imunisasi dan vaksin


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen. Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh disebut antibodi. Zat anti terhadap racun kuman disebut antioksidan. Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum mempunyai “pengalaman” untuk mengatasinya. Dengan cara reaksi antigen-antibody, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal (imun) terhadap penyakit tersebut.
Dari uraian ini, yang terpenting ialah bahwa dengan imunisasi, anak anda terhindar dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan pengobatan. Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini tubuh anak memberikan reaksi perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi, setelah beberapa bulan/tahun, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuh pun menurun. Agar tubuh tetap kebal diperlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak terseut harus mendapat suntikan/imunisasi ulangan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah konsep Imunisasi dan Vaksinasi ?
2.      Bagaimana Konsep SERA ?
3.      Apakah yang dimaksud dengan Antitoksin ?
4.      Apakah yang dimaksud dengan Antihistaminika ?
C.    Tujuan
1.      Memahami konsep Imunisasi dan Vaksinasi.
2.      Memahami Pengertian dari antitoksin.
3.      Memahami Pengertian dari antihistaminika.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  IMUNISASI DAN VAKSIN
1.      IMUNISASI
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Ada 2 jenis imunisasi, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Berikut ini akan diuraikan perbedaan kedua jenis imunisasi tersebut.
Perbedaan yang penting antara jenis imunisasi aktif dan imunisasi pasif ialah:
·      Untuk memperoleh kekebalan yang cukup, jumlah zat anti dalam tubuh harus meningkat; pada imunisasi aktif diperlukan waktu yang agak lebih lama untuk membuat zat anti itu dibandingkan dengan imunisasi pasif.
·      Kekebalan yang terdapat pada imunisasi aktif bertahan lama (bertahun-tahun), sedangkan pada imunisasi pasif hanya berlangsung untuk 1 – 2 bulan.
·      Imunisasi aktif: tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan bertahan selama bertahun-tahun.
·      Imunisasi pasif: tubuh anak tidak membuat sendiri zat anti. Si anak mendapatnya dari luar tubuh dengan cara penyuntikan bahan/serum yang telah mengandung zat anti.
·      Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung lama.
a.         Pelaksanaan Imunisasi
Dalam kebijakan melaksanakan imunisasi perlu dipertimbangkan dua hal: (1) manfaat imunisasi beserta komplikasi atau efek samping yang mungkin timbul, (2) akibat buruk dan bahaya penyakit tersebut.
b.        Jenis Imunisasi
Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang Program Pengembangan Imunisasi (PPI), maka anak anda diharuskan mendapat perlindungan terhadap 6 jenis penyakit utama, yaitu: penyakit TBC (dengan pemberian vaksin BCG), difteria, tetanus, batuk rejan, poliomielitis dan campak. Imunisasi lain yang dianjurkan di Indonesia pada saat ini ialah terhadap penyakit kolera, tifus, paratifus A-B-C, rabies dan mungkin terhadap hepatitis B.
Masih terdapat pertentangan terhadap pemberian imunisasi anjuran ini, baik karena cara pemberiannya yang tidak praktis, mutu vaksin yang belum memadai, maupun karena manfaatnya yang diragukan. Sekelumit penjelasan akan diuraikan berikut ini. Manfaat imunisasi tifus dan paratifus A-B-C cukup besar. Tetapi imunisasinya ringan dan tidak separah seperti pada orang dewasa.
Program Pengembangan Imunisasi dari Pemerintah:
Mewajibkan anak anda mendapat imunisasi dasar terhadap 6 penyakit: TBC, difteria, tetanus, batuk rejan, polio dan campak. Imunisasi terhadap penyakit lain (kolera, tifus, paratifus A-B-C, hepatitis B) tidak diwajibkan, tetapi dianjurkan. 
Bergantung kepada kebijakan pemerintah setempat, di beberapa negara dapat dilaksanakan pemberian imunisasi terhadap penyakit campak Jerman (rubela), penyakit gondong/bengok (parotitis), radang otak, demam kuning, radang hati (hepatitis B) dan sebagainya. Di Indonesia penggunaan vaksin tersebut secara menyeluruh masih memerlukan berbagai pertimbangan. Di antara berbagai jenis hepatitis B akan mendapat prioritas utama. Dalam beberapa tahun terakhir ini dilaporkan cukup banyak kasus “penyakit lever” atau kanker hati. Penyakit ini disebabkan karena terinfeksinya penderita oleh virus Hepatitis V.
Selanjutnya sedang dikembangkan dan diteliti kemungkinan pemberian imunisasi terhadap berbagai penyakit malaria, penyakit saluran nafas, demam berdarah dan penyakit keganasan/kanker. Khususnya terhadap vaksin demam berdarah diharapkan dapat disajikan kepada masyarakat dalam kurun waktu 10 tahun mendatang. Selain itu berbagai pusat penelitian mengusahakan pula peningkatan muu terhadap vaksin yang sekarang telah beredar, misalnya terhadap vaksin batuk rejan, kolera, tifus dan paratifus A-B-C.
c.       Imunisasi Wajib Program Pengembangan Imunisasi (PPI)
Jenis imunisasi ini mencakup vaksinasi terhadap 6 penyakit utama, yaitu BCG, DPT, Polio dan Campak. Harus menjadi perhatian dan kewajiban orang tua untuk memberi kesempatan kepada anaknya mendapat imunisasi lengkap, sehingga sasaran Pemerintah agar setiap anak mendapat imunisasi dasar terhadap 6 penyakit utama pada tahun 1990 dapat tercapai.

