak separah seperti pada
orang dewasa.
Program Pengembangan Imunisasi dari Pemerintah:
Mewajibkan anak anda mendapat imunisasi dasar terhadap
6 penyakit: TBC, difteria, tetanus, batuk rejan, polio dan campak. Imunisasi
terhadap penyakit lain (kolera, tifus, paratifus A-B-C, hepatitis B) tidak
diwajibkan, tetapi dianjurkan.
Bergantung kepada kebijakan pemerintah setempat, di
beberapa negara dapat dilaksanakan pemberian imunisasi terhadap penyakit campak
Jerman (rubela), penyakit gondong/bengok (parotitis), radang otak, demam
kuning, radang hati (hepatitis B) dan sebagainya. Di Indonesia penggunaan
vaksin tersebut secara menyeluruh masih memerlukan berbagai pertimbangan. Di
antara berbagai jenis hepatitis B akan mendapat prioritas utama. Dalam beberapa
tahun terakhir ini dilaporkan cukup banyak kasus “penyakit lever” atau kanker
hati. Penyakit ini disebabkan karena terinfeksinya penderita oleh virus
Hepatitis V.
Selanjutnya sedang dikembangkan dan diteliti
kemungkinan pemberian imunisasi terhadap berbagai penyakit malaria, penyakit
saluran nafas, demam berdarah dan penyakit keganasan/kanker. Khususnya terhadap
vaksin demam berdarah diharapkan dapat disajikan kepada masyarakat dalam kurun
waktu 10 tahun mendatang. Selain itu berbagai pusat penelitian mengusahakan
pula peningkatan muu terhadap vaksin yang sekarang telah beredar, misalnya
terhadap vaksin batuk rejan, kolera, tifus dan paratifus A-B-C.
c. Imunisasi Wajib Program Pengembangan Imunisasi (PPI)
Jenis imunisasi ini mencakup vaksinasi terhadap 6
penyakit utama, yaitu BCG, DPT, Polio dan Campak. Harus menjadi perhatian dan
kewajiban orang tua untuk memberi kesempatan kepada anaknya mendapat imunisasi
lengkap, sehingga sasaran Pemerintah agar setiap anak mendapat imunisasi dasar
terhadap 6 penyakit utama pada tahun 1990 dapat tercapai.
1)
Vaksin BCG
2)
Vaksin DPT
(Difteriaa, Pertusis, Tetanus)
3)
Vaksin
Difteria
4)
Vaksin tetanus
5)
Vaksin
Pertusis (Batuk rejan, Pertussis)
6)
Vaksin
Poliomielitis
7)
Vaksin Campak
(Morbili)
d. Imunisasi yang dianjurkan
Di Indonesia saat ini, dalam bidang imunisasi
Departemen Kesehatan masih memberikan prioritas utama terhadap 6 jenis penyakit
yang tergabung dalam Program Pengembangan Imunisasi. Sesuai dengan perkembangan
pola hidup masyarakat dan kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi, akan
terjadi pula perubahan dalam pola penyakit.
Dengan memperhatikan pola penyakit pada saat ini serta
kemungkinan perkembangannya pada kurun waktu 10-20 tahun mendatang, penulis
menggolongkan beberapa penyakit berikut ini ke dalam kelompok imunisasi
yang dianjurkan, yaitu penyakit: tifus, paratifus A-B-C, gondong/bengok,
rabies, campak Jerman (rubela) dan hepatitis B.
1)
Vaksin Tipa
(tifus, paratifus A-B-C)
2)
Vaksin Gondong
(Bengok, Parotitis)
3)
Vaksin Campak
Jerman (Rubella, German Measles)
4)
Vaksin MMR
(Measles, Mumps, Rubella)
5)
Vaksin Rabies
(Penyakit Gila Anjing)
6)
Vaksin
Hepatitis B
e. Imunisasi Lain
Dalam golongan vaksin ini di antaranya akan diuraikan vaksin kolera, cacar,
dan sampar yang pemakaiannya sudah dihentikan, serta vaksin demam kuning,
radang otak, influenza, hepatitis A, Staphylococcus dan Strepotococcus yang
penggunaannya masih ada tetapi sangat jarang.
1)
Vaksin kolera
2)
Vaksin Cacar
3)
Vaksin Demam
Kuning
4)
Vaksin Radang
Otak/Selaput Otak
5)
Vaksin Radang
Otak Jepang B (Japanese B Encephalitis)
6)
Vaksin
Influenza
7)
Vaksin
Hepatitis A
8)
Vaksin
Staphylococcus
9)
Vaksin
Streptococcus
10)
Vaksin Sampar (Pest)
f. Imunisasi Masa Depan
Meskipun masih dalam taraf penelitian, menjelang akhir
tahun 2000 diperkirakan beberapa jenis vaksin baru sudah dapat diproduksi dan
dipakai dengan aman, praktis serta murah. Beberapa di antaranya ditujukan
terhadap penyakit yang masih sering terjadi di negara sedang berkembang,
misalnya terhadap penyakit diare atau muntaber, malaria, demam berdasar dan
cacar air.
Pola penyakit selalu berubah dari masa ke masa sesuai
dengan perkembangan ilmu dan teknologi, keadaan lingkungan serta cara hidup
manusia sendiri. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa dewasa ini diare, TBC
dan penyakit saluran nafas masih berkecamuk di negara sedang berkembang.
Penyakit infeksi ini merupakan penyakit utama di berbagai negara Eropa dan
Amerika Serikat sudah jarang dijumpai dewasa ini. Di bawah ini akan diuraikan
beberapa jenis vaksin tersebut yang diperkirakan mempunyai harapan pada masa mendatang.
