BAB 1
A. Farmakologi
1.
Pengantar
Farmakologi
Secara bahasa Farmakologi adalah ilmu mengenai obat
(farmakon = obat; logos = ilmu), sedangkan secara ilmunya Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana
suatu bahan kimia/obat berinteraksi dengan sistem biologis, khususnya
mempelajari aksi obat di dalam tubuh. Pada tahun 1985, para ilmuwan penasaran
mengapa keberadaan beberapa protein tertentu menjadi begitu tinggi pada
penyakit-penyakit tertentu dan mereka ingin tahu juga bagaimana pengaruh obat
terhadap keberadaan tingginya protein. Seiring dengan itu, diketahui bahwa
beberapa gen terekspresi secara berbeda pada jaringan yang berbeda. Diikuti
dengan kemajuan teknik elektrofisiologi dan perkembangan teknologi DNA
rekombinan yang memungkinkan kloning, dimulailah era farmakologi molekuler. Ruang
lingkup kajian farmakologi molekuler adalah pengaturan gen dan ekspresi protein
pada kondisi fisiologis maupun patologis, mekanisme aksi obat pada tingkat
seluler, genome dan protein, serta pengembangan dan penemuan obat. Buku ini
merupakan pengantar menuju wawasan farmakologi molekuler, dengan kajian lebih
difokuskan pada aksi obat pada berbagai targetnya, di tingkat seluler atau
molekuler.
2. Istilah-istilah Penting Dalam Farmakologi.
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat
tumbuhan dan bahan alami lain yang merupakan sumber obat. Farmakologi klinik
adalah cabang ilmu farmakologi yang mempelajari efek obat pada manusia. Farmakoterapi adalah ilmu yang berhubungan dengan penggunaan
obat untuk pencegahan dan pengobatan penyakit.
Di dalam
farmakoterapi dipelajari dua aspek, yaitu Farmakokinetik dan Farmakodinamik. Farmakokinetik yaitu suatu imu yang mempelajari proses
Absorrpsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi ( ADME ) obat dalam tubuh. Farmakodinamik adalah
ilmu yang mempelajari efek biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme
kerjanya.Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari cara pencegahan, pengenalan
dan penanggulangan keracunan zat kimia (termasuk
obat) yang digunakan dalam rumah tangga, industri, maupun lingkungan hidup yang
lain.
3. Dasar-Dasar
Kerja Obat
Dalam
farmakologi, dasar-dasar kerja obat diuraikan dalam dua fase yaitu fase
farmakokinetik dan fase farmakodinamik. Dalam terapi obat, obat yang masuk
dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya mengalami absorpsi,
distribusi, dan pengikatan untuk sampai ke tempat kerja reseptor dan
menimbulkan efek , kemudian dengan atau tanpa biotransformasi (metabolisme) lalu diekskresikan
dari tubuh. Proses tersebut dinyatakan sebagai proses farmakokinetik.
Farmakodinamik, menguraikan mengenai interaksi obat dengan reseptor obat, fase
ini berperan dalam efek biologik obat pada tubuh.
a. Absorpsi .
Jumlah obat
yang dapat diabsorbsi oleh tubuh, dinyatakan dengan bioavailalabilitas obat.
Tingginya nilai bioavailabilitas obat tergantung pada banyak factor, yang
menentu kan bagaimana molekul obat melewati barier saluran gastrointestinal dan
berhasil memasuki pembuluh darah dan diangkut sampai ke reseptornya.
Faktor-faktor tersebut antara lain :
1) cara preparasi dan bentuk sediaan.
2) ukuran molekul
3) kelarutan molekul dalam lipid : yang lebih mudah larut
dalam lipid, bioavailabilitasnya lebih tinggi
4) kelarutan dalam air dan lipid : yang larut dalam
keduanya, bioavailabilitasnya sangat baik; yang larut hanya dalam air,
bioavailabilitasnya rendah karena molekul mudah terdisosiasi.