1)        Vaksin BCG
2)        Vaksin DPT (Difteriaa, Pertusis, Tetanus)
3)        Vaksin Difteria
4)        Vaksin tetanus
5)        Vaksin Pertusis (Batuk rejan, Pertussis)
6)        Vaksin Poliomielitis
7)        Vaksin Campak (Morbili)
d.      Imunisasi yang dianjurkan
Di Indonesia saat ini, dalam bidang imunisasi Departemen Kesehatan masih memberikan prioritas utama terhadap 6 jenis penyakit yang tergabung dalam Program Pengembangan Imunisasi. Sesuai dengan perkembangan pola hidup masyarakat dan kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi, akan terjadi pula perubahan dalam pola penyakit.
Dengan memperhatikan pola penyakit pada saat ini serta kemungkinan perkembangannya pada kurun waktu 10-20 tahun mendatang, penulis menggolongkan beberapa penyakit berikut ini ke dalam kelompok imunisasi yang dianjurkan, yaitu penyakit: tifus, paratifus A-B-C, gondong/bengok, rabies, campak Jerman (rubela) dan hepatitis B.
                                         1)         Vaksin Tipa (tifus, paratifus A-B-C)
                                         2)         Vaksin Gondong (Bengok, Parotitis)
                                         3)         Vaksin Campak Jerman (Rubella, German Measles)
                                         4)         Vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella)
                                         5)         Vaksin Rabies (Penyakit Gila Anjing)
                                         6)         Vaksin Hepatitis B
e.       Imunisasi Lain 
Dalam golongan vaksin ini di antaranya akan diuraikan vaksin kolera, cacar, dan sampar yang pemakaiannya sudah dihentikan, serta vaksin demam kuning, radang otak, influenza, hepatitis A, Staphylococcus dan Strepotococcus yang penggunaannya masih ada tetapi sangat jarang.



                                    1)          Vaksin kolera
                                    2)          Vaksin Cacar
                                    3)          Vaksin Demam Kuning
                                    4)          Vaksin Radang Otak/Selaput Otak
                                    5)          Vaksin Radang Otak Jepang B (Japanese B Encephalitis)
                                    6)          Vaksin Influenza
                                    7)          Vaksin Hepatitis A
                                    8)          Vaksin Staphylococcus
                                    9)          Vaksin Streptococcus
                                10)          Vaksin Sampar (Pest)
f.     Imunisasi Masa Depan 
Meskipun masih dalam taraf penelitian, menjelang akhir tahun 2000 diperkirakan beberapa jenis vaksin baru sudah dapat diproduksi dan dipakai dengan aman, praktis serta murah. Beberapa di antaranya ditujukan terhadap penyakit yang masih sering terjadi di negara sedang berkembang, misalnya terhadap penyakit diare atau muntaber, malaria, demam berdasar dan cacar air.
Pola penyakit selalu berubah dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi, keadaan lingkungan serta cara hidup manusia sendiri. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa dewasa ini diare, TBC dan penyakit saluran nafas masih berkecamuk di negara sedang berkembang. Penyakit infeksi ini merupakan penyakit utama di berbagai negara Eropa dan Amerika Serikat sudah jarang dijumpai dewasa ini. Di bawah ini akan diuraikan beberapa jenis vaksin tersebut yang diperkirakan mempunyai harapan pada masa mendatang.
                                    1)          Vaksin Malaria
                                    2)          Vaksin Diare
                                    3)          Vaksin Demam Berdarah
                                    4)          Vaksin Cara Air (Varicella)
                                    5)          Vaksin Penyakit Saluran Nafas
                                    6)          Vaksin Penyakit Kelamin
                                    7)          Vaksin Penyakit Lepra
                                    8)          Vaksin Penyakit lain
2.      VAKSIN
Vaksin ialah suatu bahan yang terbuat dari kuman atau racunnya yang telah dilemahkan atau dimatikan. Pemberian vaksin akan merangsang tubuh anak untuk membuat antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit.
Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul.
Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.
a.         Jenis Vaksin
Ada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya bagi anak, …. dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi.
Diantara penyakit berbahaya tersebut termasuk penyakit cacar, tbc, difteri, tetanus, batuk rejan, poliomielitis, kolera, tifus, para tifus campak, hepatitis B dan demam kuning terhadap penyakit tersebut telah dapat dibuat vaksinnya dalam jumlah besar, sehingga harganya terjangkau oleh masyarakat luas. Di negara yang sudah berkembang beberapa vaksin khusus telah pula diproduksi, misalnya terhadap penyakit radang otak, penyakit gondok, campak Jerman (rubela) dan sebagainya. Bahkan beberapa vaksin yang sangat khusus dapat pula dibuat, tetapi harganya akan sangat mahal karena penggunaan yang terbatas.
Untuk kepentingan masyarakat luas, di beberapa negara sedang dijajagi kemungkinan pembuatan vaksin berbahaya dan merugikan, misalnya vaksin terhadap malaria dan demam berdarah. Karena penyakit tersebut di atas sangat berbahaya, pemberian imunisasi dengan cara penyuntikan kuman/antigen murni akan menyebabkan anak anda benar-benar menjadi sakit. Maka untuk itu diperlukan pembuatan suatu jenis vaksin dari kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan terlebih dahulu, sehingga tidak membahayakan dan tidak akan menimbulkan penyakit.
Pada dasarnya vaksin dibuat dari: (1) kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan, (2) zat racun kuman (toksin) yang telah dilemahkan, (3) bagian kuman tertentu yang biasanya berupa protein khusus.




·         Contoh vaksin yang terbuat dari kuman yang dimatikan: vaksin batuk rejan, vaksin polio jenis salk.
·         Contoh vaksin yang terbuat dari kuman hidup yang dilemahkan: vaksin BCG, vaksin polio jenis sabin, vaksin campak
·         Contoh vaksin yang terbuat dari racun/toksin kuman yang dilemahkan (disebut pula toksoid): toksoid tetanus dan toksodid difteri.
·         Contoh vaksin yang terbuat dari protein khusus kuman: vaksin hepatitis B
b.         Apa Kata Para Ilmuwan Tentang Vaksinasi
“Satu-satunya vaksin yang aman adalah vaksin yang tidak pernah digunakan.”
~ Dr. James R. Shannon, mantan direktur Institusi Kesehatan Nasional Amerika
“Vaksin menipu tubuh supaya tidak lagi menimbulkan reaksi radang. Sehingga vaksin mengubah fungsi pencegahan sistem imun.”