1)
Vaksin Malaria
2)
Vaksin Diare
3)
Vaksin Demam
Berdarah
4)
Vaksin Cara
Air (Varicella)
5)
Vaksin
Penyakit Saluran Nafas
6)
Vaksin
Penyakit Kelamin
7)
Vaksin
Penyakit Lepra
8)
Vaksin
Penyakit lain
2.
VAKSIN
Vaksin ialah
suatu bahan yang terbuat dari kuman atau racunnya yang telah dilemahkan atau
dimatikan. Pemberian vaksin akan merangsang tubuh anak untuk membuat antibodi.
Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit.
Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul.
Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul.
Dengan
adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang
ini sudah jarang ditemukan.
a.
Jenis Vaksin
Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya
bagi anak, …. dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi.
Diantara penyakit berbahaya tersebut termasuk penyakit
cacar, tbc, difteri, tetanus, batuk rejan, poliomielitis, kolera, tifus, para
tifus campak, hepatitis B dan demam kuning terhadap penyakit tersebut telah
dapat dibuat vaksinnya dalam jumlah besar, sehingga harganya terjangkau oleh
masyarakat luas. Di negara yang sudah berkembang beberapa vaksin khusus telah
pula diproduksi, misalnya terhadap penyakit radang otak, penyakit gondok,
campak Jerman (rubela) dan sebagainya. Bahkan beberapa vaksin yang sangat khusus
dapat pula dibuat, tetapi harganya akan sangat mahal karena penggunaan yang
terbatas.
Untuk kepentingan masyarakat luas, di beberapa negara
sedang dijajagi kemungkinan pembuatan vaksin berbahaya dan merugikan, misalnya
vaksin terhadap malaria dan demam berdarah. Karena penyakit tersebut di atas
sangat berbahaya, pemberian imunisasi dengan cara penyuntikan kuman/antigen
murni akan menyebabkan anak anda benar-benar menjadi sakit. Maka untuk itu
diperlukan pembuatan suatu jenis vaksin dari kuman yang telah dilemahkan atau
dimatikan terlebih dahulu, sehingga tidak membahayakan dan tidak akan
menimbulkan penyakit.
Pada dasarnya vaksin dibuat dari: (1) kuman yang telah
dilemahkan atau dimatikan, (2) zat racun kuman (toksin) yang telah dilemahkan,
(3) bagian kuman tertentu yang biasanya berupa protein khusus.
·
Contoh vaksin yang terbuat dari kuman
yang dimatikan: vaksin batuk rejan, vaksin polio jenis salk.
·
Contoh vaksin yang terbuat dari kuman
hidup yang dilemahkan: vaksin BCG, vaksin polio jenis sabin, vaksin campak
·
Contoh vaksin yang terbuat dari
racun/toksin kuman yang dilemahkan (disebut pula toksoid): toksoid tetanus dan
toksodid difteri.
·
Contoh vaksin yang terbuat dari protein
khusus kuman: vaksin hepatitis B
b.
Apa Kata Para Ilmuwan Tentang Vaksinasi
“Satu-satunya vaksin yang aman adalah vaksin yang tidak pernah digunakan.”
~ Dr. James R. Shannon, mantan direktur Institusi Kesehatan Nasional Amerika
~ Dr. James R. Shannon, mantan direktur Institusi Kesehatan Nasional Amerika
“Vaksin menipu tubuh supaya tidak lagi menimbulkan reaksi radang. Sehingga
vaksin mengubah fungsi pencegahan sistem imun.”
~ Dr. Richard Moskowitz, Harvard University
“Kanker pada dasarnya tidak dikenal sebelum kewajiban vaksinasi cacar mulai
diperkenalkan. Saya telah menghadapi 200 kasus kanker, dan tak seorang pun dari
mereka yang terkena kanker tidak mendapatkan vaksinasi sebelumnya.”
~ Dr. W.B. Clarke, peneliti kanker Inggris
“Ketika vaksin dinyatakan aman, keamanannya adalah istilah relatif yang
tidak dapat diartikan secara umum”.
~ dr. Harris Coulter, pakar vaksin internasional
~ dr. Harris Coulter, pakar vaksin internasional
“Kasus polio meningkat secara cepat sejak vaksin dijalankan. Pada tahun
1957-1958 peningkatan sebesar 50%, dan tahun 1958-1959 peningkatan menjadi
80%.”
~ Dr. Bernard Greenberg, dalam sidang kongres AS tahun 1962
~ Dr. Bernard Greenberg, dalam sidang kongres AS tahun 1962
“Sebelum vaksinasi besar besaran 50 tahun yang lalu, di negara itu
(Amerika) tidak terdapat wabah kanker, penyakit autoimun, dan kasus autisme.”
~ Neil Z. Miller, peneliti vaksin internasional
~ Neil Z. Miller, peneliti vaksin internasional
“Vaksin bertanggung jawab terhadap peningkatan jumlah anak-anak dan orang
dewasa yang mengalami gangguan sistem imun dan syarat, hiperaktif, kelemahan
daya ingat, asma, sindrom keletihan kronis, lupus, artritis reumatiod,
sklerosis multiple, dan bahkan epilepsi. Bahkan AIDS yang tidak pernah dikenal
dua dekade lalu, menjadi wabah di seluruh dunia saat ini.”
~ Barbara Loe Fisher, Presiden Pusat Informasi Vaksin Nasional Amerika
“Tak masuk akal memikirkan bahwa Anda bisa menyuntikkan nanah ke dalam
tubuh anak kecil dan dengan proses tertentu akan meningkatkan kesehatan. Tubuh
punya cara pertahanan tersendiri yang tergantung pada vitalitas saat itu. Jika
dalam kondisi fit, tubuh akan mampu melawan semua infeksi, dan jika kondisinya
sedang menurun, tidak akan mampu.