5) transport aktif
6) interaksi dengan makanan
7) stabilitas di dalam usus
8) pengosongan lambung
9) adanya metabolisme dalam usus dan di dalam hati
10)
factor individu
pasien itu sendiri dan faktor keadaan patologik dari pasien
b. Distribusi
Distribusi
obat terjadi melalui dua fase berdasarkan penyebarannya. Yaitu :
1) Distribusi fase pertama : yaitu ke organ-organ yang
perfusinya sangat baik ( jantung, hati, ginjal dan otak ), terjadi segera setelah
penyerapan, selanjutnya
2) Distribusi fase kedua : yaitu ke organ-organ yang
perfusinya tidak begitu baik ( otot, visera, kulit, dan jaringan lemak ).
Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membrane sel dan terdistribusi ke dalam sel, obat yang tidak larut dalam lemak sulit menembus membrane sel sehingga distribusinya terbatas terutama di cairan ekstrasel. Distribusi terbatasi oleh ikatan obat pada protein plasma. dan hanya obat bebas yang dapat berdifusi kedalam sel dan mencapai keseimbangan;
Obat dapat terakumulasi di dalam sel jaringan karena ditransport secara aktif atau lebih sering karena berikatan dengan konponen intrasel ( protein, fosfolipid, atau nukleoprotein )
Distribusi obat ke SSP sulit terjadi, karena obat harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah –otak . Endotel kapiler otak tidak mempunyai ruang antar sel maupun vesikel pinositosik, karena itu kemampuan obat untuk menembus sawar darah-otak hanya ditentukan oleh dan sebanding dengan kelarutan bentuk non ion dalam lemak.
Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membrane sel dan terdistribusi ke dalam sel, obat yang tidak larut dalam lemak sulit menembus membrane sel sehingga distribusinya terbatas terutama di cairan ekstrasel. Distribusi terbatasi oleh ikatan obat pada protein plasma. dan hanya obat bebas yang dapat berdifusi kedalam sel dan mencapai keseimbangan;
Obat dapat terakumulasi di dalam sel jaringan karena ditransport secara aktif atau lebih sering karena berikatan dengan konponen intrasel ( protein, fosfolipid, atau nukleoprotein )
Distribusi obat ke SSP sulit terjadi, karena obat harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah –otak . Endotel kapiler otak tidak mempunyai ruang antar sel maupun vesikel pinositosik, karena itu kemampuan obat untuk menembus sawar darah-otak hanya ditentukan oleh dan sebanding dengan kelarutan bentuk non ion dalam lemak.
c. Biotransformasi
Biotransformasi atau metabolisme obat, adalah proses perubahan struktur
kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim.
Pada proses
biotransformasi :
1)
molekul obat
diubah menjadi lebih polar sehingga mudah diekskresi melalui ginjal.
2)
pada umumnya
obat menjadi inaktif, sehingga proses biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri
kerja obat.
3)
ada obat yang
metabolitnya sama aktif, lebih aktif atau lebih toksik.
4)
ada obat yang
merupakan calon obat ( pro drug ) yang baru aktif setelah mengalami
biotransformasi oleh enzim tertentu menjadi metabolt aktif yang selanjutnya
akan mengalami biotransformasi lebih lanjut atau diekskresi sehingga kerjanya
berakhir.