~ Dr. Richard Moskowitz, Harvard University
“Kanker pada dasarnya tidak dikenal sebelum kewajiban vaksinasi cacar mulai diperkenalkan. Saya telah menghadapi 200 kasus kanker, dan tak seorang pun dari mereka yang terkena kanker tidak mendapatkan vaksinasi sebelumnya.”
~ Dr. W.B. Clarke, peneliti kanker Inggris
“Ketika vaksin dinyatakan aman, keamanannya adalah istilah relatif yang tidak dapat diartikan secara umum”.
~ dr. Harris Coulter, pakar vaksin internasional
“Kasus polio meningkat secara cepat sejak vaksin dijalankan. Pada tahun 1957-1958 peningkatan sebesar 50%, dan tahun 1958-1959 peningkatan menjadi 80%.”
~ Dr. Bernard Greenberg, dalam sidang kongres AS tahun 1962
“Sebelum vaksinasi besar besaran 50 tahun yang lalu, di negara itu (Amerika) tidak terdapat wabah kanker, penyakit autoimun, dan kasus autisme.”
~ Neil Z. Miller, peneliti vaksin internasional
“Vaksin bertanggung jawab terhadap peningkatan jumlah anak-anak dan orang dewasa yang mengalami gangguan sistem imun dan syarat, hiperaktif, kelemahan daya ingat, asma, sindrom keletihan kronis, lupus, artritis reumatiod, sklerosis multiple, dan bahkan epilepsi. Bahkan AIDS yang tidak pernah dikenal dua dekade lalu, menjadi wabah di seluruh dunia saat ini.”

~ Barbara Loe Fisher, Presiden Pusat Informasi Vaksin Nasional Amerika
“Tak masuk akal memikirkan bahwa Anda bisa menyuntikkan nanah ke dalam tubuh anak kecil dan dengan proses tertentu akan meningkatkan kesehatan. Tubuh punya cara pertahanan tersendiri yang tergantung pada vitalitas saat itu. Jika dalam kondisi fit, tubuh akan mampu melawan semua infeksi, dan jika kondisinya sedang menurun, tidak akan mampu.
Dan Anda tidak dapat mengubah kebugaran tubuh menjadi lebih baik dengan memasukkan racun apapun juga ke dalamnya.”
~ Dr. William Hay, dalam buku “Immunisation: The Reality behind the Myth”
c.         Lalu Mengapa Bisa Hal Itu Terjadi? Apa Rahasia di Balik Vaksin dan munisasi?
Menurut pencarian saya tentang imunisasi yang telah saya lakukan sejak beberapa tahun lalu. Saya berusaha mengaitkannya dengan metode ilmu genetik dalam Islam yang sedikit telah saya pahami. Vaksin yang telah diproduksi dan dikirim ke berbagai tempat di belahan bumi ini (terutama negara muslim, negara dunia ketiga, dan negara berkembang), adalah sebuah proyek untuk mengacaukan sifat dan watak generasi penerus di negara-negara tersebut.  
Vaksin tersebut dibiakkan di dalam tubuh manusia yang bahkan kita tidak ketahui sifat dan asal muasalnya. Kita tau bahwa vaksin didapat dari darah sang penderita penyakit yang telah berhasil melawan penyakit tersebut. Itu artinya dalam vaksin tersebut terdapat DNA sang inang dari tempat virus dibiakkan tersebut.
DNA adalah berisi cetak biru atau rangkuman genetik leluhur-leluhur kita yang akan kita warisi. Termasuk sifat, watak, dan sejarah penyakitnya. Tentunya bayi tersebut akan mewarisi genetik DNA sang inang vaksin tersebut.
d.        Zat-zat Kimia Berbahaya Dalam Vaksin.
Vaksin mengandung substansi berbahaya yang diperlukan untuk mencegah infeksi dan meningkatkan performa vaksin. Seperti merkuri, formaldehyde, dan aluminium, yang dapat membawa efek jangka panjang seperti keterbelakangan mental, autisme, hiperaktif. alzheimer, kemandulan, dll. Dalam 10 tahun terakhir, jumlah anak autis meningkat dari antara 200 – 500 % di setiap negara bagian di Amerika.
B.    SERA
Sera yang mengandung antibodi terhadap bakteri tertentu atau virus. Jenis SERA ada 2 yaitu : Antitoksin dan antivenom, Serum kekebalan tubuh memiliki antibodi terhadap racun tertentu yang mungkin akan dilepaskan dengan menyerang patogen, atau racun dari gigitan laba-laba atau ular.
1.         Immune Sera dan antitoxins-Indikasi
a.    Memberikan kekebalan pasif untuk antigen tertentu atau penyakit.
b.    Digunakan sebagai profilaksis terhadap penyakit tertentu setelah terpapar.
c.    Mungkin mengurangi keparahan penyakit

2.      Immune Sera dan antitoxins
a.       Riwayat reaksi berat terhadap setiap sera kekebalan
b.      Gunakan dengan hati-hati:
1)        Kehamilan
2)        Koagulasi cacat
3)        Sebelumnya paparan serum kekebalan tubuh
4)        Ruam
5)        Mual
6)        Muntah
7)        Panas dingin
8)        Demam
c.       Reaksi alergi
1)        Dada sesak, tekanan darah menurun, dan kesulitan bernapas
d.      Reaksi Lokal
1)        Pembengkakan, nyeri, nyeri, dan kekakuan otot di tempat suntikan
3.      Keperawatan Pertimbangan untuk Sera kekebalan dan antitoxins
a.          Penilaian (sejarah dan pemeriksaan fisik)
b.         Diagnosa keperawatan
c.          Pelaksanaan
d.         Evaluasi