Dan Anda tidak dapat mengubah kebugaran tubuh menjadi lebih baik dengan
memasukkan racun apapun juga ke dalamnya.”
~ Dr. William Hay, dalam buku “Immunisation: The Reality behind the Myth”
~ Dr. William Hay, dalam buku “Immunisation: The Reality behind the Myth”
c.
Lalu Mengapa Bisa Hal Itu Terjadi? Apa
Rahasia di Balik Vaksin dan munisasi?
Menurut pencarian saya tentang imunisasi yang telah
saya lakukan sejak beberapa tahun lalu. Saya berusaha mengaitkannya dengan
metode ilmu genetik dalam Islam yang sedikit telah saya pahami. Vaksin yang
telah diproduksi dan dikirim ke berbagai tempat di belahan bumi ini (terutama
negara muslim, negara dunia ketiga, dan negara berkembang), adalah sebuah
proyek untuk mengacaukan sifat dan watak generasi penerus di negara-negara
tersebut.
Vaksin tersebut dibiakkan di dalam tubuh manusia yang
bahkan kita tidak ketahui sifat dan asal muasalnya. Kita tau bahwa vaksin
didapat dari darah sang penderita penyakit yang telah berhasil melawan penyakit
tersebut. Itu artinya dalam vaksin tersebut terdapat DNA sang inang dari tempat
virus dibiakkan tersebut.
DNA adalah berisi cetak biru atau rangkuman genetik
leluhur-leluhur kita yang akan kita warisi. Termasuk sifat, watak, dan sejarah
penyakitnya. Tentunya bayi tersebut akan mewarisi genetik DNA sang inang vaksin
tersebut.
d.
Zat-zat Kimia Berbahaya Dalam Vaksin.
Vaksin mengandung substansi berbahaya yang diperlukan
untuk mencegah infeksi dan meningkatkan performa vaksin. Seperti merkuri,
formaldehyde, dan aluminium, yang dapat membawa efek jangka panjang seperti
keterbelakangan mental, autisme, hiperaktif. alzheimer, kemandulan, dll. Dalam
10 tahun terakhir, jumlah anak autis meningkat dari antara 200 – 500 % di
setiap negara bagian di Amerika.
B. SERA
Sera yang mengandung antibodi terhadap bakteri tertentu atau virus. Jenis
SERA ada 2 yaitu : Antitoksin dan antivenom, Serum kekebalan tubuh memiliki
antibodi terhadap racun tertentu yang mungkin akan dilepaskan dengan menyerang patogen,
atau racun dari gigitan laba-laba atau ular.
1.
Immune Sera dan antitoxins-Indikasi
a.
Memberikan
kekebalan pasif untuk antigen tertentu atau penyakit.
b.
Digunakan
sebagai profilaksis terhadap penyakit tertentu setelah terpapar.
c.
Mungkin
mengurangi keparahan penyakit
2.
Immune Sera dan antitoxins
a.
Riwayat
reaksi berat terhadap setiap sera kekebalan
b.
Gunakan
dengan hati-hati:
1)
Kehamilan
2)
Koagulasi
cacat
3)
Sebelumnya
paparan serum kekebalan tubuh
4)
Ruam
5)
Mual
6)
Muntah
7)
Panas dingin
8)
Demam
c.
Reaksi
alergi
1)
Dada sesak,
tekanan darah menurun, dan kesulitan bernapas
d.
Reaksi Lokal
1)
Pembengkakan,
nyeri, nyeri, dan kekakuan otot di tempat suntikan
3.
Keperawatan Pertimbangan untuk Sera kekebalan dan
antitoxins
a.
Penilaian
(sejarah dan pemeriksaan fisik)
b.
Diagnosa
keperawatan
c.
Pelaksanaan
d.
Evaluasi
C. ANTITOKSIN
Antitoksin adalah sebuah antibodi dengan
fungsi untuk menetralisir racun. Antitoksin pasti diproduksi oleh hewan,
tumbuhan, dan bakteri. Meskipun antitoksin sangat berguna untuk menetralisir
racun, antitoksin dapat membunuh bakteri dan mikroogranisme lainnya. Antitoxin
dibuat dalam organisme, tapi dapat dimasukan kedalam organisme lainnya,
termasuk manusia.
Prosedur ini memerlukan penyuntikan untuk menyuntik binatang dengan
kandungan yang aman. Lalu, tubuh binatang membuat antitoksin diperlukan untuk
menetralisir racun. Nantinya, darah ditarik dari binatang. Saat
antitoksin diterima dari darah, antitoksin akan dimasukan ke manusia atau
binatang lainnya, termasuk kekebalan pasif. (catatan: gunakan antitoxin manusia
untuk manusia).
Antitoksin
juga merupakan zat anti terhadap toksin. Zat antitoksin ini digunakan sebagai
penangkal dari berbagai macam penyakit pada manusia. Zat ini menggunakan serum
binatang, tumbuhan, atau manusia yang telah dibuat kebal terhadap suatu
penyakit akibat racun tersebut. Antitoksin yang biasa digunakan untuk
menetralkan racun di dalam tubuh adalah antitetanus serum (ATS), antidifteri
serum (ADS), dan serum antibisa ular (SABU), dan jenis antitoksin lainnya.
Antitoksin diphteheria dihasilkan dari larutan
steril globulin-globulin antibodi yang dimurnikan dan dipekatkan. Zat ini
berasal dari serum atau plasma darah seekor binatang sehat seperti kuda yang
diimunisasi terhadap toksin difteri. Antitoksin ini digunakan sebagai agen
imunisasi pasif, yang diberikan secara intramuskuler dan intravena. Sedangkan
untuk tetanus antitoksin, merupakan larutan steril globulin-globulin antibodi
yang dimurnikan dan dikonsentrasikan. Zat ini diperoleh serum atau plasma
daerah dari binatang sehat yang diimunisasi terhadap toksin atau toksoid
tetanus. Penggunaannya dilakukan secara intramuskuler dan subkutan atau
intravena.