Reaksi-reaksi
biotransformasi yang terjadi dapat dibedakan atas : Reaksi fase I ialah :
oksidasi, reduksi dan hidrolisis, yang mengubah obat menjadi metabolit lebih polar
yang bersifat inaktif, kurang atau lebih aktif dari bentuk aslinya. Reaksi
fase II ( disebut reaksi sintetik ) : merupakan konjugasi obat atau metabolit
hasil reaksi fase I dengan substrat endogen misalnya asam glukuronat, sulfat
asetat atau asam amino. Hasil konjugasi ini bersifat lebih polar dan lebih
mudah terionisasi sehingga lebih mudah diekskresi.Enzim yang berperan dalam
biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya didalam sel, yaitu :
(1) enzim mikrosom ( dalam reticulum endoplasma ) yang mengkatalisis reaksi
konjugasi glukuronat, sebagian besar reaksi oksidasi obat, reaksi reduksi dan
hidrolisis; (2) enzim nonmikrosom , yang mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya
( dengan asetat, sulfat, asam fosfat, gugus metal, glutation atau asam amino ),
dan beberapa reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis.
d. Ekskresi
Obat dkeluarkan
dari tubuh melalui barbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil
biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar
diekskresi lebih cepat dari pada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi lewat
paru (tergantung koefisien partisi darah / udara , bila koefisien partisinya
kecil, lebih cepat diekskresi). Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting
,ekskresi di ginjal merupakan proses filtrasi glomerulus. Glomerulus merupakan
jaringan kapiler yang dapat melewatkan semua zat yang lebih kecil dari albumin
melalui celah antar sel endotelnya. Semua obat yang tidak terikat oleh protein
plasma mengalami fitrasi di glomerulus. Ekskresi obat melalui ginjal menurun
pada gangguan fungsi ginjal, sehingga dosis perlu diturunkan atau interval
pemberian diperpanjang. Ekskresi melalui empedu : Obat dengan BM lebih kecil
dari 150 dan obat yang telah dimetabolisme menjadi obat yang lebih polar, dapat
diekskresikan dari hati lewat empedu menuju ke usus dengan mekanisme transport
aktif (dalam bentuk terkonjugasi dengan asam glukuronat, asam sufat atau glisin).
Di usus, obat bentuk konjugat dapat langsung diekskresi atau mengalami
hidrolisis oleh enzim atau bakteri usus menjadi senyawa yang bersifat nopolar
sehingga dapat diabsorpsi kembali ke plasma darah, kembali ke hati ,
dimetabolisir, dikeluarkan kembali melalui empedu menuju ke usus. demikian
seterusnya sehingga merupakan siklus yang disebut siklus enterohepatik. Siklus
enterohepatik menyebabkan kerja obat menjadi lebih panjang. Ekskresi obat juga
bisa melalui keringat, air liur, air mata, air susu, dan rambut tetapi dalam
jumlah relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat.
e. Farmakodinamik
Cabang ilmu
yang mempelajari efek biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya
disebut farmakodinamik. (pengaruh obat terhadap organ-organ tubuh). Mekanisme
kerja obat yaitu :
1)
Obat dapat
mengubah kecepatan kegiatan faal (fisiologi) tubuh.
2)
Obat tidak
menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada (ini
tidak berlaku bagi terapigen).
Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk :
Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat ialah untuk :
a) meneliti efek utama obat
b) mengetahui interaksi obat dengan sel
c) mengetahui respon khas yang terjadi interaksi obat dengan
Biopolimer Semua molekul obat yang masuk dalam tubuh, kemungkinan besar
berikatan dengan konstituen jaringan atau biopolimer seperti protein, lemak,
asan nukleat, mukopolisakari -da, enzim biotransformasi dan reseptor.
Pengikatan obat oleh biopolimer dipengaruhi oleh bentuk konformasi molekul obat
dan pengaturan ruang dari gugus-gugus fungsional senyawa obat. Interaksi obat
dapat berupa:(1) Interaksi tidak khas dan (2) Interaksi khas.
3)
Interaksi tidak
khas adalah interaksi yang hasilnya tidak menghasilkan efek yang berlangsung
lama dan tidak menyebabkan perubahan struktur molekul obat maupun biopolimer.