C.    ANTITOKSIN
Antitoksin adalah sebuah antibodi dengan fungsi untuk menetralisir racun. Antitoksin pasti diproduksi oleh hewan, tumbuhan, dan bakteri. Meskipun antitoksin sangat berguna untuk menetralisir racun, antitoksin dapat membunuh bakteri dan mikroogranisme lainnya. Antitoxin dibuat dalam organisme, tapi dapat dimasukan kedalam organisme lainnya, termasuk manusia.
Prosedur ini memerlukan penyuntikan untuk menyuntik binatang dengan kandungan yang aman. Lalu, tubuh binatang membuat antitoksin diperlukan untuk menetralisir racun. Nantinya, darah ditarik dari binatang. Saat antitoksin diterima dari darah, antitoksin akan dimasukan ke manusia atau binatang lainnya, termasuk kekebalan pasif. (catatan: gunakan antitoxin manusia untuk manusia).
Antitoksin juga merupakan zat anti terhadap toksin. Zat antitoksin ini digunakan sebagai penangkal dari berbagai macam penyakit pada manusia. Zat ini menggunakan serum binatang, tumbuhan, atau manusia yang telah dibuat kebal terhadap suatu penyakit akibat racun tersebut. Antitoksin yang biasa digunakan untuk menetralkan racun di dalam tubuh adalah antitetanus serum (ATS), antidifteri serum (ADS), dan serum antibisa ular (SABU), dan jenis antitoksin lainnya.

Antitoksin diphteheria dihasilkan dari larutan steril globulin-globulin antibodi yang dimurnikan dan dipekatkan. Zat ini berasal dari serum atau plasma darah seekor binatang sehat seperti kuda yang diimunisasi terhadap toksin difteri. Antitoksin ini digunakan sebagai agen imunisasi pasif, yang diberikan secara intramuskuler dan intravena. Sedangkan untuk tetanus antitoksin, merupakan larutan steril globulin-globulin antibodi yang dimurnikan dan dikonsentrasikan. Zat ini diperoleh serum atau plasma daerah dari binatang sehat yang diimunisasi terhadap toksin atau toksoid tetanus. Penggunaannya dilakukan secara intramuskuler dan subkutan atau intravena.
Membuat antitoksin
Cara pembuatan antitoksin ini adalah dengan cara penggabungan DNA manusia ke dalam DNA bakteri dengan bantuan virus. Ke dalam DNA virus disambung DNA manusia yang mengontrol sintesis antitoksin (pelawan penyakit). Selanjutnya oleh virus, gen tadi disambungkan ke dalam sel bakteri. Sel bakteri ini akan memuat gen manusia. Itu artinya bakteri tersebut akan dapat memproduksi antitoksin manusia. Setelah bakteri membelah diri, kemudian antitoksin yang dihasilkan akan diambil untuk melawan penyakit yang menyerang manusia.
5        Macam Minuman sebagai antitoksin alami
Mengkonsumsi sayuran segar dan jus buah adalah cara alami detoksifikasi tubuh Anda. Selain itu, rutin mengkonsumsi 5 minuman berikut ini juga bermanfaat membuang racun dalam tubuh.
1.      Air putih
Dr Poonam Rathod, pakar kesehatan, mengatakan, konsumsi air putih secara teratur sesuai kebutuhan tubuh mampu membersihkan sistem pencernaan, serta menghilangkan racun dan sisa-sisa makanan yang menempel di usus. Ini membuat tubuh dan perut bersih dari limbah makanan.
2.      Air kelapa segar
Cairan ini bisa mendetoksifikasi tubuh secara alami. Selain membersihkan saluran pencernaan, minum air kelapa akan meningkatkan kekebalan tubuh dan bermanfaat menjaga tubuh tetap terhidrasi dengan baik.
3.      Jus Labu
Jus labu adalah obat alami yang sangat baik bagi mereka yang penderita masalah pencernaan dan keasaman. "Ini karena sifat basa-nya. Serat dalam sebotol jus labu juga menyembuhkan masalah pencernaan," kata Dr Rathod.
4.      Teh hijau
Teh hijau adalah merupakan antioksidan alami yang mengandung polifenol, sehingga membantu meregulasi glukosa dalam darah. "Polyphenol menghambat pergerakan glukosa ke dalam sel-sel lemak, dan mencegah mereka memasuki aliran darah," jelas Dr Rathod.
5.      Jus jeruk
Adalah sumber vitamin C, yang dikenal untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Jeruk kaya flavonoid, antioksidan, yang melindungi sistem kekebalan tubuh manusia dengan bertindak melawan kuman dan bakteri yang menyebabkan penyakit.
Sebagai tips, minuman detoksifikasi ini akan lebih baik jika dikonsumsi sebelum sarapan. Dengan cara seperti ini proses detoksifikasi akan berjalan dengan baik dan Anda bisa merasakan manfaat kesehatannya.