Membuat
antitoksin
Cara pembuatan
antitoksin ini adalah dengan cara penggabungan DNA manusia ke dalam DNA bakteri
dengan bantuan virus. Ke dalam DNA virus disambung DNA manusia yang mengontrol
sintesis antitoksin (pelawan penyakit). Selanjutnya oleh virus, gen tadi
disambungkan ke dalam sel bakteri. Sel bakteri ini akan memuat gen manusia. Itu
artinya bakteri tersebut akan dapat memproduksi antitoksin manusia. Setelah
bakteri membelah diri, kemudian antitoksin yang dihasilkan akan diambil untuk
melawan penyakit yang menyerang manusia.
5
Macam Minuman sebagai antitoksin alami
Mengkonsumsi
sayuran segar dan jus buah adalah cara alami detoksifikasi tubuh Anda.
Selain itu, rutin mengkonsumsi 5 minuman berikut ini juga bermanfaat
membuang racun dalam tubuh.
1. Air putih
Dr Poonam
Rathod, pakar kesehatan, mengatakan, konsumsi air putih secara teratur sesuai
kebutuhan tubuh mampu membersihkan sistem pencernaan, serta menghilangkan racun
dan sisa-sisa makanan yang menempel di usus. Ini membuat tubuh dan perut bersih
dari limbah makanan.
2. Air kelapa
segar
Cairan ini
bisa mendetoksifikasi tubuh secara alami. Selain membersihkan saluran
pencernaan, minum air kelapa akan meningkatkan kekebalan tubuh dan bermanfaat
menjaga tubuh tetap terhidrasi dengan baik.
3. Jus Labu
Jus labu
adalah obat alami yang sangat baik bagi mereka yang penderita masalah
pencernaan dan keasaman. "Ini karena sifat basa-nya. Serat dalam sebotol
jus labu juga menyembuhkan masalah pencernaan," kata Dr Rathod.
4. Teh hijau
Teh hijau
adalah merupakan antioksidan alami yang mengandung polifenol, sehingga
membantu meregulasi glukosa dalam darah. "Polyphenol menghambat pergerakan
glukosa ke dalam sel-sel lemak, dan mencegah mereka memasuki aliran
darah," jelas Dr Rathod.
5. Jus jeruk
Adalah
sumber vitamin C, yang dikenal untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Jeruk kaya
flavonoid, antioksidan, yang melindungi sistem kekebalan tubuh manusia dengan
bertindak melawan kuman dan bakteri yang menyebabkan penyakit.
Sebagai tips, minuman detoksifikasi ini akan lebih baik jika dikonsumsi sebelum sarapan. Dengan cara seperti
ini proses detoksifikasi akan berjalan dengan baik dan Anda bisa merasakan
manfaat kesehatannya.
D. ANTIHISTAMINIKA
Antihistaminika adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamine yang
berlebihan atas tubuh dengan jalan memblock reseptor-reseptor histamine
(penghambat saingan).
Semula hanya dikenal satu jenis histaminika, tetapi
setelah diketemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972 yang disebut
reseptor-H2, maka dapat dibedakan dua jenis antihistaminika, yakni
:
·
H1-blockers atau antihistaminika-H1 yang memblock
reseptor H1,dengan efek terhadap penciutan bronchi, usus, dan rahim,
terhadap ujung saraf (vasodilatasi, naiknya permeabilitas). Kebanyakan
antihistaminika termasuk kelompok ini.
·
H2-blockers atau histaminika-H2 yang khusus memblok
reseptor-H2 dengan efek terhadap hipersekresi asam klorida dan
untuk sebagian terhadap vasodilatasi dan turunnya tekanan darah. Kini baru
digunakan dua obat dari kelompok ini dalam terapi.
1. Penggunaan H1-blockers
Selain daya antihistamin, obat-obat ini
kebanyakan memiliki berbagai khasiat lainnya, yaitu daya antikolinergik, daya menekan SSP dan
beberapa diantaranya efek antiserotonin dan lokal anestetik (lemah). Berdasarkan
efek-efek ini antihistaminika banyak digunakan untuk mengobati bermacam-macam
gangguan, yang terpenting adalah sebagai berikut: Berdasarkan efek ini
antihistaminika digunakan secara sistemis (oral, injeksi) untuk mengobati
simtomatis bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan
histamin.
Disamping rhinitis, pollinosis, dan alergi
makanan/obat, antihistaminika juga digunakan pada gangguan berikut.
a. Asma yang
bersifat alergi, guna menaggulangi gejala bronchokontriksi. Walaupun kerjanya
baik namun efeknya rendah tidak bedaya terhadap mediator lain (leukotrien) menyebabkan
penciutan bronchi.Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat
mencegah degranulasi dari mastcells dan efektif untuk mencegah serangan.
b. Sengatan
serangga, khususnya tawon dan lebah, yang mengandung
antara lain histamin dan suatu enzim yang mengakibatkan pembemasannta dari
mastcells. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, obat perlu diberikan segera
dan sebaiknya melaui injeksi. Dalam keadaan hebat biasanya diberikan injeksi
adrenalin i.m. atau hidrokortison i.v.
c. Urticaria (kaligata, biduaran). Pada
umumnya bermanfaat terhadap peningkatan permeabilitas kapiler dan gatal-gatal,
terutama za-zat dengan kerja antiserotonin sepertialimemazin (Nedeltran), azatadin dan oksatomida.