Interaksi ini bersifat reversibel (terpulihkan) dan tidak menghasilkan respons
biologis. Contohnya : Interaksi obat yang hanya merubah lingkungan fisika-kimia
dari struktur badan (protein jaringan , asam nukleat , mukopolisakarida , air
dan lemak) , misalnya : anestetik umum merubah struktur air didalam otak diuretik
osmotik merubah tekanan osmotik dalam ginjal .
4)
Interaksi khas
:adalah interaksi yang menyebabkan perubahan struktur makromolekul reseptor
sehingga timbul rangsangan perubahan fungsi fisiologis normal yang dapat
diamati sebagai respons biologis.
4.
Efek samping
obat obatan kimia
a.
Makan saat tidur (mengigau)
Beberapa jenis obat insomnia memang bisa membantu datangnya kantuk. Tetapi,
tak sedikit pengguna obat ini yang mengeluhkan kebiasaan aneh, seperti berjalan
saat tidur, makan, bahkan berhubungan seks sambil tertidur.
b. Sulit tidur
Obat penurun
kolesterol golongan statin pada beberapa orang bisa menyebabkan efek samping
kesulitan tidur.
c. Sering buang gas
Ada obat
penurun berat badan yang memiliki efek samping tidak nyaman, yakni menyebabkan
sering buang gas, tinja berlendir, hingga diare. Obat tersebut memang cukup
efektif mencegah penyerapan lemak di usus, tetapi jika kita banyak mengasup
makanan berlemak maka efeknya adalah diare dan tinja bercampur lemak.
d. Sidik jari hilang
Seorang pasien
kanker yang mengonsumsi obat jenis capecitabine dilaporkan mengalami efek
samping langka berupa hilangnya sidik jarinya. Hal itu diketahui ketika ia
sedang diperiksa bagian imigrasi di bandara. Efek samping aneh lainnya yang
mungkin timbul dari obat tersebut adalah kulit menjadi sangat halus,
perdarahan, serta borok di kulit. Menurut dokter, begitu obat tersebut
dihentikan, biasanya sidik jari akan kembali lagi.
e. Indera penciuman terganggu
Obat resep Vasotec yang biasa dipakai untuk mengontrol tekanan darah dan
gagal jantung diketahui menyebabkan efek samping berupa hilangnya kemampuan
indera penciuman.
f. Mimpi buruk
Merokok merupakan faktor risiko penyakit kronik yang bisa dihindari. Salah
satu obat untuk menghilangkan kebiasaan buruk ini, yakni Chantix, terbukti
cukup efektif tetapi menyebabkan beberapa efek samping. Pengguna obat ini
mengeluhkan gangguan insomnia serta jika mereka tertidur, mereka akan mengalami
mimpi buruk.
g. Penglihatan menjadi biru
Seorang pria di Inggris yang kerap menggunakan obat anti-impotensi Viagra
mengaku pandangannya menjadi biru setelah menenggak obat ini.
h. Gairah seks meningkat
Sindrom kaki tidak mau diam (restless leg syndrome) memang bisa membuat
tidur tak nyenyak. Salah satu obat untuk mengatasinya yakni Mirapex, yang juga
dipakai untuk mengobati parkinson ternyata menyebabkan efek samping pada
mental. Beberapa pasien yang minum obat ini mengaku adanya dorongan untuk
berjudi, makan, hingga gairah seks meningkat.
i. Tinja hitam
Beberapa jenis obat, terutama untuk mengatasi rasa panas di dada dan diare,
ternyata memiliki efek samping yang aneh tetapi tidak berbahaya. Setelah
mengonsumsi obat ini, pasien bisa mengalami lidah terasa tebal dan menghitam
serta tinjanya berwarna kehitaman.
BAB 2
A. Imunomodulator,Imunostimulator,Imunosupersiva, Kortikosteroid
dan Antibiotika .