D.    ANTIHISTAMINIKA
Antihistaminika adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamine yang berlebihan atas tubuh dengan jalan memblock reseptor-reseptor histamine (penghambat saingan).
Semula hanya dikenal satu jenis histaminika, tetapi setelah diketemukannya jenis reseptor khusus pada tahun 1972 yang disebut reseptor-H2, maka dapat dibedakan dua jenis antihistaminika, yakni :
·           H1-blockers atau antihistaminika-H1 yang memblock reseptor H1,dengan efek terhadap penciutan bronchi, usus, dan rahim, terhadap ujung saraf (vasodilatasi, naiknya permeabilitas). Kebanyakan antihistaminika termasuk kelompok ini.
·           H2-blockers atau histaminika-H2 yang khusus memblok reseptor-Hdengan efek terhadap hipersekresi asam klorida dan untuk sebagian terhadap vasodilatasi dan turunnya tekanan darah. Kini baru digunakan dua obat dari kelompok ini dalam terapi.
1.      Penggunaan H1-blockers
Selain daya antihistamin, obat-obat ini kebanyakan memiliki berbagai khasiat lainnya, yaitu daya antikolinergik, daya menekan SSP dan beberapa diantaranya efek antiserotonin dan lokal anestetik (lemah). Berdasarkan efek-efek ini antihistaminika banyak digunakan untuk mengobati bermacam-macam gangguan, yang terpenting adalah sebagai berikut: Berdasarkan efek ini antihistaminika digunakan secara sistemis (oral, injeksi) untuk mengobati simtomatis bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan histamin.
Disamping rhinitis, pollinosis, dan alergi makanan/obat, antihistaminika juga digunakan pada gangguan berikut.
a.    Asma yang bersifat alergi, guna menaggulangi gejala bronchokontriksi. Walaupun kerjanya baik namun efeknya rendah tidak bedaya terhadap mediator lain (leukotrien) menyebabkan penciutan bronchi.Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi dari mastcells dan efektif untuk mencegah serangan.
b.   Sengatan serangga, khususnya tawon dan lebah, yang mengandung antara lain histamin dan suatu enzim yang mengakibatkan pembemasannta dari mastcells. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, obat perlu diberikan segera dan sebaiknya melaui injeksi. Dalam keadaan hebat biasanya diberikan injeksi adrenalin i.m. atau hidrokortison i.v.
c.    Urticaria (kaligata, biduaran). Pada umumnya bermanfaat terhadap peningkatan permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama za-zat dengan kerja antiserotonin sepertialimemazin (Nedeltran), azatadin dan oksatomida. Khasiat anti gatal mungkin berkaitan pula dengan afek sedatif dan efek anestetis lokalnya.
d.   Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian menaikkan berat badan, yakni siproheptadin (dan turunnya pizotifen, azatadin) dan oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotinin.
e.    Sebagai sedativum berdasarkan daya menekan SSP, khususnya prometazin dan difenhidramin serta turunnya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan batuk, sehingga banyak digunakan dalam sebuah obat batuk popular.
f.     PenyakitParkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, fkhususnya difenhidramin,yang juga berkhasiat spasmolitis.
g.    Mabuk jalan (mual) dan pusing (vertigo) berdasarakan efek antiemetisnya yang juga berkaitan dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin, meklizin, dan  deminhidrinat, sedangakan sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
h.   Shock anafilaktis disamping pemberian adrenalin dan kortikosteroid.
Bila antihistaminika digunakan sebagai profilaktik serangan asma dan hay fever perlu sekali ditelannya secara teratur, agar supaya reseptor-reseptor histamine sudah didudukinya sebulumnya histamine dibebaskan.
Pilihan antihistamin hendaknya secara individual tergantung dari efeknya dan kerja sampingnya. Adakalanya terjadi tachyfylaxis (berkurangnya respon) dan obat harus diganti dengan obat lain dari golongan kimia berlainan. Penggunaan local pada gatal-gatal tidak dianjurkan berhubung reaksi-reaksi alergi kulit, misalnya krem prometazin, difenhidramin, klorfenoksamin dantripenelamin.
2.      Pilihan Obat
Hendaknya secara individual, tergantung juga pada efek dan kerja sampingnya, Kadang-kadang terjadi tachyfylaxis (berkurangnya respons) dan obat harus diganti dengan obat lain dari golongan kimiawi yang berlainan.  Efek-efek samping antihistaminika tidak menyebabkan efek samping yang serius bila diberikan dalam dosis terapeutis . Yang paling sering terjadi adalah:
a.      Efek sedatif-hipnotisnya (rasa ngantuk) akibat depresi SSP. Efek samping ini tidak dimiliki oleh antihistaminika generasi kedua, misalnya astemizol dan terfenadin, sehingga dengan aman dapat diberikan pada pengemudi kendaraan bermotor.
b.      Efek sentral berupa pusing, gelisah, rasa letih, lesu, dan tremor (tangan gemetar), sedangkan dosis berlebihan (overdose) dapat mengakibatkan konvulsi dan koma.
c.       Gangguan saluran cerna sering terjadi dengan gejala mual, muntah dan diare sampai anoreksia dan sembelit. Efek ini dapat dikurangi bila dapat diminum setelah makan.
d.      Efek Antikolinergis dapat terjadi seperti mulut kering, gangguan akomodasi dan saluran cerna, sembelit dan retensi kemih.
e.       Efek antiserotinin dapat meningkatkan nafsu makan dan berat badan. Bila efek ini tidak diinginkan, maka untuk penggunaan lama jangan diberiakan siproheptadin atau oksatomida.
f.        Sensibilisasi dapat terjadi pada pemberian oral, tapi khususnya pada penggunaan local. Obat-obatan dengan daya menstabilisasi mastcells pada dosis tinggi memperlihatkan efek paradoksa, yaitu justru menstimulasi pelepasan histami, dan dapat merusak membran sel.
3.      Obat-obat Antihistamin
a.      Hiposensibilisasi (desensitasi)
Cara ini dilakukan guna mengurangi kepekaan terhadap alergi pada pengidap alergi atopis mengurangi keluhan hebat. Hasil yang baik dicapai dengan ekstrak pollen, tungau debu rumah, serpihan kulit binatang, dan racun tawon.
b.      Antihistaminika-H1
Dapat menghalangi gejalanya secara efektif, terutama bensin, gatal-gatal di mata. Efek obat ini berdaya pula menekan produksi mediator dalam mastcells, dengan efek meringankan alergi lambat.
c.       Decongestive
Digunakan untuk membuka saluran yang tersumbat (hidung mampat) dengan jalan mengurangi pengembangan mukosa (congestio). Untuk itu banyak dipakai adrenergika seperti xylometaszdin dan oxymetasdin dalm bentuk tetes hidung atau spray.
d.      Kortikosteroida
Dalam disis rendah sering digunakan sebagai spray dan sangat  efektif terhadap hiperektivitas dan semua gejala lambat. Tersedia beklometasaon, budesonida, dan flutikason obat ini tidak efektif terhadap reaksi dini setelah provokasai alergen.