Khasiat anti gatal mungkin berkaitan pula dengan afek sedatif dan efek
anestetis lokalnya.
d. Stimulasi
nafsu makan. Untuk
menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian menaikkan berat badan, yakni siproheptadin (dan turunnya pizotifen,
azatadin) dan oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotinin.
e. Sebagai
sedativum berdasarkan daya menekan SSP, khususnya prometazin dan difenhidramin serta turunnya.
Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan batuk, sehingga banyak
digunakan dalam sebuah obat batuk popular.
f. PenyakitParkinson berdasarkan
daya antikolinergisnya, fkhususnya difenhidramin,yang juga berkhasiat spasmolitis.
g. Mabuk jalan
(mual) dan pusing (vertigo) berdasarakan efek antiemetisnya yang juga
berkaitan dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin, meklizin, dan deminhidrinat, sedangakan
sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
h. Shock
anafilaktis disamping pemberian adrenalin dan
kortikosteroid.
Bila antihistaminika digunakan sebagai
profilaktik serangan asma dan hay fever perlu sekali ditelannya secara teratur,
agar supaya reseptor-reseptor histamine sudah didudukinya sebulumnya histamine
dibebaskan.
Pilihan
antihistamin hendaknya secara individual tergantung dari
efeknya dan kerja sampingnya. Adakalanya terjadi tachyfylaxis (berkurangnya
respon) dan obat harus diganti dengan obat lain dari golongan kimia berlainan. Penggunaan local pada gatal-gatal
tidak dianjurkan berhubung reaksi-reaksi alergi kulit, misalnya krem prometazin, difenhidramin,
klorfenoksamin dantripenelamin.
2. Pilihan Obat
Hendaknya secara individual, tergantung juga pada efek dan kerja sampingnya,
Kadang-kadang terjadi tachyfylaxis (berkurangnya respons) dan obat harus
diganti dengan obat lain dari golongan kimiawi yang berlainan. Efek-efek
samping antihistaminika tidak menyebabkan efek samping yang serius bila
diberikan dalam dosis terapeutis . Yang paling sering terjadi adalah:
a. Efek
sedatif-hipnotisnya (rasa ngantuk) akibat depresi SSP. Efek samping
ini tidak dimiliki oleh antihistaminika generasi kedua, misalnya astemizol dan
terfenadin, sehingga dengan aman dapat diberikan pada pengemudi kendaraan
bermotor.
b. Efek sentral berupa
pusing, gelisah, rasa letih, lesu, dan tremor (tangan gemetar), sedangkan dosis
berlebihan (overdose) dapat mengakibatkan konvulsi dan koma.
c. Gangguan
saluran cerna sering terjadi dengan gejala mual, muntah dan diare sampai
anoreksia dan sembelit. Efek ini dapat dikurangi bila dapat diminum setelah
makan.
d. Efek
Antikolinergis dapat terjadi seperti mulut kering, gangguan
akomodasi dan saluran cerna, sembelit dan retensi kemih.
e. Efek
antiserotinin dapat meningkatkan nafsu makan dan
berat badan. Bila efek ini tidak diinginkan, maka untuk penggunaan lama jangan
diberiakan siproheptadin atau oksatomida.
f.
Sensibilisasi dapat terjadi pada pemberian oral,
tapi khususnya pada penggunaan local. Obat-obatan dengan daya menstabilisasi
mastcells pada dosis tinggi memperlihatkan efek paradoksa, yaitu
justru menstimulasi pelepasan histami, dan dapat merusak membran sel.
3. Obat-obat Antihistamin
a. Hiposensibilisasi
(desensitasi)
Cara ini
dilakukan guna mengurangi kepekaan terhadap alergi pada pengidap alergi atopis
mengurangi keluhan hebat. Hasil yang baik dicapai dengan ekstrak pollen, tungau
debu rumah, serpihan kulit binatang, dan racun tawon.
b. Antihistaminika-H1
Dapat
menghalangi gejalanya secara efektif, terutama bensin, gatal-gatal di mata.
Efek obat ini berdaya pula menekan produksi mediator dalam mastcells, dengan
efek meringankan alergi lambat.
c. Decongestive
Digunakan
untuk membuka saluran yang tersumbat (hidung mampat) dengan jalan mengurangi
pengembangan mukosa (congestio). Untuk itu banyak dipakai adrenergika
seperti xylometaszdin dan oxymetasdin dalm bentuk tetes hidung
atau spray.
d. Kortikosteroida
Dalam disis
rendah sering digunakan sebagai spray dan sangat efektif terhadap
hiperektivitas dan semua gejala lambat. Tersedia beklometasaon,
budesonida, dan flutikason obat ini tidak efektif terhadap reaksi dini
setelah provokasai alergen.
PENGGOLONGAN ANTIHISTAMIN (AH1), DENGAN MASA KERJA, BENTUK
SEDIAAN DAN DOSISNYA
Golongan obat & contohnya
|
Masa Kerja (jam)
|
Bentuk Sediaan
|
Dosis Tunggal Dewasa
|
1.Etalonamin
Difenhindramin HCl
Dimenhidrinat
Karbinoksamin maleat
|
4-6
4-6
3-4
|
Kapsul 25mg dan 50mg.