1. Imunomodulator
Imunomodulator adalah substansi yang digunakan yang
mempengaruhi sistem imun,. Secara umum ada dua kategori imunomodulator
berdasarkan efeknya yaitu immunosuppressan and immunostimulator. Mereka
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan respon imun atau perlindungan terhadap
patogen atau tumor (Alamgir dan Udin, 2010). Imunomodulator, juga di sebut
biological recponse medifiers, adalah zat-zat yang mempengaruhi reaksi biologis
tubuh terhadap zat zat asing. Fungsi sistem imun dapat di stimulasi
(imunostimulator) maupun di tekan (imunosupresiva).
2. Imunostimulator
Imunostimulator
adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja komponen komponen sistem imun.
Sistem imun terdiri atas imunitas nonspesifik dan spesifik. Kedua sistem imun
bekerja sama dalam mempertahankan keseimbangan badan. Penyembuhan infeksi akan
lebih cepat bila fungsi sistem imun tubuh ditingkatkan. Berbagai bahan asal
tanaman dapat memacu fungsi berbagai komponen sistem imun nonspesifik (fagosit,
sel NK) dan sistem imun spesifik (proliferasi sel T, sel B yang memproduksi
antibodi) serta produksi sitokin sehingga dapat digunakan dalam klinik sebagai
ajuan untuk meningkatkan penyembuhan berbagai penyakit infeksi (Baratawidjaya,
2006 ; Anderson, 1999).
Imunostimulator
secara tidak langsung berkhasiat mereaktivasikan sistem imun yang rendah dengan
meningkatkan respon imun tak spesifik antara lain memperbanyak limfo-T4,NK –
cellsdan makrofag di stimulasi, juga pelepasan interferon dan interleukin.
Sebagai efek akhir dari reaksi kompleks itu zat asing dapat di kenali dengan di
musnahkan.pada sel sel tumor ekspresi antigen transplantasi diperlukan olehnya,
sehingga lebih mudah di kendalikan oleh
TNF dan sel selnya cytoksin. Obat obat stimulator yang kini di gunakan dalam
terapi adalah vaksin BCG,limfokin (interferon, interleukin, dan levamisol.
a.
Imunostimulator pada
terapi alternatif
Terapi
alternatif untuk menstimulasi ketahanan imun banyak menggunakan sediaan nabati
echinasea,ginseng, bawang putih,flavonoida dan ubi quinon juga kesediaan
kelenjar kacangan. Echinasea adalah tumbuhan pertama yang di buktikan secara
ilmiah stimulasinya terhadap terhadap sistem imun . penelitian dari dekade
terakhir yang menghasilkan penemuan bahwa amasih banyak tumbuhan lain yang mengandung
zat-zat alamiah dengan sifat stimulasi sistem tangkis aspesifik. Bioflafonoida
, banyak imunosupresif alamiah yang termasuk kelompok (iso) flavon, yang
terdapat di kebanyakan sayur sayur dan buah buahan . flavon penting adalah
genistein (dalam kedele) dan quercetin dengan efek anti tumor dan anti oksidans
kuat.
b.
Zat zat tersendiri
1)
Vaksin BCG (Bacillus
calmette guenin)
2)
Interferon alfa,
interferon gamma
3)
Interleukin (IL-2)
4)
Levamisol
5)
Tingtur echinacea
6)
Ubiquinon
7)
Preparat thymus
3. Imunosupresiva
Imunosupresiva adalah zat zat yang justru menekan
aktivitas sistem imun dengan jalan interaksi di berbagai titik dari sistem imun
tersebut. Titik kerjanya dalam proses imun dapat berupa penghambatan
transskripsi dari cytokin, sehingga mata rantai penting dalam respon imun di
perlemah. Khususnya IL-2 adalah esensial bagi perbanyakan dan diferensisi
limfosit yang dapat di hambat pula oleh efek sitostasis langsung. Lagi pula
T-cells bisa di nonaktifkan atau di musnahkan dengan pemberian antibodi
terhadap limposit. Imunosupresiva banyak di gunakan untuk mencegah reaksi
penolakan pada transplantasi organ, karena tubuh membentuk antibodi terhadap
sel sel asing yang diterimanya. Untuk mencegah transplantat terus menerus di
berikan :
a.