PENGGOLONGAN ANTIHISTAMIN (AH1), DENGAN MASA KERJA, BENTUK SEDIAAN DAN DOSISNYA
Golongan obat & contohnya
Masa Kerja (jam)
Bentuk Sediaan
Dosis Tunggal Dewasa
1.Etalonamin
Difenhindramin HCl


Dimenhidrinat

Karbinoksamin maleat

4-6


4-6

3-4

Kapsul 25mg dan 50mg. eliksir 5mg-10mg/ml,
Larutan suntikan 10mg/ml
Tablet 50mg
Larutan suntikan 50mg/ml
Tablet 4 mg, Eliksir 5mg/5ml

50 mg

50 mg
50 mg
50 mg
4 mg
2.Etilendiamin
Tripenelamin HCl

Tripenelamin sitrat
Pirilamin maleat

4-6

4-6
4-6

Tablet 25mg & 50mg
Krem 2% ; saleb 2%
Eliksir 37,5 mg/5ml
Kapsul 75mg; Tablet 25mg & 50mg

50 mg

75 mg
25-50 mg
3.Alkilamin
Bromfeniramin maleat
Klorfeniramin maleat
Deksbromfeniramin maleat

4-6
4-6
4-6

Tablet 4mg, Eliksir 2mg/5ml
Tablet 4mg; Sirop 2,5mg/5ml
Tablet 4mg

4 mg
2-4 mg
2-4 mg
4.Piperazin
Klorsiklizin HCl
Siklizin HCl


Siklizin laktat
Meklizin HCl
Hidroksizin HCl

8-12
4-6


4-6
12-24
6-24

Tablet 25mg & 50 mg
Tablet 50mg ;
Supositoria 50mg & 100mg

Larutan suntikan 50mg/ml
Tablet 25 mg
Tablet 10 & 25mg
Sirop 10mg/5ml

50 mg
50 mg
50-100 mg (rektal)
50 mg
25-50 mg
25 mg
5.Fenotiazin
Prometazin HCl


MetadilazinHCl

4-6


4-6

Tablet 12,5mg, 25mg & 50mg
Lar. suntikan 50mg & 50mg/5ml
Supositoria 25mg & 50mg
Tablet 4mg. Sirop $mg/5ml

25-50 mg
25-50 mg
25-50 m
6.Piperidin (Antihistamin Nonsedatif)
Terfenadine
Astemizol
Loratadine


12-24
<24
12


Tablet 50 mg
Tablet 10 mg
Tablet 10 mg


60 mg
10  mg
10 mg

7.Lain-Lain
Azatadin
Siproheptadine
Mebhidrolin napadisilat

±12
±6
±4

Tablet 1mg. sirop 0,5mg/ml
Tablet 4mg, sirop 2mg/5ml
Tablet 50 mg

1 mg
4 mg

4.      H2-receptorblockers
Obat-obat dari kelompok ini menghambat secara selektif efek histamine terhadap reseptor-H2 dilambung dengan jalan persaingan. Mereka khusus digunakan pada terapi borok lambung dan usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin.
Zat-zat yang pertama ditemukan dalam tahun 1982 (Black) ternyata tidak cocok untuk praktek, yaitu burimamida dengan kerja lemah dan resorpsi buruk, sertametiamida karena resorpsinya meskipun baik, namun toksis bagi darah. Yang kini digunakandalam terapiadalah obat-obat baru simetidin (1978) dan ranitidine(1982).
5.      Penggolongan
Menurut struktur kimianya antihistaminika dapat dibagi dalam beberapa kelompok, antara lain :
a.      Derivat etanolamin (X=O)
Zat-zat ini memiliki daya kerja antikolinergis dan sedatif yang agak kuat.
2)      Difenhidramin: Benadryl
Di samping daya antikolinergis dan sedative yang kuat, atihistamin ini juga bersifat      spasmolitis,anti- emetis,dan antivertigo (antipusing). Digunakan sebagai obat tambahan pada terapi penyakit Parkinson
Dosis: oral 4 dd 25-50 mg, i.v. 10-50 mg.
3)   Orfenadrin (2-metildifenhidramin, Disipal) memiliki daya antikolinergis dan sedatif yang ringan, sehingga lebih disukai sebagai obat tambahan pada pengobatan parkinson. Dosis: oral 3 dd 50mg
4)   Dimenhidrinat (Dramamine) adalah senyawa klorteofilinat dari dimenhidramin yang khusus digunakan terhadap mabuk jalan dan mutah karena kehamilan. Dosis: oral 4 dd 50-100 mg, i.m. 50 mg.
5)   Klorfenoksamin (Systral) adalah derivat klor dan metil, yang adakalanya digunakan obat tambahan pada terapi penyakit Parkinson. Dosis: oral 2-3 dd 20-40 mg (klorida) dalam krem 1,5%.
b.      Derivat etilendiamin (X=N)
Obat-obat dari kelompok ini pada umumnya memiliki daya kerja sedative yang lebih ringan.
1)        Antazolin: Antisin
Efek antihistaminikanya tidak begitu kuat tetapi tidak merangsang selaput lender, sehingga cocok digunakan pengobatan gejala-gejala alergi pada mata dan hidung sebagai preparat kombinasi dengan nafazolin (Antistin-Privine). Dosis: oral 2-4 dd 50-100 mg (sulfat).
2)        Tripelennamin (Tripel), kini hanya digunakan sebagai krem 2% pada gatal-gatal akibat alergi terhadap sinar matahari, sengatan serangga dan lain lain.
3)        Klemizol adalah derivat-klor yang kini hanya digunakan dalam salep.
4)        Feniramin: Avil,Feniramin memiliki daya kerja antihistamin dan efek meredakan batuk yang cukup baik, maka juga digunakan ramuan obat batu. Dosis: oral 3 dd 12,5-25 mg (maleat)
5)        Klofeniramin (klofeniramin, klofenon) adalah derivat klor dengan daya kerja 10 kali lebih kuatdan dengan derajat toksisitas yang sama. Efek sampingnnya sedative ringan dan sering kali digunakan dalam obat batuk.
c.       Derivat piperazin
Obat-obat dari kelompok ini tidak memiliki int-etilamin pada umumnya bersifat lebih dari 10 jam.
1)      Silklizin: Marzine, Migril, Mulai kerjanya cepat bertahan 4-6 jam. Terutama digunakan sebagai obat antiemetis dan pencegah mabuk jalan. Tetapi pada manusia efek teratogennya belum pernah terbukti dan di kebanyakan Negara masih di pasarkan. Meskipun demikian obat ini jangan deberikan pada wanita hamil, terutama pada trimester pertama. Dosis: mabuk jalan 1 jam sebelum berangkat 50 mg, bila perlu 3 x sehari, pada mual dan muntah 3-4 dd 50 m, anak-anak 6-13 tahun 3 dd 25 mg.
2)      Flunarizin (Sibelium) dengan kerja antihistamin lemah. Digunakan terhadap vertigo dan sebagai obat pencegah migrain.
3)      Oksatomida: Tinsei,Derivat siklizin ini (1982) memiliki daya kerja antihistamin, antiserotonin, antileokotrien, dan juga efek menstabilisasi mastcells. Digunakan sebagai obat pencegah asma. Dosis: oral 2 dd 30 mg p.c.; untuk asma 20 mg sehari.
4)      Hidroksizin: Iterax, Atarax Derivat-klor adalah salah satu antihistamin pertama (1957) dengan bermacam-macam khasiat, antara lain sedatif dan anxiolitis, spasmolitis, anti-emetis sertaantikolinergis. Sangat efektif pada gatal-gatal. Dosis: 1-2 dd 50 mg. Untuk anxyolise: 1-4 dd 50-100 mg.
d.      Derivat fenotiazin
Senyawa trisiklis ini memiliki daya kerja antihistamin dan antikolinergis yang tidak begitu kuat, terapi sering kali efek sentral kuat dengan khasiat neuroleptis.
1)      Prometazin: Phenergan.Antihistamin tertua ini (1949) digunakan pada reaksi alergi terhadap tumbuhan dan akibat gigitan serangga, untuk pencegah mual dan mabuk jalan. Selain itu dugunakan pada vertigo, batuk dan sukar tidur, terutama untuk anak-anak.
Efek sampingnya bersifat suhu badan rendah dan efek terhadap darah. Dosis: oral 3 dd 25-50 mg dan sebaiknya dimulai pada malam hari; i.m. 50 mg.
2)      Oksomemazin (Doxergan) adalah derivatdioksi dengan daya kerja dan penggunaan sama seperti prometazin, antara lain dalam obat batuk (Toplexil). Dosis: oral 2-3 dd 10 mg.