eliksir 5mg-10mg/ml,
Larutan suntikan
10mg/ml
Tablet 50mg
Larutan suntikan
50mg/ml
Tablet 4 mg, Eliksir
5mg/5ml
|
50 mg
50 mg
50 mg
50 mg
4 mg
|
2.Etilendiamin
Tripenelamin HCl
Tripenelamin sitrat
Pirilamin maleat
|
4-6
4-6
4-6
|
Tablet 25mg & 50mg
Krem 2% ; saleb 2%
Eliksir 37,5 mg/5ml
Kapsul 75mg; Tablet
25mg & 50mg
|
50 mg
75 mg
25-50 mg
|
3.Alkilamin
Bromfeniramin maleat
Klorfeniramin maleat
Deksbromfeniramin
maleat
|
4-6
4-6
4-6
|
Tablet 4mg, Eliksir
2mg/5ml
Tablet 4mg; Sirop
2,5mg/5ml
Tablet 4mg
|
4 mg
2-4 mg
2-4 mg
|
4.Piperazin
Klorsiklizin HCl
Siklizin HCl
Siklizin laktat
Meklizin HCl
Hidroksizin HCl
|
8-12
4-6
4-6
12-24
6-24
|
Tablet 25mg & 50
mg
Tablet 50mg ;
Supositoria 50mg &
100mg
Larutan suntikan
50mg/ml
Tablet 25 mg
Tablet 10 & 25mg
Sirop 10mg/5ml
|
50 mg
50 mg
50-100 mg (rektal)
50 mg
25-50 mg
25 mg
|
5.Fenotiazin
Prometazin HCl
MetadilazinHCl
|
4-6
4-6
|
Tablet 12,5mg, 25mg
& 50mg
Lar. suntikan 50mg
& 50mg/5ml
Supositoria 25mg &
50mg
Tablet 4mg. Sirop
$mg/5ml
|
25-50 mg
25-50 mg
25-50 m
|
6.Piperidin (Antihistamin Nonsedatif)
Terfenadine
Astemizol
Loratadine
|
12-24
<24
12
|
Tablet 50 mg
Tablet 10 mg
Tablet 10 mg
|
60 mg
10 mg
10 mg
|
7.Lain-Lain
Azatadin
Siproheptadine
Mebhidrolin
napadisilat
|
±12
±6
±4
|
Tablet 1mg. sirop
0,5mg/ml
Tablet 4mg, sirop
2mg/5ml
Tablet 50 mg
|
1 mg
4 mg
|
4. H2-receptorblockers
Obat-obat dari kelompok ini menghambat
secara selektif efek histamine terhadap reseptor-H2 dilambung
dengan jalan persaingan. Mereka khusus digunakan pada terapi borok lambung dan
usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin.
Zat-zat yang pertama ditemukan dalam tahun
1982 (Black) ternyata tidak cocok untuk praktek, yaitu burimamida dengan
kerja lemah dan resorpsi buruk, sertametiamida karena resorpsinya
meskipun baik, namun toksis bagi darah. Yang kini digunakandalam terapiadalah
obat-obat baru simetidin (1978)
dan ranitidine(1982).
5. Penggolongan
Menurut struktur kimianya antihistaminika
dapat dibagi dalam beberapa kelompok, antara lain :
a.
Derivat etanolamin (X=O)
Zat-zat ini memiliki daya kerja antikolinergis dan sedatif yang agak kuat.
2) Difenhidramin:
Benadryl
Di samping daya antikolinergis dan sedative yang kuat,
atihistamin ini juga bersifat
spasmolitis,anti- emetis,dan antivertigo (antipusing). Digunakan sebagai
obat tambahan pada terapi penyakit Parkinson
Dosis: oral 4 dd 25-50 mg, i.v. 10-50 mg.
3) Orfenadrin (2-metildifenhidramin,
Disipal) memiliki daya antikolinergis dan sedatif yang ringan, sehingga lebih
disukai sebagai obat tambahan pada pengobatan parkinson. Dosis: oral
3 dd 50mg
4) Dimenhidrinat (Dramamine) adalah
senyawa klorteofilinat dari dimenhidramin yang khusus digunakan terhadap mabuk jalan
dan mutah karena kehamilan. Dosis: oral 4 dd 50-100 mg, i.m. 50 mg.
5) Klorfenoksamin (Systral) adalah
derivat klor dan metil, yang adakalanya digunakan obat tambahan pada terapi
penyakit Parkinson. Dosis: oral 2-3 dd 20-40 mg (klorida) dalam
krem 1,5%.
b.
Derivat etilendiamin (X=N)
Obat-obat dari kelompok ini pada umumnya memiliki daya
kerja sedative yang lebih ringan.
1)
Antazolin: Antisin
Efek antihistaminikanya tidak begitu kuat tetapi tidak merangsang selaput
lender, sehingga cocok digunakan pengobatan gejala-gejala alergi pada mata dan
hidung sebagai preparat kombinasi dengan nafazolin (Antistin-Privine). Dosis:
oral 2-4 dd 50-100 mg (sulfat).
2)
Tripelennamin (Tripel), kini
hanya digunakan sebagai krem 2% pada gatal-gatal akibat alergi terhadap sinar matahari,
sengatan serangga dan lain lain.
3)
Klemizol adalah derivat-klor yang kini hanya
digunakan dalam salep.
4)
Feniramin: Avil,Feniramin memiliki
daya kerja antihistamin dan efek meredakan batuk yang cukup
baik, maka juga digunakan ramuan obat batu. Dosis: oral 3 dd
12,5-25 mg (maleat)
5)
Klofeniramin (klofeniramin,
klofenon) adalah derivat klor dengan daya kerja 10 kali lebih kuatdan dengan
derajat toksisitas yang sama. Efek sampingnnya sedative ringan dan sering kali
digunakan dalam obat batuk.
c.
Derivat piperazin
Obat-obat dari kelompok ini tidak memiliki
int-etilamin pada umumnya bersifat lebih dari 10 jam.
1)
Silklizin: Marzine, Migril, Mulai
kerjanya cepat bertahan 4-6 jam. Terutama digunakan sebagai obat antiemetis dan
pencegah mabuk jalan. Tetapi pada manusia efek teratogennya belum pernah
terbukti dan di kebanyakan Negara masih di pasarkan. Meskipun demikian obat ini
jangan deberikan pada wanita hamil, terutama pada trimester pertama. Dosis: mabuk
jalan 1 jam sebelum berangkat 50 mg, bila perlu 3 x sehari, pada mual dan
muntah 3-4 dd 50 m, anak-anak 6-13 tahun 3 dd 25 mg.