Kortikosteroida
b.
Azatioprin,siklofosfamida,
atau mycofenolat.
c.
Siklosporin-A dan
tacrolimus
d.
Limfisitimunoglobulin
(lymfoglobulin)
Infeksi terkait
sindrom hemophagocytic merupakan komplikasi, yang jarang fatal infeksi
sistemik. Hal ini terjadi paling sering pada pasien immunocompromised
berhubungan dengan infeksi virus tetapi spektrum kondisi telah diperluas untuk
mencakup hampir setiap jenis patogen menular, keganasan dan terapi
imunosupresif . Kami menyajikan tiga pasien anak dengan riwayat klinis yang
serupa dari pansitopenia, hepatosplenomegali, dan kegagalan hati akut, dan
mendiskusikan temuan otopsi.
Zat – zat tersendiri
a.
Siklosporin (sandimmun,
neonoral)
Endecapeptida
siklis ini (1983) di peroleh dari fungsi tolypocladium inflatum dan terdiri
dari 11 asam amino.bersifat imunosupresife istimewa dengan jalan menghambat
secara spesifik respon imun seluler. Plorifelasi T-hipercell cytotoxy cells di
ham bat secara selektif dan refersibel. Juga menghambat produksi atau pelepasan
IL-2 dan banyak limfokin lain. Produksi limfo-T spresorcells justru di
stimulasi. Tidak berkhasiat myelosupresife.
Siklossporin terutama di gunakan
berkat sifat sifat ini pada transplantasi organ atu sumsum untuk profilakse dan
penangannan reaksi penolakan.siklussporin dapat di kombinasi dengan kortikoida
atau imunosupresifa lain dengan maksud mengurangi metrotoksisitasnya. Efek
samping utamanya adalah nefrotoxisitas yang tergantung dari dosis dengan
turunnya nilai kreatinin (refersibel).
b.
Tarcolimus (prograf)
senyawa makrodida ini di ekstasi dari jamur strepstomyces tsukubaeresis (1993)
khasiat dan mekanisme imunosupresife nya sama dengan siklus sporin,tetapi ca
50X lebih kuat dalam hal pencegahan sintesa IL-2 yang mutlak perlu untuk
prolifelasi cells-T juga bersifat sangat lifofil sama efektifnya dengan siklos
sporin pada transplantasi hati,mjantung,paru-paru dan ginjal. terutama di
gunakan bersama kortikosteroida. Lebih sering menimbulkan efek samping berupa
toxisitas bagi ginjal dan syaraf.
c.
mycofenolat-mofetil
(cellcept)
obat
terbaru ini (1996) adalah produk dengan khasiat menekan perbanyakan khusus
limfosit melalui inhibisi enzim dehidrogenase yang di perlukan untuk sistese
urinnya (DNA atau RNA). ternyata sangat efektif untuk melawan penolakan akut
setelah transplantasi ginjal. Lagi pula efeksampingnya lebih sedikit resosinya
dari usus baik, dengan BA 90%. Dalam hati segera di rubah menjadi asam
mysofenolat aktif.ekskresinya berlangsung melalui urine sebagai glukoronidanya
(in-aktif), sesudah mengalami resirkulasi enterohepatis.
4. Kortikosteroid
adalah
nama jenis hormon yang merupakan senyawa regulator seluruh sistem homeostasis tubuh organisme agar dapat bertahan menghadapi perubahan lingkungan daninfeksi.
Hormon anak ginjal berkhasiat sebagai anti radang,imunosupresif dan anti
alergis. Kedua efek terakhir untuk sebagian berhubungan dengan kerja anti
radangnya, dan terutama nampak pada reaksi imun di jaringan. Misalnya migrasi
cells dan aktifitas fagosytosis dari makrofag di kurangi. Juga jaringan
limfatis di rombak, dimana limfosit-T dan –B berperan pembentukan antibodi
hanya di tekan pada dosis amat tinggi.