e.       Derivat trisiklis lainnya
Zat-zat ini dimiliki daya kerja antiserotonin kuat dengan menstimulasi nafsu makan.
1)      Siproheptadin: Periactin. Dahulu obat ini banyak digunakan untuk pasien yang kurus dan buruk nafsu makannya. Lama kerjanya 4-6 jam. Efek sampingnya rasa kantuknya biasanya lewat sesudah seminggu. Namun, obat ini sekarang hanya dianjurkan untuk digunakan sebagai antihistaminikum. Dosis: oral 3-4 dd 4 mg (klorida).
2)      Azatadin (Zadine) adalah obat ini terutama digunakan pada urticarai. Dosis: oral 2dd 1 mg (maleat).
3)      Pizotife: Lysagor, Sandomigran Obat ini juga digunakan sebagai terapi interval migrain. Dosis: Oral semula 1 ad 0,5 mg berangsur-angsur dinaikkan sampai 3 dd 0,5 mg.
4)      Ketotifen (Zaditen) adalah Berdsarkan sifat menstabilisasinya terhadap mastcells, obat ini digunakan sebagai obat pencegah asma. Dosis: oral 2 dd 1-2 mg (fumarat).
5)      Loratadin (Claritine)  Digunakan pada rinitis dan conjunctivitis alergis, juga pada urticaria kronis. Dosis: 1 dd 10 mg.
6)      Azelastin: Alergodil Derivat-metilazepin ini (1991) yang berdaya antihistamin. Khususnya digunakan pada rhinitis alergis. Kerjanya minimal 12 jam. Dosis:  oral 1-2 dd 2 mg.
f.       Zat-zat non-sedatif 
1)      Obat-obat generasi kedua tanpa efek sedative-hipnotis, layak  diberikan pada penderita alergi yang pekerjaannya memerlukan kewaspadaan, seperti pengemudi kendaraan bermotor dan mereka yang bekerja dengan mesin.
Hingga kini hanya tersedia beberapa obat, yakni terfenadin, astemizol, levocabastin, loratadin, dan cetirizin. Terfenadin dan astemizol sudah dihentikan peredarannya di AS dan banyak negara Eropa, karena efek sampangnya terhadap jantung sangat fatal.
2)      Terfenadin: Nadane, Triludan.Derivat-butilamin heterosiklis ini (1982) adalah suatu produk dengan khasiat anti-histamin (H1). Digunakan pada rhinitis allergicurticaria dan reaksi alergil lainnya.
Responnya dari usus baik, mulai kerjanya sesudah 1 jam dan bertahan 12-24 jam. Dalam hati dengan pesat dan tuntas dirombak ileh system-enzimcytochrom P450 menjadi antara lain metabolit aktifnya terfenadine-carboxylate.
Efek sampingnya  jarang terjadi dan berupa gangguan alat cerna, nyeri kepala, dan berkeringat. Dengan beberapa obat (eritromisin, klaritromisin, ketokonazol, itrakonazol) terjadi interksi berbahaya dengan efek gangguan ritme dan penghentian jantung, yang adakalanya fatal. Dosis: oral 2 dd 60 mg; anak-anak 3-6 thn 2 dd 15 mg, 6-12 thn dd 30 mg.
3)      Fexofenadin (Telfast) adalah suatu metabolit aktif dari terfenadin (1996) yang tidak perlu diaktivasi oleh hati. Sifat dan penggunanya sama. Dosis: oral 1 dd 120 mg.
4)      Astemizol: Hismanal. Senyawa-fluor ini (1983) mempunyai daya kerja antihistamin kuat, juga tanpa efek sentral dan antikolinergis. Efek sampingnya sama dengan terfenadin. Juga digunakan terhadap hay fever. Sangat layak  untuk serangan alergis akut. Interaksinya. Pada dosis di atas 10 mg sehari dan penggunaan serentak dengan eritromisin, ketokonazol dan itrakonazol adakalanya menghambat metabolisme yang mengakibatkan gangauan ritme hebat, bahkan penghentian jantung. Dosis: 1 dd 10 mg sebelum makan; anak-anak 6-12  tahun 1 dd 5 mg, di bawah tahun 1 ddd 0,2 mg/kg.
5)      Levocabastin (Livostin, Livocab) Senyawa-piperidinecarbonic acid ini (1991) berkhasiat antihistamin kuat dan praktis tidak bekerja sentral. Hanaya digunakan topikal sebagai tetes mata dan spray hidung (0,05%).
6)      Ebastin (Kestine) adalah derivat baru (1995) yang sebagai produk dalam hati diubah  menjadizat aktif carebastin. Khususnya digunakan pada rhinitis alergis kronis dengan efektivitas sama seperti esteminazol 10 mg, cetirizin 10 mg, loratadin 10 mg, dan terfenadin (2 dd 60 mg ) (10). Dosis: oral 1 dd 10-20 mg.
g.      Lain-lain
1)      Mebhidrolin (Incidal) digunakan antara lain pada pruritus dengan dosis 2-3 dd 50    mg.
2)      Dimetiden (Fenistil) juga dugunakan terhadap pruritus dengan dosis 3 dd 1-2 mg (maleat).
3)      Kortikosteroida. Glukokortikoida dapat menekan daya tangkis seluler sehingga mengurangi reaksi alergi.
Secara lokal terutama digunakan:
Terhadap asma dan rhinitis alergica: beklomestason dipropionat (Beconase, Becotide) dan Budesonida (Pulmicort, Rhinocort), dalam bentuk obat semprot hidung atau aerosol;
Terhadap radang mata: deksanetason, fluormetolon (FML-Neo tetes mata) hidrokortison dan prednisolon; dan terhadap dermatoses(gangguan kulit).
Secara sistemis (bersamaan dengan adrenalin), kortikosteroida digunakan pad shock anafilaksis, kejang bronchi karena reaksi alergi dan status asthmatichus.
4)      Natrium kromoglikat : Intal, Rynacrom Zat ini bukan merupakan suatu antihistamin, tapi dapat berkhasiat profilaksisnya terhadap hay fever, suatu prolaksis lain terhadap asma yang dapat diberikan peroral. Digunakan dalam bentuk aerosol atau inhalasi serbuk halus pada asma. Juga sebagai tetes hidung pad rinitis allergic dan tetes/salep mata (Optocrom) pad radang selaput mata alergis (conjunctivitis). Efek sampingnya lemah, terutama iritasi setempat. Dosis: 4 dd 20 mg serbuk halus kering untuk inhalasi (garam-dinatrium).
5)      Nedokromil (Tilade) adalah suatu senyawa-chinolin (1986) dengan khasiat sama dengan kromoglikat. Digunakan untuk prevensi serangan asma, juga juga yang diprovokasi oleh pengeluaran tenaga (exertion). Dosis: dosis-aerosol 4 dd 4 mg.














BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Ada 2 jenis imunisasi, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Vaksin ialah suatu bahan yang terbuat dari kuman atau racunnya yang telah dilemahkan atau dimatikan. Pemberian vaksin akan merangsang tubuh anak untuk membuat antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit.
Antitoksin adalah sebuah antibodi dengan fungsi untuk menetralisir racun. Antitoxin pasti diproduksi oleh hewan, tumbuhan, dan bakteri. Meskipun antitoxin sangat berguna untuk menetralisir racun, antitoxin dapat membunuh bakteri dan mikroogranisme lainnya. Antihistaminika adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamine yang berlebihan atas tubuh dengan jalan memblock reseptor-reseptor histamine (penghambat saingan).
B.    Saran
Semakin banyak nya penyakit menular didunia ini sebaiknya kita sebagai manusia yang peduli akan kesehatan, menjaga kesehatan kita dengan menggunakan imuniasi, contoh, pada saat masih kecil kita harus diberik imunisasi agar menambah kekebalan tubuh kita akan penyakit sehingga terbentuklah antibodi serta antitoksin yang mampu membentengi tubuh kita dari serangan penyakit maupun virus. Ketika pada saat dewasa kita tidak hanya hidup untuk santai tetapi seharusnya tetap melindungi tubuh kita akan penyakit dengan obat-obatan antihistaminika sesuai kadarnya.







DAFTAR PUSTAKA

Deglin,Vallerand.2005.Pedoman Obat Untuk Perawat.jakarta:EGC
FKUI,Bagian Farmakologi.1995.Farmakologi dan Terapi.Edisi 4.Gaya Baru:Jakarta
Kee,Hayes.1996.Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.Jakarta:EGC
Hj. Ismani Nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta: Widya Medika
Bishop, Anne dan John Scudder. 2002. Praktik Asuhan Holistik. Jakarta: EGC
Anonim, 2008, www.majalah-farmacia.com
Anonim, 2008, www.dexa-medica.com
Anonim, 2008, www.library.usu.ac.id
http://dwizone99persen.blogspot.com/2011/04/5-macam-minuman-sebagai-anti-tiksin.html

0 komentar:

Posting Komentar