2)
Flunarizin (Sibelium) dengan
kerja antihistamin lemah. Digunakan terhadap vertigo dan sebagai obat pencegah
migrain.
3)
Oksatomida: Tinsei,Derivat siklizin
ini (1982) memiliki daya kerja antihistamin, antiserotonin, antileokotrien, dan
juga efek menstabilisasi mastcells. Digunakan sebagai obat pencegah asma. Dosis: oral
2 dd 30 mg p.c.; untuk asma 20 mg sehari.
4)
Hidroksizin: Iterax, Atarax Derivat-klor
adalah salah satu antihistamin pertama (1957) dengan bermacam-macam khasiat,
antara lain sedatif dan anxiolitis, spasmolitis,
anti-emetis sertaantikolinergis. Sangat efektif pada
gatal-gatal. Dosis: 1-2 dd 50 mg. Untuk anxyolise: 1-4 dd 50-100 mg.
d.
Derivat fenotiazin
Senyawa trisiklis ini memiliki daya kerja antihistamin
dan antikolinergis yang tidak begitu kuat, terapi sering kali efek sentral kuat
dengan khasiat neuroleptis.
1)
Prometazin: Phenergan.Antihistamin
tertua ini (1949) digunakan pada reaksi alergi terhadap tumbuhan dan akibat
gigitan serangga, untuk pencegah mual dan mabuk jalan. Selain itu dugunakan
pada vertigo, batuk dan sukar tidur, terutama untuk anak-anak.
Efek sampingnya bersifat suhu badan rendah dan efek terhadap darah. Dosis: oral
3 dd 25-50 mg dan sebaiknya dimulai pada malam hari; i.m. 50 mg.
2)
Oksomemazin (Doxergan) adalah
derivatdioksi dengan daya kerja dan penggunaan sama seperti prometazin, antara
lain dalam obat batuk (Toplexil). Dosis: oral 2-3 dd 10 mg.
e.
Derivat trisiklis lainnya
Zat-zat ini dimiliki daya kerja antiserotonin kuat dengan menstimulasi
nafsu makan.
1)
Siproheptadin: Periactin. Dahulu obat
ini banyak digunakan untuk pasien yang kurus dan buruk nafsu makannya. Lama
kerjanya 4-6 jam. Efek sampingnya rasa kantuknya biasanya lewat sesudah
seminggu. Namun, obat ini sekarang hanya dianjurkan untuk digunakan sebagai
antihistaminikum. Dosis: oral 3-4 dd 4 mg (klorida).
2)
Azatadin (Zadine) adalah
obat ini terutama digunakan pada urticarai. Dosis: oral 2dd 1 mg (maleat).
3)
Pizotife: Lysagor, Sandomigran Obat ini
juga digunakan sebagai terapi interval migrain. Dosis: Oral semula
1 ad 0,5 mg berangsur-angsur dinaikkan sampai 3 dd 0,5 mg.
4)
Ketotifen (Zaditen) adalah Berdsarkan sifat
menstabilisasinya terhadap mastcells, obat ini digunakan sebagai obat
pencegah asma. Dosis: oral 2 dd 1-2 mg (fumarat).
5)
Loratadin (Claritine)
Digunakan pada rinitis dan conjunctivitis alergis, juga pada urticaria kronis. Dosis: 1
dd 10 mg.
6)
Azelastin: Alergodil Derivat-metilazepin
ini (1991) yang berdaya antihistamin. Khususnya digunakan pada rhinitis
alergis. Kerjanya minimal 12 jam. Dosis: oral 1-2 dd 2 mg.
f.
Zat-zat non-sedatif
1)
Obat-obat generasi kedua tanpa
efek sedative-hipnotis, layak diberikan pada penderita alergi yang
pekerjaannya memerlukan kewaspadaan, seperti pengemudi kendaraan bermotor dan
mereka yang bekerja dengan mesin.
Hingga kini hanya tersedia beberapa obat, yakni terfenadin, astemizol,
levocabastin, loratadin, dan cetirizin. Terfenadin dan astemizol sudah
dihentikan peredarannya di AS dan banyak negara Eropa, karena efek sampangnya
terhadap jantung sangat fatal.
2)
Terfenadin: Nadane,
Triludan.Derivat-butilamin heterosiklis ini (1982) adalah suatu produk dengan
khasiat anti-histamin (H1). Digunakan pada rhinitis allergic, urticaria dan
reaksi alergil lainnya.
Responnya dari usus baik, mulai kerjanya sesudah 1 jam dan
bertahan 12-24 jam. Dalam hati dengan pesat dan tuntas dirombak ileh system-enzimcytochrom
P450 menjadi antara lain metabolit aktifnya terfenadine-carboxylate.
Efek sampingnya jarang terjadi dan berupa gangguan alat cerna,
nyeri kepala, dan berkeringat. Dengan beberapa obat (eritromisin,
klaritromisin, ketokonazol, itrakonazol) terjadi interksi
berbahaya dengan efek gangguan ritme dan
penghentian jantung, yang adakalanya fatal. Dosis: oral
2 dd 60 mg; anak-anak 3-6 thn 2 dd 15 mg, 6-12 thn dd 30 mg.
3)
Fexofenadin (Telfast) adalah
suatu metabolit aktif dari terfenadin (1996) yang tidak perlu diaktivasi oleh
hati. Sifat dan penggunanya sama. Dosis: oral 1 dd 120 mg.