Hormon
kortikosteroid terdiri dari 2 sub-jenis yaitu hormon jenis glukokortikoid dan hormon jenis mineralokortikoid.
Keduanya memiliki pengaruh yang sangat luas, seperti berpengaruh pada perubahan lintasan metabolisme karbohidrat, protein dan lipid,
serta modulasi keseimbangan antara air dan cairan elektrolit tubuh;
serta berdampak pada seluruh sistem tubuh seperti sistem kardiovaskular,muskuloskeletal, saraf, kekebalan,dan fetal termasuk
mempengaruhi perkembangan dan kematangan paru pada masa janin.Pada sistem endokrin,
kortikosteroid mempengaruhi aktivitas beberapa hormon yang lain. Misalnya
mengaktivasi hormon jenis katekolamin dan menstimulasi sintesis hormon adrenalindari
hormon noradrenalin, atau pada kelenjar tiroid,
kortikosteroid menghambat sekresi hormon TSH dan menurunkan daya fisiologis tiroksin. Aktivitas hormon GH jugaterhambat
meskipun pada simtoma akromegali, kortikosteroid justru meningkatkan sekresi hormon
GH dengan keberadaan hormon ACTH.
Pada tubuh dalam masa perkembangan, terapi hormon kortikosteroid atau simtoma hiperkortisisme dapat menyebabkan pertumbuhan seorang anak terhenti
sama sekali, sebagai akibat dari penurunan kematangan epiphyseal plates dan pertumbuhan tulang panjang. Dengan konsentrasi yang lebih tinggi,
kortikosteroid akan menghambat sekresi hormon LH pada kelenjar gonad yang
seharusnya dilepaskan selgonadotrop sebagai
respon atas stimulasi hormonal. Pada sistem kardiovaskular, kortikosteroid
memberikan efek pada respon miokardial, permeabilitas pembuluh darah kapiler dan
pola denyut pembuluh darah arteriol.Pada jaringan otot,
kortikosteroid dengan konsentrasi yang setimbang, diperlukan bagi metabolisme
pemeliharaan.
Berubahnya kesetimbangan tersebut dapat
menyebabkan berbagai kelainan, misalnya peningkatan aldosteron
akan menyebabkan simtoma hipokalemia yang
membuat otot menjadi tidak bertenaga, sedangkan kadar glukokortikoid
tinggi akan
menyebabkan pengaruh berupa degradasi pada otot melalui lintasan katabolisme protein. Kortikosteroid
juga berdampak pada sistem saraf secara tidak langsung .
Adanya
peningkatan eksitabilitas otak pada simtoma hiperkortisisme dan setelah terapi
mineralokortikoid, lebih disebabkan oleh ketidak setimbangan elektrolit
daripada perubahan konsentrasi sodium.
5. Antibiotic
Antibiotic adalah
segolongan senyawa,
baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu
proses biokimia di dalam organisme,
khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.
Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi,
meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai
metabolisme, hanya saja targetnya adalahbakteri.
Antibiotika berbeda dengan desinfektan karena
cara kerjanya. Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi
kuman untuk hidup.
Tidak
seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun seperti strychnine, antibiotika dijuluki "peluru ajaib": obat yang membidik penyakit tanpa melukai tuannya.
Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur,
atau nonbakteri lainnya, dan Setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya
dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotika yang membidik bakteri gram negatif atau gram positif,
ada pula yang spektrumnya lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada
lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut.
Antibiotika
oral (yang dimakan) mudah digunakan bila efektif, dan antibiotika intravena
(melalui infus) digunakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotika kadangkala
dapat digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep.
Daftar Pustaka
0 komentar:
Posting Komentar