4)
Astemizol: Hismanal. Senyawa-fluor
ini (1983) mempunyai daya kerja antihistamin kuat, juga tanpa efek sentral dan
antikolinergis. Efek sampingnya sama dengan terfenadin. Juga
digunakan terhadap hay fever. Sangat layak untuk serangan alergis akut. Interaksinya. Pada
dosis di atas 10 mg sehari dan penggunaan serentak dengan eritromisin,
ketokonazol dan itrakonazol adakalanya menghambat metabolisme yang mengakibatkan
gangauan ritme hebat, bahkan penghentian jantung. Dosis: 1 dd 10 mg
sebelum makan; anak-anak 6-12 tahun 1 dd 5 mg, di bawah tahun 1 ddd 0,2
mg/kg.
5)
Levocabastin (Livostin,
Livocab) Senyawa-piperidinecarbonic acid ini (1991) berkhasiat antihistamin kuat dan
praktis tidak bekerja sentral. Hanaya digunakan topikal sebagai tetes mata dan
spray hidung (0,05%).
6)
Ebastin (Kestine) adalah
derivat baru (1995) yang sebagai produk dalam hati diubah menjadizat
aktif carebastin. Khususnya digunakan pada rhinitis alergis
kronis dengan efektivitas sama seperti esteminazol 10 mg, cetirizin 10 mg,
loratadin 10 mg, dan terfenadin (2 dd 60 mg ) (10). Dosis: oral 1
dd 10-20 mg.
g.
Lain-lain
1)
Mebhidrolin (Incidal) digunakan
antara lain pada pruritus dengan dosis 2-3 dd 50 mg.
2)
Dimetiden (Fenistil) juga
dugunakan terhadap pruritus dengan dosis 3 dd 1-2 mg (maleat).
3)
Kortikosteroida. Glukokortikoida dapat menekan
daya tangkis seluler sehingga mengurangi reaksi alergi.
Secara lokal terutama digunakan:
Terhadap asma dan rhinitis alergica: beklomestason dipropionat
(Beconase, Becotide) dan Budesonida (Pulmicort, Rhinocort), dalam bentuk obat
semprot hidung atau aerosol;
Terhadap radang mata: deksanetason, fluormetolon (FML-Neo
tetes mata) hidrokortison dan prednisolon; dan terhadap
dermatoses(gangguan kulit).
Secara sistemis (bersamaan dengan adrenalin), kortikosteroida
digunakan pad shock anafilaksis, kejang bronchi karena reaksi alergi dan status
asthmatichus.
4)
Natrium kromoglikat : Intal,
Rynacrom Zat ini bukan merupakan suatu antihistamin, tapi dapat berkhasiat
profilaksisnya terhadap hay fever, suatu prolaksis lain terhadap asma yang
dapat diberikan peroral. Digunakan dalam bentuk aerosol atau inhalasi serbuk
halus pada asma. Juga sebagai tetes hidung pad rinitis allergic dan tetes/salep
mata (Optocrom) pad radang selaput mata alergis (conjunctivitis). Efek
sampingnya lemah, terutama iritasi setempat. Dosis: 4 dd
20 mg serbuk halus kering untuk inhalasi (garam-dinatrium).
5)
Nedokromil (Tilade) adalah
suatu senyawa-chinolin (1986) dengan khasiat sama dengan kromoglikat. Digunakan
untuk prevensi serangan asma, juga juga yang diprovokasi oleh pengeluaran
tenaga (exertion). Dosis: dosis-aerosol 4 dd 4 mg.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit
tertentu. Ada 2 jenis imunisasi, yaitu imunisasi
aktif dan imunisasi pasif. Vaksin ialah suatu bahan yang terbuat dari
kuman atau racunnya yang telah dilemahkan atau dimatikan. Pemberian vaksin akan
merangsang tubuh anak untuk membuat antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi
terhadap penyakit.
Antitoksin adalah sebuah antibodi dengan fungsi untuk menetralisir racun. Antitoxin pasti diproduksi
oleh hewan, tumbuhan, dan bakteri. Meskipun antitoxin sangat berguna untuk
menetralisir racun, antitoxin dapat membunuh bakteri dan mikroogranisme
lainnya. Antihistaminika adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamine yang
berlebihan atas tubuh dengan jalan memblock reseptor-reseptor histamine
(penghambat saingan).
B.
Saran
Semakin banyak nya
penyakit menular didunia ini sebaiknya kita sebagai manusia yang peduli akan kesehatan,
menjaga kesehatan kita dengan menggunakan imuniasi, contoh, pada saat masih
kecil kita harus diberik imunisasi agar menambah kekebalan tubuh kita akan
penyakit sehingga terbentuklah antibodi serta antitoksin yang mampu membentengi
tubuh kita dari serangan penyakit maupun virus. Ketika pada saat dewasa kita
tidak hanya hidup untuk santai tetapi seharusnya tetap melindungi tubuh kita
akan penyakit dengan obat-obatan antihistaminika sesuai kadarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Deglin,Vallerand.2005.Pedoman Obat
Untuk Perawat.jakarta:EGC
FKUI,Bagian Farmakologi.1995.Farmakologi dan Terapi.Edisi 4.Gaya Baru:Jakarta
Kee,Hayes.1996.Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.Jakarta:EGC
FKUI,Bagian Farmakologi.1995.Farmakologi dan Terapi.Edisi 4.Gaya Baru:Jakarta
Kee,Hayes.1996.Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.Jakarta:EGC
Hj. Ismani Nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta:
Widya Medika
Bishop, Anne dan John Scudder. 2002. Praktik Asuhan Holistik. Jakarta:
EGC
Anonim, 2008, www.majalah-farmacia.com
Anonim, 2008, www.dexa-medica.com
Anonim, 2008, www.library.usu.ac.id
http://dwizone99persen.blogspot.com/2011/04/5-macam-minuman-sebagai-anti-tiksin.html
0 komentar:
Posting Komentar